18

2 0 0
                                    

Qila mendatangi sebuah toko kain bersama beberapa karyawan di rumahnya. Matanya terus melirik kesana kemari saat pertama kali masuk. Berbagai warna kain yang ada membuat perempuan itu sangat semangat.

"Ih, kainnya bagus!" Qila berseru sembari berlari kecil ke sebuah sudut. Hal itu membuat para karyawan yang ikut bersamanya panik dan mengejarnya.

Wajah Qila mendongak, melihat kain yang dia sukai dan menunjuknya dengan tegas. "Aku mau itu!"

"Boleh, Bu."

Karyawan toko kain yang ada di hadapan Qila langsung menaiki sebuah kursi dan mengambil kain yang perempuan itu inginkan. Kain bermotif hewan yang Qila inginkan akhirnya sampai dihadapannya.

"Aku mau kain ini," ucap Qila dengan senyum lebar.

"Berapa meter, Mbak?"

Pertanyaan yang dilontarkan pegawai toko kain tersebut membuat Qila terdiam. Senyumnya perlahan luntur setelah bingung ingin menjawab apa.

Perlahan wajahnya menoleh menatap para karyawan yang ikut bersamanya, seakan meminta bantuan.

Zara yang juga ikut bersamanya langsung maju ke depan. "Ibu mau bikin apa dengan kain ini?" tanya kepala pembantu dirumahnya itu dan Qila perlahan menggeleng pelan.

"Nggak tau, pokoknya aku mau kain ini."

Zara tersenyum kecil menanggapi ucapan Qila. "Ya udah, kita beli ya, Mbak. Nanti kita pikirin mau dibikin apa."

Dengan semangat Qila mengangguk pelan setelah mendengar penjelasan Zara, karena perempuan itu benar-benar mengerti dirinya.

"Jadi mau berapa meter, mbak?" tanya karyawan toko kain lagi.

"Semua, aku mau semua kain itu."

Senyum kaku Zara sudah menjelaskan bagaimana dia tidak percaya dengan ucapan istri bosnya tersebut dan lagi-lagi dia tidak bisa menolak apa yang Qila inginkan.

"Ya udah, Mas. Mau semua kainnya."

"Baik, mbak."

Mengingat tujuan awal mereka datang ke toko kain, Zara mengajak Qila ke lorong khusus kain gorden. Di sana, wajah Qila terlihat tidak bersahabat dan membuat Zara khawatir.

"Mbak, nggak pa-pa kan?" tanya Zara menyita perhatian Qila yang langsung menoleh ke arahnya.

"Nggak pa-pa kok."

"Terus, kenapa mukanya cemberut gitu?" Zara masih mengorek informasi dari Qila karena tau jika perempuan itu tidak akan jujur padanya dan harus terus diberi pertanyaan.

"Aku nggak suka kain di sini."

"Loh, kenapa? Katanya mau ganti gorden."

"Kan udah tadi beli," jawab Qila santai dan Zara mengerutkan dahi mendengarnya.

"Maksudnya."

"Kain tadi, kain tadi bisa dijadiin gorden kan?" tanya Qila dengan bersemangat. Matanya membulat sempurna saat menatap Zara yang tenggorokannya tiba-tiba tercekat.

"Gimana ya, Bu." Zara terbata saat menjawab, tangannya bahkan tanpa sadar menggaruk kepalanya pelan.

"Gimana apanya?"

"Itu kan motif anak-anak."

"Emangnya kenapa? Kan nggak masalah."

"Iya, Bu. Kalau memang kain tadi mau dijadiin gorden boleh, tapi kita tetep beli motif lain ya. Jadi gordennya kalau kotor ada gantinya."

"Oke!"

Perasaan semangat Qila kembali datang dan kakinya melangkah maju memperhatikan beberapa kain di hadapannya. Cukup lama perempuan itu menatap kain-kain di hadapannya dan setelah menemukan yang dia inginkan, perempuan itu menunjuk ke arah sebuah kain tile berwarna biru muda dengan motif awan.

"Aku mau itu!"

Karyawan toko kain yang ada langsung menurunkan kain yang Qila inginkan dan setelah dikonfirmasi oleh perempuan itu tentang keinginannya, Qila beristirahat di sebuah kursi sembari menunggu Zara menyelesaikan pembayaran.

Qila tidak hanya sendiri menunggu, karena Rina dan Sela terus menemaninya. Wajah perempuan itu menoleh ke kanan dan ke kiri untuk menatap kedua penjaganya tersebut. Wajah Rina dan Sela begitu tegang saat memperhatikan sekitar.

"Aku laper," cicit Qila pelan dan kedua penjaganya langsung menundukkan kepala.

"Ibu lapar?" tanya Sela memastikan dan Qila mengangguk pelan. "Baik, Bu. Secepatnya kita akan pulang."

"Nggak mau!" tegas Qila yang membuat kedua penjaganya terkejut.

"Nggak mau apa, Bu?"

"Nggak mau makan di rumah. Mau makan di Dadada Resto. Kayanya kwetiau basah di sana enak deh."

Qila sudah membayangkan bagaimana nikmatnya kwetiau basah di Dadada Resto, tempat dia dan Adnan sering makan bersama.

"Oh begitu, Bu. Saya izin dulu ya Bu sama Pak Adnan."

"Iya, cepetin ya."

Sela menjauh dari Qila dan Rina untuk menghubungi Adnan. Sebenarnya dia tidak mau mengganggu bosnya di saat sekarang karena tau jika pria itu tengah sibuk dengan tugasnya di kantor.

Sela menunggu panggilannya dijawab dengan sedikit gusar dan setelah panggilan tersebut diangkat, Sela akhirnya dapat bernapas lega.

"Ada apa, Sel?" tanya Adnan dengan suara beratnya.

"Maaf mengganggu waktunya, Pak. Saya mau minta izin untuk membawa Ibu ke Dadada resto. Beliau mau makan kwetiau basah di sana."

"Iya, silakan. Tapi tolong jaga istri saya."

"Baik, Pak."

Bukannya Adnan tidak khawatir pada Qila karena terus mengizinkan perempuan itu untuk pergi, tetapi rasa penat di kepalanya membuat pria itu tidak bisa melakukan apa-apa.

Sudah lebih dari satu jam, kepala Adnan terasa sakit. Progres pekerjaannya pun menurun bahkan sampai pria itu menghentikan kegiatannya.

Tangan Adnan memijat keningnya dengan mata tertutup untuk menghilangkan rasa sakit di kepalanya. Namun, hal itu tidak berdampak besar dan Adnan memutuskan untuk pulang ke rumah.

Saat sampai di rumah, Adnan melangkah cepat menuju kamarnya dan masuk ke dalam sana. Ketika pintu kamar terbuka, tubuh pria itu dipeluk dari depan dengan erat.

"Selamat datang, sayang!" ucap Qila dengan semangat. Kepalanya menyandar di dada Adnan dan membuat pria itu terdiam sesaat.

"Aku kangen sama kamu," ucap Qila lagi dengan wajah cemberut.

Perlahan Adnan menjauhkan tubuh Qila dan menatap matanya. "Ada masalah?"

Qila menggeleng pelan. "Nggak ada kok, aku cuman kangen sama kamu."

Adnan tersenyum tipis mendengar ucapan Qila. Namun sesaat kemudian, perempuan itu kembali memeluknya erat dan membuatnya kembali terkejut.

"Gini dulu ya sebentar, aku kangen peluk kamu."

Setelah memahami ucapan Qila, Adnan mengusap pelan kepala perempuan itu dan mendaratkan sebuah kecupan di dahinya. "Maaf, saya terlalu sibuk sehingga mengabaikan mu."

"Iya, nggak pa-pa kok. Aku ngerti."

Cukup lama keduanya berpelukan di hadapan pintu kamar mereka yang terbuka. Tidak ada yang berani mengganggu mereka sampai keduanya puas meluapkan rasa rindu mereka.

Di atas kasur, Adnan dan Qila yang belum tidur asyik berbincang. Qila dengan semangat menceritakan segala kejadian hari ini dan Adnan setia mendengar semua ucapan istrinya itu.

"Jadi, nanti gorden kamar kita motifnya hewan. Lucu tau."

"Iya, pasti lucu. Kapan jadinya?" tanya Adnan dan Qila terdiam tanpa tau harus menjawab apa. Adnan yang memahami itu langsung melanjutkan ucapannya. "Kalau nggak tau, nggak pa-pa kok. Yang penting sudah dikerjain kan?"

Qila mengangguk pelan dan Adnan merangkulnya hangat. "Ya sudah, kita tidur ya. Sudah larut malam."

Menanggapi ucapan Adnan, Qila mengangguk pelan dan perlahan menutup matanya.

***

Diuji Sikap Si Istri KecilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang