10

6 1 0
                                    

Tidur lelap Qila membuat Adnan enggan untuk membangunkan istrinya dan membiarkan perempuan itu istirahat sampai waktu menunjukkan pukul delapan malam. Waktu Adnan pulang bekerja.

Sepanjang waktu, Adnan setia memperhatikan Qila sembari mengerjakan tugasnya. Takut jika mengganggu istrinya itu.

Setelah selesai dengan semua tugasnya, Adnan kembali duduk di hadapan Qila. Menunggu istrinya itu bangun dengan sendirinya. Namun sayang, suara pintu yang baru saja terbuka menghancurkan segalanya.

"Maaf mengganggu waktunya, Pak. Saya mau pamit pulang," ucap Feni dan Adnan langsung mengangkat wajahnya. Menatap tajam ke arah Feni yang tak tahu kesalahannya dimana. "Maaf, Pak. Ada masalah?"

Wajah polos Feni semakin membuat Adnan jengkel. Namun, sebelum menjawab ucapan asistennya itu. Dia merasa Qila tengah bergerak dari posisinya.

"Sudah bangun?" tanya Adnan dan Qila mengangguk pelan dengan mata sendunya.

Mata Adnan beralih menatap Feni yang masih berdiri di pintu ruangannya. "Silakan kamu pulang. Lain kali, tidak perlu pamit."

Feni merasa takut ketika mendengar suara berat dan tegas yang Adnan lontarkan. Dia yakin sudah melakukan kesalahan, walau tidak tau apa.

Perlahan pintu ruangan Adnan kembali terbuka dan Qila yang sebelumnya tengah berbaring, perlahan mengganti posisinya.

"Sudah jam berapa, Mas?" tanya Qila sembari mengusap matanya dan menguap. Adnan yang melihat hal itu tidak bisa menahan rasa gemasnya dan langsung mencubit pipi Qila perlahan. "Aw. Sakit, Mas!"

Adnan tertawa pelan sembari mengusap pipi Qila. Dia akhirnya bisa melihat wajah Qila yang menggemaskan saat bangun tidur karena biasanya saat bangun untuk pergi bekerja, Qila masih tertidur pulas.

"Maaf, saya nggak sengaja."

Qila cemberut saat mendengar ucapan Adnan dan perlahan menjauh. Namun, hal itu membuat sang suaminya langsung menariknya ke dalam pelukan. "Jangan marah gitu dong, Sayang."

Wajah Qil bersemu mendengar panggilan Adnan kepadanya, padahal pria itu sudah sering mengatakannya hal tersebut.

"Apaan sih, Mas!" Qila memukul pelan dada Adnan karena malu dan ketika berusaha menjauh, Adnan kembali mengeratkan pelukan mereka.

"Saya sayang sama kamu, Qil," ucap Adnan tiba-tiba yang membuat Qila mematung bingung dan jantungnya berdetak dengan sangat kencang.

Karena tidak mendapat respon dari Qila, Adnan perlahan menjauhkan dirinya walau tangannya masih setia di pinggang sang istri. "Kamu nggak pa-pa, Kan?" tanya Adnan memastikan.

"Nggak pa-pa kok, Mas," cicit Qila pelan dengan wajah tertunduk.

Jari Adnan kemudian mendekat ke arah wajah Qila dan mengangkatnya perlahan. "Kenapa kamu nggak mau liat saya? Kamu nggak sayang sama saya?"

"Nggak gitu, Mas," jawab Qila cepat dengan cemas. Takut Adnan berpikir buruk tentangnya.

"Terus?"

Qila kembali terdiam sembari sesekali melirik ke arah Adnan. Setelah cukup lama, perempuan itu kembali masuk ke dalam pelukan sang suami dan memeluknya dengan erat. "Aku sayang kok sama Mas, sayang banget. Tapi ... ."

"Tapi apa?" tanya Adnan sembari mengusap punggung Qila perlahan.

"Aku ngerasa nggak pantes aja buat, Mas. Apalagi setelah ngeliat mantan Mas tadi."

Jujur, Qila masih kepikiran dengan mantan kekasih suaminya. Walau sudah dipastikan perempuan itu tidak akan kembali lagi, tetapi saat melihat penampilannya Qila sadar dirinya jauh di bawah mantan kekasih Adnan.

"Kamu kok mikir gitu sih? Saya nggak pernah liat kamu seperti itu. Saya nggak peduli bagaimana penampilanmu, karena perasaan saya ke kamu tanpa alasan."

Lagi-lagi Qila terpaku dengan ucapan suaminya. Sampai sekarang, dia tidak menyangka jika Adnan memilihnya. Walau atas dasar perjodohan.

"Sudahlah, kamu nggak perlu mikir buruk. Yang penting sekarang perasaan saya cuman buat kamu," lanjut Adnan setelah merasa Qila masih ragu padanya.

Perlahan, Adnan melepaskan pelukan mereka dan keduanya saling bertatapan. "Qil, nggak ada perempuan lain di hati saya, selain kamu. Walaupun mungkin sekarang kamu belum memiliki perasaan yang sama, tetapi saya tetap menyayangi kamu."

Mata Qila memerah karena mendengar ucapan sang suami. Dia benar-benar terharu dan bersyukur memiliki Adnan yang begitu memahaminya. "Aku juga sayang kok sama Mas Adnan. Sayang banget!"

Adnan tersenyum manis menanggapi ucapan Qila. Tangannya perlahan mengusap pipi sang istri yang sedikit kotor karena air matanya yang turun.

"Sudah ya, jangan nangis. Sekarang mending kita pulang dan istirahat," ajak Adnan dan Qila mengangguk dengan semangat.

Layaknya pasangan normal, keduanya saling berpegangan tangan saat keluar dari perusahaan milik Adnan dan langsung pergi ke tempat tinggal mereka.

Di kamar, Adnan terlihat sibuk membuka pakaian kerjanya dan Qila hanya memperhatikannya dari sofa.

Lama kelamaan, Qila yang bosan langsung beranjak dari tempat duduknya dan memeluk Adnan dari belakang yang membuat suaminya itu terkejut. "Qil, kamu kenapa?" tanya Adnan sembari membalik tubuhnya agar mereka saling berhadapan.

"Aku cuman mau bilang makasih, makasih sudah milih aku buat jadi istri kamu, Mas," ucap Qila pelan sembari mendongak agar dapat menatap Adnan.

Kedua tangan Adnan kemudian menangkup wajah Qila. "Masih tentang pembahasan tadi?" tanya Adnan dan Qila mengangguk dengan semangat.

Perlahan Qila mengalungkan tangannya ke leher Adnan dan memaksa wajah pria itu untuk mendekat ke arahnya. Adnan yang merasa aneh dengan sikap istrinya kemudian menahan apa yang Qila lakukan.

"Kamu mau ngapain?" tanya Adnan dengan dahi mengerut dan Qila langsung membuka matanya.

"Cium. Aku mau cium Mas."

"Kamu yakin, Qil?" tanya Adnan memastikan karena untuk pertama kalinya, sang istri mau melakukan hal intim padanya.

"Iya, aku yakin. Lagipula, cepat atau lambat kita juga bakal ngelakuin itu kan?"

Ucapan santai Qila membuat Adnan bertanya-tanya. Setelah asyik memperhatikan sekitar, mata Adnan kembali menatap Qila untuk mencari kepastian di sana. Sayangnya, tidak ada keraguan yang Adnan lihat sehingga pria itu langsung menarik wajah sang istri untuk mendekat ke arahnya.

Ciuman yang penuh gairah itu pun mereka lakukan, Adnan memimpin semuanya karena ciuman itu bukanlah ciuman pertama baginya.

Dengan semangat, Adnan mendorong Qila sampai istrinya itu tertidur di atas kasur dan setelah keduanya mulai kehabisan napas, Adnan menghentikan aktivitasnya.

"Mau coba yang lebih?" tanya Adnan dengan senyum menggodanya. Qila yang paham kemudian menganggukkan kepala dan keduanya memulai malam pertama mereka.

Keringat mulai membasahi tubuh keduanya. Tidak peduli dengan tubuh yang lengket, Adnan memeluk Qila yang sudah mulai kelelahan. Wajahnya mendekat tepat di sisi wajah Qila dan tiba-tiba mengecupnya pelan. "Selamat tidur, Sayang. Semoga mimpi indah."

Walau sudah cukup lelah, Qila tetap dapat mendengar apa yang suaminya ucapkan dan hanya tersenyum untuk menanggapi ucapannya.

Malam ini ditutup dengan pelukan erat Adnan yang seakan menahan diri Qila untuk pergi darinya. Padahal perempuan itu tidak akan pergi kemana-mana.

***

Diuji Sikap Si Istri KecilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang