Menatap pintu didepannya, Aphrodite menarik napas panjang. Tangannya tanpa sadar gemetar, jantungnya berdetak kencang. Seharusnya Aphrodite tak perlu bereaksi berlebihan begini. Namun, mengingat didalam sana terdapat seseorang yang menjadi pelaku atas luka di tubuhnya, Aphrodite tak bisa menahan trauma yang merambat perlahan di dalam dirinya.
Mencoba menguatkan diri, gadis itu mengepalkan tangan erat sebelum merenggangkan dan terangkat, mengetuk pintu didepannya.
"Masuk."
Suara khas pria dewasa terdengar serak mengalun ke indera pendengar Aphrodite, jelas hapal betul siapa pemilik suara memikat itu.
Kembali menguatkan hati, Aphrodite mengatur ekspresi menjadi lebih rileks. Mencoba menyunggingkan senyum sebelum membuka pintu didepannya.
"Selamat malam, Nona, Tuan, " salam Aphrodite membungkuk kearah dimana Max dan Sylvia berada. Keduanya tengah berada diatas ranjang, saling memeluk erat. Tidak, lebih kepada Max memeluk erat tubuh Sylvia disampingnya. Pria itu bahkan tak repot berbalik badan untuk melihatnya.
Sylvia bergegas bangun, menyingkirkan lengan kekar Max dari pinggangnya, menoleh kebelakang untuk menemukan Aphrodite berdiri dengan wajah menunduk.
"Lucy? " Sylvia memanggil lirih, berharap sosok didepannya bukan ilusi.
Aphrodite mengangkat wajah, menatap Sylvia dengan senyum lembut, seperti sebagaimana ia berikan pada wanita itu.
"Ya, Nona. "
Mata Sylvia berkaca-kaca. Gadis itu bergerak ingin turun ranjang, namun lengan Max lebih dulu menggapai pinggang ramping Sylvia, membawa wanita itu kembali dalam pelukannya.
"Apa kau mencampakkan aku begitu kesayanganmu datang, honey? " Max berujar lirih, matanya menatap sendu Sylvia. Sedangkan Sylvia memutar bola matanya, kembali terusik oleh perilaku tak biasa Max.
Aphrodite membeku ditempatnya, tak berani mengangkat wajah. Ekspresi keji dan binar mata seorang maniak masih terbayang erat dipikirannya kala tak sengaja menatap wajah Max. Mencengkeram erat tangannya di atas paha, Aphrodite mencoba tak terusik oleh tatapan Max.
"Berhentilah Max. Aku ingin melihat Lucy. Aku takut... "
"Kau takut aku melukainya? Kau tak mempercayaiku? " suara sedih diiringi tatapan mata anjing, Max mendesak kemanusiaan Sylvia lewat tatapannya.
Wanita itu dilanda bimbang. Apakah Max jujur atau kembali mempermainkannya? Sylvia tak tahu lagi.
"Jika kau tidak melakukan hal itu, kau tak akan melarangku mendekatinya, Max. "
Ekspresi Max semakin nelangsa dituduh sedemikian oleh sang pujaan hati. Perlahan, lilitan tangan dipinggang Sylvia mengendur. Pria itu membiarkan sang wanita membuktikan dengan sendiri bagaimana keadaan pelayannya itu.
"Lihatlah. Aku sama sekali tidak menyakitinya. " Max berujar yakin, berikut tatapan teguh yang dilayangkannya.
Ditempatnya Aphrodite menahan gemeletuk gigi, merasa jijik dengan sikap Max. Namun saat Sylvia mendekat, Aphrodite ikut menebar senyum menenangkan. Bermain peran sebagai orang baik-baik saja bukan perkara sulit.
"Saya baik, Nona. "
Sylvia menatap selidik pada Aphrodite, mencoba mencari celah dari kebohongan gadis didepannya. Namun wajah meyakinkan Aphrodite mampu membuat Sylvia menghembuskan napas lega.
"Kemana saja kamu, Lucy? Aku tak melihatmu beberapa hari terakhir. " Meski telah reda kekhawatiran perkara luka ditubuh Aphrodite, ada kekhawatiran lain didalam diri Sylvia.
"Tuan Max meminta saya melakukan tugas luar. Saya mohon maaf karena tidak sempat memberi tahu anda, Nona. " Senyum meyakinkan tersungging sempurna di wajah Aphrodite. Sylvia bahkan dengan mudah percaya setelah menyorot penuh selidik kearah Aphrodite, berharap ada celah yang mampu dibaca. Namun, Aphrodite terlalu mulus melakukan dusta.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Be A Maid
Ficción GeneralR-19+ Terbangun tanpa ingatan bukanlah apa yang diinginkan oleh Aphrodite. Namun, itulah yang ia alami kala terbangun di usia menginjak 9 tahun dalam rumah sederhana dengan keadaan tubuh remuk redam. Tumbuh besar di panti asuhan bersama anak-anak s...