Part 6 | The Dangerous Man

2.2K 141 2
                                    

"Lucy? "

Gerak langkah Aphrodite terhenti begitu namanya di sebut seorang pria dari belakangnya. Ia menoleh, sebelum membalas dengan kening mengerut. "Ya? "

Pria itu menatap canggung kearah Aphrodite. Pertama kali mereka bertemu selepas perkenalan Aphrodite saat gadis itu tiba untuk pertama kalinya di Paviliun Barat, baru sekarang pria itu menyapa Aphrodite secara pribadi. Meski ini ia lakukan untuk meminta bantuan gadis berkacamata itu.

"Itu... Bisakah kamu membantuku? " Pria itu bertanya dengan wajah kaku. Ia mengeluarkan senyum canggung, tak enak untuk meminta bantuan gadis itu.

Aphrodite mengangguk, berpikir setelah ini ia dibebas tugaskan. Madam Gissel berkata ia hanya perlu mengantar makan malam pukul 8 sebagai akhir kerjanya. Selepas itu, Tuan Muda sendiri yang akan memberikan perawatan khusus untuk Sylvia.

"Apa yang bisa ku bantu? " Mendengar kesanggupan Aphrodite, Pria itu mengeluarkan senyum lega. Ia pikir dirinya mengganggu Aphrodite ditengah tugas gadis itu sebagai pelayan pribadi. Namun respon positif gadis itu sanggup membuat ruang hatinya menjadi jauh lebih ringan sekarang.

"Bisakah kau mengantarkan Teh ini ke ruang kerja Tuan Muda? Biasanya Miryam yang akan mengantarkan, namun beberapa saat lalu ia mengeluh sakit perut dan berakhir bolak-balik ke toilet. Ku rasa ia mengalami diare karena makanan pedas yang dikonsumsinya siang tadi. "

"Benarkah? Aku turut prihatin dengan kondisinya. " Pria itu mengangguk lesu, ikut menyayangkan kondisi Miryam.

"Baiklah, aku akan membantumu setelah menaruh troli ini kebelakang. " Aphrodite melirik troli makanan yang dipegangnya.

Dengan cepat Pria itu mencegah Aphrodite menuju dapur belakang. "Tidak perlu. Aku akan menggantikan mu mengembalikan troli ini ke belakang. "

Aphrodite menaikkan alis menatap pria itu, sebelum mengangguk dan menyerahkan troli ke tangan pria itu. "Terima kasih. "

Pria itu menggeleng mendengar ucapan terimakasih dari Aphrodite. Bagaimanapun, ia yang telah memberatkan beban pada Aphrodite. Tak selayaknya gadis itu berterimakasih atas bantuan tak seberapanya. Seharusnya ia yang berterimakasih karena mau menggantikan tugas Miryam. "Jangan berterimakasih begitu. Aku yang seharusnya mengucapkan hal itu. Terimakasih sudah mau membantuku, Lucy. "

Aphrodite melebarkan senyum untuk pria itu. Tak ada salah baginya untuk membantu. Sejatinya, mereka sama-sama bekerja dari atasan yang sama, meski dengan bagian berbeda. Dengan ini, Aphrodite mengambil keuntungan untuk lebih dekat dengan rekan kerjanya. Aphrodite merasa terbantu juga.

"Jadi, mana yang harus ku antarkan? " Aphrodite menatap sekitar, berusaha menemukan sebuah nampan dengan cangkir teh diatasnya. Namun, sepanjang matanya mencari disekitar, benda yang dicari tak kunjung terlihat.

Pria itu membola sejenak sebelum berseru panik. "Sebentar! Aku akan bawakan padamu. "

Kepergian pria itu menjadi pemandangan Aphrodite saat ini. Ia melihat troli di depannya. Pikirannya sejenak teralih ke beberapa saat lalu, dimana untuk pertama kali ia melihat Sylvia tertawa dengan bahagia.

Meski belum genap sehari mengenal wanita itu, Aphrodite merasakan keterikatan dengannya. Wajah asing yang samar-samar membuatnya merindukan seseorang. Ia seperti pernah memiliki interaksi dengan seseorang, yang entah bagaimana memiliki pembawaan yang sama. Namun, Aphrodite dengan cepat menggeleng.

Bagaimana mungkin? Ia tumbuh besar di panti, tidak memungkinkan untuknya mengenal seseorang dengan derajat jauh diatasnya. Aura agung yang terpancar dari wanita itu sudah menjelaskan dilingkungan apa ia tumbuh.

Tidak hanya penampilan, bahkan pembawaannya sangat membuat Aphrodite kagum. Wanita itu mampu membuat Aphrodite terbuai akan kelembutan sifat dan kecantikan wajahnya.

How To Be A MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang