Sore hari, saat orang dewasa telah keluar dari gedung-gedung tinggi ditengah kota, anak-anak sekolah menengah atas keluar gerbang gedung pendidikan, dengan senyum di wajah, saling melambai tanda perpisahan.
Di sebuah rumah besar, gadis cantik bersurai hitam legam nampak berjalan mengendap-endap. Kepalanya menoleh kanan-kiri, seolah takut terlihat seorang. Saat mendengar ketukan sepatu dilantai mendekat kearahnya, gadis kecil itu bergegas menyembunyikan tubuh di balik tiang. Telapak tangannya menutup bibir, membungkam untuk mencegah suara tawa keluar dari bibir merah itu.
Matanya berbinar terang, seolah menunggu akan tindakan apa yang akan sosok itu lakukan selanjutnya.
"Aphrodite, kau dimana sayang? "
Gadis kecil itu terkikik geli, menahan diri untuk tidak berseru menyambut panggilan sosok itu. Menenangkan detak jantungnya yang berdetak kencang, gadis itu semakin memberi tatapan tak sabar.
"Sayang, Papa membawa banyak cokelat untukmu. Apa kau tak menginginkannya? "
Mata gadis itu berbinar tak sabar. Namun mengingat usahanya untuk membuat sang Papa mencari keberadaannya, ia menahan. Menggigit bibir bawah menahan jeritan antusias, gadis itu terduduk di lantai.
"Benar tidak ingin? Yasudah, Papa akan memberikan semua cokelat ini untuk Kak Lia. Kamu tak akan dapat apa-apa jika Kak Lia menerimanya. "
Aphrodite gelisah. Cokelat yang dibawa Papa sangat enak dilidahnya. Bayangan akan cokelat itu lumer didalam mulut dengan rasa manis yang khas membuat pertahanan gadis kecil itu goyah.
'Apakah aku harus menyerah sekarang? ' batinnya gamang.
"Benarkah? Wah, pasti Kak Lia sangat senang jika semua cokelat ini untuknya. Aphrodite menyia-nyiakan semua ini. Papa tidak akan memberikannya meski kamu merengek. "
Setelah mengeraskan hati, Aphrodite pada akhirnya menyerah. Ia mengintip dari balik tiang, melongokkan kepalanya keluar. Dari tempatnya berdiri, punggung Papa terlihat kokoh. Ditangannya terdapat kantong dari toko cokelat terkenal.
Melihatnya pun sudah membuatnya tak dapat menahan saliva di mulutnya. Matanya berbinar tak sabar. Langkahnya bergegas mendekati Papa, menimbulkan suara keras dari alas kaki yang ia gunakan.
"Papa! " serunya ceria dengan kedua tangan terangkat keatas. Pria itu berbalik, menatap gadis kecil lima tahun berlari kearahnya.
Senyum terbit dengan cepat, sudah ditebak jika gadis kecil itu akan lemah dengan hadiah ditangannya.
Menaruh kantong cokelat, kedua tangannya menyambut sang gadis kecil, membawanya terangkat tinggi sebelum memutarnya. Hal itu dihadiahi tawa ceria sang gadis kecil.
"Lagi! Papa, lebih tinggi lagi! "
Wajah tampan Papa bersinar bahagia, senyum dan tawa yang selalu menjadi penyemangat hidupnya setelah sang istri berpulang. Lebih dari apapun, gadis yang kini tengah tertawa itu adalah harta paling berharga miliknya.
"Senang, hm? " Papa menaikan sebelah alisnya menggoda. Aphrodite tertawa sebelum mengangguk kencang. "Aku senang! Mana cokelat aku? "
Papa tertawa, pikiran anaknya itu hanya terfokus pada makanan manis yang dibawa. Sedangkan ia berharap jika Aphrodite mengungkapkan kerinduannya setelah dua minggu tak bertemu.
"Hanya ingin cokelat yang Papa bawa? Kamu tidak rindu Papa? " Mengedipkan kedua mata polos, gadis itu mengangguk sebelum melebarkan senyum.
"Tentu saja! Aku merindukan Papa, tapi aku lebih rindu cokelat ku! "
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Be A Maid
General FictionR-19+ Terbangun tanpa ingatan bukanlah apa yang diinginkan oleh Aphrodite. Namun, itulah yang ia alami kala terbangun di usia menginjak 9 tahun dalam rumah sederhana dengan keadaan tubuh remuk redam. Tumbuh besar di panti asuhan bersama anak-anak s...