"Kak Sony! "
Bocah laki-laki berusia 9 tahun itu mengangkat wajah, pandangannya menatap lurus anak perempuan dua tahun dibawahnya.
"Ada apa, Clara? " Sony bertanya dengan nada suara lembut, memberikan perhatian penuh pada anak itu.
Dengan malu-malu, Clara mengulurkan tangan, menyodorkan satu buah untaian bunga yang ia susun menjadi mahkota bunga, cocok untuk dipakai anak lelaki itu.
"Aku membuatnya untuk kakak, " ujarnya pelan. Matanya melirik Sony dari balik poni tipis di dahi, sedangkan pipinya memerah.
Sony tersenyum lembut, menerima hadiah yang entah sudah berapa banyak ia dapatkan dari anak ini.
"Buat aku? " tanya Sony.
Mengangguk pelan, Clara mengulum senyum masih dengan pandangan malu ke arah Sony. "Iya, spesial untuk kakak. "
Sony tertawa, jenis tawa yang mampu menyihir banyak manusia untuk terjerat dalam lengkungan kurva bibir lelaki itu. Tak terkecuali Clara yang kini mematung dihadapi oleh pemandangan indah itu.
"Makasih, Clara. Aku akan menjaganya dengan baik, " ujar Sony dengan mengelus permukaan mahkota bunga ditangannya.
Tak kuasa dengan pesona Sony, Clara menjerit tertahan. Sungguh, Clara tak sanggup lagi menghadapi bagaimana Sony begitu menakjubkan.
"Aku senang kakak menerimanya. " Clara, bocah 7 tahun itu menatap penuh antusias anak lelaki cantik itu.
Sepanjang Clara hidup, Sony satu-satunya manusia yang mampu membuat Clara penasaran. Rasa penasaran Clara akan Sony bahkan lebih besar dari rasa penasarannya akan masa dewasa nanti.
Sedangkan Sony, menatap Clara sama dengan teman-temannya. Tidak berbeda, Clara satu dari banyak anak perempuan yang penasaran padanya.
Menanggap Clara adik sudah seperti keharusan untuk Sony. Oleh karena itu, Sony dengan baik hati selalu menerima apapun yang mereka berikan padanya.
Sony selalu mengingat anak-anak panti tempatnya tumbuh, ada anak seusia Clara juga di sana. Seorang anak dengan keterbatasan fisik, namun mampu membuatnya terus tersenyum.
Energinya juga kurang lebih sama dengan Clara. Tetapi Sony menyukai sosok seperti kakaknya untuk ia jadikan panutan. Seseorang yang ia rindukan kehadirannya.
Bahkan kini, ia tengah gelisah kala tak mendapat kabar setelah tiga hari lalu berkirim pesan pada kakaknya.
"Kakak! Kakak tahu tidak, aku sangat senang bisa bersekolah ditempat sama dengan kakak. " Clara mulai bercerita, dengan awal selalu sama. Sony bahkan sampai hapal dengan apa yang akan Clara katakan selanjutnya.
"Aku selalu senang. Bersyukur jika aku bisa kembali melihat kakak. Kakak itu penyemangat hidupku, tahu. "
Clara duduk di samping Sony, merebahkan dirinya di atas rumput hijau bawah pohon besar. Daun-daun menjuntai ke bawah dengan rindang, melindungi kedua bocah itu dari panas menyengat sinar matahari siang ini.
"Kakak mau tidak, jadi kakak aku? " Clara menatap Sony dari bawah, memandang penuh harap pada anak laki-laki itu.
Sony terdiam, tak tahu bagaimana cara menolak tawaran Clara yang entah sudah ke berapa kalinya diajukan setiap ada kesempatan. Gadis kecil itu seolah tak mengetahui arti penolakan.
"Clara, aku masih harus tinggal di panti. Aku tidak bisa menjadi kakakmu. "
Clara mengerutkan kening dalam, tak percaya oleh penolakan sama yang diberikan Sony kala ia mengajukan ajakan itu. Memang, apa yang ada di panti itu sampai Sony sebegitu enggannya untuk keluar?
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Be A Maid
Fiksi UmumR-19+ Terbangun tanpa ingatan bukanlah apa yang diinginkan oleh Aphrodite. Namun, itulah yang ia alami kala terbangun di usia menginjak 9 tahun dalam rumah sederhana dengan keadaan tubuh remuk redam. Tumbuh besar di panti asuhan bersama anak-anak s...