20

7 1 0
                                    

Menjelang bulan ke tujuh, Qila semakin aktif melakukan beberapa kegiatan termasuk senam ibu hamil yang dia ikuti di sebuah tempat khusus. Biasanya, perempuan itu akan pergi sendiri karena senam yang dilakukan memang hanya untuk dirinya, tetapi tidak untuk hari ini.

Qila harus membawa sang suami untuk ikut serta.

"Ih, kenapa sih nggak mau!" bentak Qila dengan wajah cemberut. Bukannya terlihat menakutkan, perempuan itu malah terlihat begitu menggemaskan.

"Bukannya nggak mau sayang, tapi ... ."

"Tapi apa? Karena kerjaan? Kamu udah nggak sayang lagi sama aku? Kamu udah nggak sayang lagi sama adek?"

Adnan menghela napas setelah mendengar ucapan Qila. Beberapa hari ini, sang istri terus berpikir buruk tentangnya dan membuat pria itu khawatir.

Dengan langkah panjangnya, Adnan mendekati tubuh Qila yang berdiri tak jauh darinya. Perlahan, dia memeluk tubuh Qila yang lebih berisi sekarang.

"Kamu nggak boleh berpikir yang aneh-aneh, Qil. Saya sayang kamu, sayang anak kita dan itu nggak bakal berubah sampai kapanpun."

Ungkapan hangat Adnan membuat Qila mendongak. Dengan mata berbinar perempuan itu menatap sang suami yang ternyata juga tengah menatapnya.

"Kamu nggak usah khawatir ya."

Qila mengangguk pelan setelah mendengar ucapan Adnan. Tidak ada keraguan lagi di benaknya dan pelukan suaminya itu sangat hangat juga menenangkan.

Demi menyenangkan sang istri, Adnan meninggalkan rapat bulanannya dan menemani Qila melakukan senam. Sesampai di tempat tersebut, Adnan cukup terkejut karena ada banyak pria di ruangan senam Qila dan membuatnya sedikit cemburu.

"Kenapa ada banyak pria di sini?" bisik Adnan sembari terus memperhatikan sekitar.

Berbeda dengan Adnan yang was-was, Qila terlihat asyik bersiap untuk melakukan senam. Baju olahraga yang dia sembunyikan di dalam jaket kini sudah terlihat dan membuat Adnan yang melihatnya terkejut. "Baju apa ini?" tanyanya yang membuat Qila menatap pakaiannya sendiri.

"Baju olahraga," jawab Qila singkat dengan santai. Tak tau jika kini sang suami tengah menahan emosinya.

"Ganti sekarang!" ucapnya tegas dengan penuh penekanan. Namun belum sempat Qila menjawab, instruktur senam perempuan itu mengajak mereka untuk berkumpul.

"Ayo, ayo. Ibu dan bapak. Silakan bersiap di tempat masing-masing."

Dengan semangat, Qila menarik tangan sang suami untuk ikut bersamanya. Sesampai di area senam, Adnan menarik tangan Qila yang ingin mengambil tempat di depan.

"Jangan di sini, kita di belakang aja!"

Kali ini, Adnan yang gantian menarik Qila untuk mengikutinya. Mau tak mau perempuan itu mengikuti langkah sang suami dengan pasrah.

Kini, Adnan dan Qila sudah duduk di barisan paling belakang. Hal itu membuat Qila sedikit kesal karena susah untuk melihat gerakan yang dipraktikan oleh instruktur senam hamilnya.

"Ih, apa sih tadi," gerutu Qila setelah senam dimulai dan sudah melewati beberapa gerakan.

Kepala Qila sengaja dia angkat tinggi-tinggi agar melihat apa yang tengah instrukturnya lakukan.

Di sisinya, Adnan terlihat asyik memperhatikan Qila dengan senyum tipis di wajahnya.

Memasuki waktu senam pasangan, Adnan menjadi sangat pendiam karena detak jantungnya tidak karuan. Apalagi kini dia tengah melebarkan kakinya dengan Qila yang duduk di tengahnya.

"Tangan ayah maju ke depan, pijat payudara bunda."

Mendengar intruksi yang sedikit aneh itu membuat beberapa pasangan suami istri terdiam termasuk Adnan dan Qila. Sebagai pasangan suami istri baru, mereka begitu canggung sekarang.

Sikap kaku mereka menyita perhatian instruktur senam yang langsung mendekati beberapa pasangan suami istri termasuk Adnan dan Qila yang berada jauh di belakang.

"Ayo ayah, dipijat payudara bunda."

Bukan hanya dengan ucapan, instruktur senam yang ada di sisi mereka itu langsung mengarahkan tangan Adnan untuk memegang payudara Qila dan memijatnya perlahan.

"Jangan ragu lagi ya, karena gerakan pijat ini bisa membantu bunda mendapat asi yang berlimpah."

"Baik, mbak."

Setelah berapa kali pijatan, Adnan menarik tangannya dengan perasaan campur aduk. Dia takut Qila membencinya karena gerakan pijat yang dia lakukan.

Saat masih dalam keadaan grogi, Qila yang duduk di hadapan Adnan menoleh dan menatap wajah sang suami dengan mata berbinar.

"Makasih ya, Mas. Udah mau nemenin aku."

Sikap Qila yang aneh membuat Adnan sedikit bingung. Namun sesaat setelahnya, instruktur senam menutup pertemuan mereka hari ini.

"Terima kasih banyak untuk para Ayah dan Bunda yang sudah datang. Semoga persalinan kalian berjalan dengan lancar."

Tubuh Qila sudah sepenuhnya berkeringat saat selesai senam. Perempuan itu kemudian masuk ke dalam toilet perempuan untuk mandi karena terlalu gerah.

Sama seperti yang Qila lakukan, Adnan juga masuk ke toilet pria.

Keduanya dengan cepat membersihkan tubuh mereka dan bertemu di tengah kedua pintu toilet.

"Yuk, balik," ajak Adnan sembari menarik tangan Qila. Namun, perempuan itu malah menahan langkahnya. Dengan begitu langkah Adnan terhenti dan dia menoleh ke belakang. "Kenapa sayang?"

Qila terdiam sejenak dengan arah mata tak karuan. Dia tengah mencari alasan untuk pergi sebentar. "Hmm, aku nggak mau pulang."

Rengekan Qila dibalas rangkulan dari Adnan yang memahami apa keinginan istrinya. "Ya sudah, kamu mau kemana sekarang?"

Wajah murung Qila berubah semangat saat mendengar pertanyaan suaminya. "Hmm, kemana ya? Aku bingung juga."

"Kalau masih bingung, kita pikirin di mobil ya tujuan kita."

Adnan menuntun Qila ikut bersamanya sampai mereka masuk ke dalam mobil. Dia ingin Qila beristirahat sejenak sebelum perempuan itu kehabisan tenaga setelah pergi jalan-jalan.

Sembari menunggu Qila berpikir, Adnan yang masih memiliki pekerjaan dari kantor, membuka ponselnya.

Satu dua berkas Adnan selesaikan. Namun, Qila tak kunjung mengeluarkan suaranya. Wajahnya begitu serius memikirkan apa yang bisa dia lakukan dengan waktu yang singkat karena sudah pukul lima sore.

"Gimana kalau kita ke pantai?" ajak Qila dengan semangat.

"Boleh sayang," balas Adnan tanpa melepaskan pandangannya ke ponsel.

"Tapi ... ."

Qila menggantung ucapannya kepada Adnan yang langsung menutup pekerjaannya. "Tapi kenapa sayang?"

"Tapi jaraknya jauh nggak?"

"Enggak kok."

"Ya udah deh."

Selama perjalanan menuju pantai Qila asyik memperhatikan jalanan yang semakin lama semakin sunyi. Saat itu, Adnan terlihat begitu khawatir. Namun ditahannya agar tidak ikut membuat Qila khawatir.

Setelah jalanan sepi yang begitu menakutkan. Mereka bertiga sampai di sebuah pantai. Setelah sang sopir memarkirkan mobil, Qila langsung turun dari mobil untuk mendekati pantai yang jaraknya tak jauh dari mereka.

"Bagus banget tempatnya," puji Qila karena dia tidak menemukan sampah saat berjalan dari mobil menuju pantai.

Qila dan Adnan menikmati suasana senja di ujung pantai. Sudah lama mereka tidak pergi berdua. Alasan yang sering terjadi adalah karena Adnan begitu sibuk dengan pekerjaannya.

"Sayang, aku mau kamu berenti kerja."

***

Diuji Sikap Si Istri KecilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang