15

5 1 0
                                    

Gelengan kuat Qila layangkan setelah Sela yang sudah berganti jaga dengan Rina mencoba untuk menyuapi istri bosnya itu. "Ayolah, Mbak. Satu sendok aja," mohon Sela dengan wajah lelahnya.

Sudah cukup lama dia membujuk Qila untuk makan, tetapi perempuan itu menolak tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

"Kalau gitu, Mbak mau makan apa?" tawar Sela. Selagi Qila mau makan, apapun akan dia lakukan.

Wajah Qila berubah sendu saat mendengar pertanyaan Sela. Matanya perlahan memerah dengan bibir cemberut. "Aku mau Mas Adnan," rengeknya diselingi dengan tangis pelan yang membuat Sela panik.

"Mbak, jangan nangis, Mbak."

Sela mencoba untuk menenangkan istri bosnya tersebut dengan mengusap bahu Qila yang masih setia menidurkan tubuhnya di atas kasur rumah sakit.

"Jangan nangis ya, Mbak. Saya telepon bapak dulu, sebentar."

Dengan cepat Sela mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Adnan, dia sebenarnya cukup ragu menelepon bosnya tersebut karena tau jika Adnan tengah sibuk dengan pekerjaannya.

Setelah cukup lama menaruh ponsel di telinga kanannya, Sela yang sebelumnya cemas seketika tersenyum saat panggilannya diangkat.

"Halo, Sel. Ada apa?" tanya Adnan dengan suara beratnya.

"Maaf mengganggu waktunya, Pak. Saya mau menyampaikan jika Mbak Qila ingin bertemu Bapak."

"Bertemu saya?"

Tentu Adnan bingung dengan apa yang disampaikan Sela karena beberapa hari ini, Qila menjauhinya dengan banyak alasan. Tetapi hari ini, perempuan itu malah mencarinya.

"Kamu yakin?" lanjut Adnan memastikan dan tanpa sadar Sela mengangguk pelan saat menjawab.

"Iya, Pak. Benar ... ."

Belum sempat Sela selesai berbicara, ponselnya dirampas oleh Qila yang sudah mengubah posisinya menjadi duduk di atas kasur.

"Mas jahat, mas nggak sayang Qila lagi."

Qila merajuk sembari menangis saat ponsel Sela sampai di telinganya. Di kantornya, Adnan terlihat panik dan langsung bangun dari tempat duduknya.

"Mas nggak jahat kok. Mas sekarang ke sana ya," ucap Adnan merasa jika ada kesempatan untuk bertemu Qila lagi.

Pria itu langsung meninggalkan kantornya dan bergegas pergi ke parkiran. Namun, sambungan teleponnya dengan sang istri masih terus berjalan.

"Sayang mau dibawain apa?" tanya Adnan dengan lembut sembari membuka pintu mobilnya.

Qila yang ditanya seperti itu langsung terdiam sembari membayangkan apa yang ingin dia santap. Cukup lama perempuan itu berpikir, hingga akhirnya sebuah makanan muncul di benaknya.

"Aku mau nasi goreng!" ucap Qila dengan semangat. Namun berbanding terbalik dengan Qila, Adnan malah kebingungan dengan apa yang diinginkan istrinya.

"Masih jam segini loh sayang, kamu nggak mau makan yang lain apa?"

Bagaimana tidak kebingungan, sekarang saja masih pukul 9 pagi, tetapi sang istri malah menginginkan nasi goreng yang biasanya dijual pada malam hari.

"Nggak mau! Pokoknya aku mau nasi goreng!"

Setelah menegaskan keinginannya. Qila melempar ponsel Sela ke atas kasur dan langsung membaringkan tubuhnya dengan wajah cemberut.

Sela yang menyadari jika perasaan Qila tengah buruk langsung menjauhkan diri dan mulai membuka pembicaraan pada Adnan. "Pak, kalau mau beli nasi goreng. Bapak bisa ke Restoran A+A. Di sana nasi gorengnya enak dan biasanya udah buka jam segini."

"Ya sudah, saya coba dulu ke sana. Tolong jaga Qila ya sampai saya tiba."

"Baik, Pak."

Adnan menghela napas pelan setelah panggilan teleponnya dengan Sela berakhir. Baru saja dia bahagia dapat bertemu dengan Qila, tetapi langsung hancur seketika saat istrinya itu kembali marah padanya.

Tidak butuh waktu lama, Adnan akhirnya sampai di restoran yang Sela katakan. Setelah memastikan tempatnya benar dengan apa yang dia lihat di google, Adnan langsung masuk dan disambut hangat oleh seorang pelayan.

"Pagi, Pak. Ada yang bisa saya bantu?"

"Saya mau pesan nasi goreng dibungkus."

"Boleh, Pak. Itu saja?"

"Iya."

Sembari mencatat pesanan Adnan, pelayan restoran itu beberapa kali mencuri pandang ke arah Adnan yang terlihat gelisah dan terus memperhatikan jam di pergelangan tangannya.

"Harganya 45 ribu, Pak. Mau dibayar tunai atau kredit?"

"Tunai," jawab Adnan singkat sembari mengeluarkan uang 100 ribu dari dompetnya. "Ambil saja sisanya, tapi tolong cepat buatkan nasi goreng untuk saya."

"Beneran, Pak. Kembaliannya buat saya?" tanya pelayan itu memastikan dengan mata berbinar.

Adnan menatap sekilas pelayan tersebut dengan salah satu alis terangkat. "Iya, benar. Tolong cepat buatkan pesanan saya."

Pelayan tersebut langsung pergi meninggalkan Adnan sendirian yang tidak henti-hentinya mengetukkan sepatunya ke lantai karena begitu cemas dengan keadaan sang istri.

Dari arah dapur, pelayan yang menerima pesanan Adnan datang dengan sebuah paper bag di tangannya. "Ini, Pak. Pesanannya."

"Baik, terima kasih."

Adnan langsung pergi dengan nasi goreng pesanan sang istri, akhirnya senyum tipis pria itu muncul ketika apa yang diinginkan Qila dapat dia wujudkan.

Dengan kecepatan standar Adnan membawa mobil putihnya ke rumah sakit tempat Qila dirawat. Sesampai di sana, pria itu berjalan tergesa sembari berdoa agar Qila tetap ingin bertemu dengannya.

Saat pintu kamar rawat Qila Adnan buka, mata pria itu langsung disuguhkan dengan kosongnya kasur sang istri yang seketika membuatnya panik. "Qil, Qila, kamu dimana sayang?"

Teriakan Adnan mengisi ruang kosong kamar Qila. Pria itu berjalan ke sana kemari mencari keberadaan sang istri yang menghilang entah kemana.

Di tengah kepanikannya, tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka dan keluarlah sosok yang Adnan cari sejak tadi. Pria itu berlari kecil sampai di hadapan Qila dan perlahan memeluknya dengan erat.

Qila tentu kebingungan dengan apa yang Adnan lakukan dan perlahan menjauhkan tubuhnya. "Apaan sih, Mas. Kamu kenapa?" tanya Qila dengan dahi mengerut.

Bukannya menjawab, Adnan malah kembali mengetatkan pelukannya seakan melepas rindu yang sudah sangat lama.

"Mas, lepasin!" bentak Qila yang berhasil membuat sang suami terkejut dan melepaskan pelukannya. "Kamu kenapa sih?"

Qila membutuhkan jawaban dari Adnan sehingga terus melayangkan pertanyaan pada suaminya.

"Nggak pa-pa sayang, saya cuman kangen sama kamu. Jadinya saya peluk kamu."

Jawaban Adnan tidak membuat Qila percaya dan malah melukis wajah penuh selidik pada suaminya itu. "Beneran?"

Selama hamil, Qila menjadi sangat sensitif dan terus curiga pada Adnan padahal suaminya itu tidak melakukan apa-apa.

"Udah, udah. Nggak usah berspekulasi aneh. Saya nggak kenapa-kenapa kok, saya cuman kangen kamu."

Perlahan Adnan menjauh dari Qila yang langsung naik ke atas kasurnya. Pria itu kemudian kembali berjalan menuju sang istri setelah pesanan perempuan itu ada di tangannya.

"Nih, pesenan kamu," ucap Adnan dengan bahagia sembari menaruh paper bag di atas kasur Qila, tepatnya di depan perempuan itu.

Tidak sesemangat sebelumnya, Qila menatap datar paper bag yang Adnan bawa dan kemudian beralih menatap wajah sang suami yang terlihat bingung dengan sikap Qila. "Kamu kenapa sayang?"

Helaan napas perlahan Qila kembuskan. "Aku maunya kamu beliin nasi goreng gerobak. Bukan nasi goreng begini!"

Hancur sudah suasana hati Qila ketika menyadari jika suaminya tidak paham dengan apa yang dia inginkan. Di sisi lain, Adnan harus terus sabar dengan kelakuan sang istri yang terus berubah.

***

Diuji Sikap Si Istri KecilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang