21

0 0 0
                                    

"kenapa tiba-tiba pengen aku berenti kerja?"

Tentu Adnan terkejut dengan keinginan Qila, selama ini istrinya itu tidak pernah membahas tentang pekerjaannya sehingga Adnan pikir semua baik-baik saja.

"Kamu terlalu sibuk, aku nggak suka. Gimana nanti kalau adek udah lahir? Kamu bakal tetep sibuk?"

Adnan tidak bisa menahan rasa bersalahnya pada Qila setelah perempuan itu mengungkapkan perasaannya. Dia menyadari bahwa dia terlalu sibuk belakangan ini, tapi semua itu untuk Qila dan anak mereka kelak.

Tangan Adnan perlahan terangkat memegang kedua bahu kecil Qila, matanya menatap dalam sosok perempuan yang dia cintai itu. "Sayang, saya begini juga untuk kamu dan adek. Saya nggak mau kalian kekurangan apapun nantinya."

"Kamu udah kaya kok, Mas. Aku juga nggak suka belanja ini itu."

Qila masih kekeh dengan keinginannya dan membuat Adnan menghela napas pelan.

"Saya tau kamu nggak suka belanja aneh-aneh, tapi kamu harus tau. Keperluan adek setelah lahir itu banyak dan mau nggak mau saya juga harus cari uang yang banyak."

Qila terdiam sesaat, mencerna apa yang Adnan katakan. Selama ini dia tidak berpikir jauh sampai ke sana dan itu adalah kesalahannya.

"Maaf, maaf ya, Mas. Aku nggak kepikiran sampe kesitu," jawab Qila dengan suara bergetar siap menangis di hadapan Adnan.

Menyadari hal itu, Adnan langsung menarik Qila ke dalam pelukannya dan beberapa kali mengecup kepala istrinya tersebut. "It's okay, sayang. Yang penting kamu sekarang paham kenapa saya harus kerja kan?"

Anggukan kecil Qila lakukan di dalam pelukan hangat Adnan. Mereka menikmati momen yang tanpa sadar terjadi dan membuat keduanya semakin intim.

Angin malam yang semakin dingin membuat Adnan merasa khawatir pada Qila yang enggan untuk pulang. Istrinya itu masih menikmati pemandangan pantai yang jarang dia lihat.

Di sisinya, Adnan memeluk erat tubuh Qila yang terus tersenyum sembari menatap lurus ke depan.

"Sayang," rengek Adnan yang berhasil menyita perhatian Qila.

"Iya?"

"Kita pulang, yuk. Sudah malam."

Qila mengalihkan pandangannya dan menatap sekeliling. Langit sudah sepenuhnya menghitam dan sekitar mereka sudah terlalu sepi.

"Ayuk," ucap Qila yang langsung membuat Adnan bangun dari tempat duduknya. Namun sebelum sempat berdiri sempurna, Qila menarik tangan Adnan sehingga suaminya itu kembali duduk di sisinya. "Sebelum pulang. Kita foto dulu yuk."

Ajakan Qila langsung diterima oleh Adnan yang langsung mengeluarkan ponsel di kantung celananya. Setelah mengambil beberapa foto dengan berbagai pose, Qila akhirnya mau untuk ikut pulang.

Saat di jalan, Qila yang terlampau lelah terus menahan matanya agar terjaga. Walau akhirnya dia menyerah dan tanpa sadar tertidur pulas.

Adnan yang melihat hal itu hanya dapat tersenyum kecil sembari mengusap kepala Qila. "Tidur yang nyenyak ya, sayang."

Setelah sampai di depan rumah, Adnan keluar dari mobilnya dan berjalan menuju pintu lain untuk menggendong Qila yang masih tertidur. Dia enggan untuk membangunkan istrinya dan memutuskan untuk menggendongnya sampai ke kamar mereka.

Selama perjalanan menuju kamar, sepasang suami istri itu menjadi pusat perhatian seisi rumah. Mereka memandang iri apa yang Adnan lakukan pada Qila.

Dengan hati-hati, Adnan merebahkan tubuh Qila saat mereka sampai di kamar. Dia tidak mau tidur sang istri terganggu.

Setelah tuhuh Qila sudah berada di atas kasur, Adnan menghela napas pelan sembari tersenyum kecil. "Malam sayang," bisiknya dan saat akan berbalik, tangannya ditarik ke belakang.

Adnan kembali menoleh dan mendapati Qila yang sudah terbangun, walau matanya hanya terbuka setengah. "Mas jangan pergi," rengek Qila pelan.

Perlahan, Adnan duduk di sisi kasur dan mengusap kepala Qila. "Saya cuman mau mandi bentar kok," jelas Adnan singkat. Namun, Qila menggeleng pelan.

"Nggak mau, mas nggak usah mandi. Mas disini aja."

Sikap manja Qila lagi-lagi membuat Adnan terdiam. Dia memikirkan apa yang perlu dilakukan dan setelah beberapa saat akhirnya dia mengalah.

"Ya sudah, saya nggak jadi mandi. Tapi, kamu jangan ngeluh saya baru ya."

Qila tersenyum kecil menanggapi ucapan Adnan. Selama mengenal pria itu, tidak pernah satu kali pun dia menghirup aroma aneh di tubuh Adnan.

Setelah Adnan ikut bergabung, Qila langsung memeluknya erat dari samping. "Aku sayang sama Mas," ucapnya pelan sebelum kembali tertidur pulas.

Keesokan paginya, Qila merengek seperti anak kecil saat meminta Adnan untuk tidak turun bekerja. Adnan yang memiliki jadwal rapat, tentu menolaknya mentah-mentah. "Saya ada jadwal rapat, Qil. Tolong pahami saya."

"Aku nggak mau ditinggal! Aku mau, Mas!"

Qila dan Adnan sama-sama kekeh dengan keinginannya masing-masing.

Di tengah pertengkaran itu, mata Adnan melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. "Kalau gitu, kamu ikut aja ke kantor."

"Ih, ngapain."

"Katanya nggak mau ditinggal? Ya sudah, ikut saya."

Adnan menarik tangan Qila dengan sedikit kasar. Saat sampai di lantai satu, dia meminta salah satu penjaga Qila untuk ikut bersama mereka. "Sela, ikut kami ke kantor."

Sela yang baru saja dari dapur langsung mengikuti kedua atasannya tersebut sampai mereka masuk ke dalam mobil.

Selama diperjalanan, Adnan dan Qila tidak mengeluarkan sepatah katapun. Mereka terlihat asyik dengan pikiran masing-masing.

Sesampai di kantor, Adnan kembali menarik Qila untuk mengikutinya. Mereka mengabaikan tatapan orang-orang yang terlihat bingung dengan sikap dingin Adnan.

"Kamu di sini aja sampai saya selesai rapat, jangan kemana-mana," perintah Adnan setelah mereka sampai di ruangan pria itu.

Dengan cekatan, Adnan memasang jasnya dan keluar dari ruangannya untuk pergi ke ruang rapat. Meninggalkan Qila yang sudah memasang wajah cemberutnya.

Sembari menunggu Adnan selesai rapat, Qila asyik berkeliling di ruangan suaminya dan berakhir duduk di kursi kerja Adnan.

Tangannya kemudian tak sengaja menggeser tetikus komputer milik Adnan sehingga komputer tersebut menyala. Saat itu, sebuah gambar terlihat dan menyita perhatiannya.

Mata Qila memerah siap mengeluarkan air mata dari sana. "Mas Adnan," ucapnya pelan penuh haru saat melihat foto pernikahannya terpasang di layar komputer kerja milik sang suami.

Sela yang sebelumnya tengah berjaga di dekat pintu cukup terkejut melihat Qila yang menangis tanpa suara, perempuan itu berjalan cepat menuju istri bosnya dan memegang kedua bahu Qila yang bergetar.

"Mbak kenapa?" tanyanya meminta penjelasan.

Wajah Qila yang sebelumnya menunduk perlahan terangkat. Jarinya menunjuk layar komputer yang menyala. "Itu, Mas Adnan masang foto nikahan kami."

Tatapan Sela beralih menatap layar komputer dan perlahan menghela napas. Astaga, saya kira ada apa, pikirnya.

Walau terasa sepele. Namun, Sela tetap menenangkan Qila yang masih menangis sesenggukan. "Udah, Mbak. Jangan nangis. Nanti saya dimarahin Pak Adnan."

***

Diuji Sikap Si Istri KecilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang