Part 5 | Happy Night

2.2K 144 4
                                    

"Lucy, apa yang kau lakukan disini? "

Aphrodite menoleh kebelakang, menemukan Tamara berdiri tak jauh darinya dengan keranjang berisi pakaian bersih. Ia menatap kearahnya dengan kening berkerut dalam.

Senyum di lebarkan paksa pada bibirnya, membuat kurva lengkung untuk menunjukkan perasannya kini.

"Tidak. Aku hanya, tengah mengistirahatkan mentalku. Yeah, kau pasti mengerti, " ujarnya lemah sebelum kembali fokus membentuk lingkaran di atas tanah dengan ranting yang ia temui.

Alis Tamara naik sebelah, dengan otak berpikir keras mengenai maksud ucapan gadis itu. Sebelum akhirnya ia tertawa geli begitu tahu alasan Aphrodite tengah frustasi saat ini.

Beranjak mendekat, Tamara menaruh keranjang baju di atas rumput hijau dan ikut berjongkok di sisi Aphrodite. "Aku tahu mentalmu pasti terguncang. Entah karena kegiatan XXX atau kegiatan XXX. Sebelum kau datang, aku pernah berada di posisimu. Menahan hasrat ingin menjerit melihat mereka. Tetapi, kau tahu kita tak bisa melakukannya, kan? Seiring berjalannya waktu, kau akan terbiasa. Semua hanya masalah waktu, tenang saja. "

Aphrodite mendelik sinis kearahnya. Bagaimana bisa menjadi terbiasa saat ia saja tidak pernah melihat hal sevulgar itu. Jangankan dunia nyata, dalam fiksi sekalipun, Aphrodite tidak pernah.

Tumbuh besar di panti dengan waktu luang ia gunakan untuk menambah pemasukan, mana mungkin Aphrodite memiliki waktu untuk bersantai apalagi sampai melihat berbagai macam bacaan atau gambar kegiatan vulgar begitu.

Saat pertama kali melihatnya, rasa geli menyelinap dalam diri Aphrodite. Entah bagaimana jika ia terlibat dalam kegiatan itu. Aphrodite menggeleng, mengusir pikiran liarnya.

Menghela napas panjang, Aphrodite mengajukan pertanyaan pada Tamara. "Apa saat mereka melakukan kegiatan itu, aku harus tetap berada di sekitar mereka? "

Tamara menoleh kearah Aphrodite, menatap wajah melas gadis itu. Senyum geli tak mampu ia sembunyikan saat melihat bagaimana lucunya respon Aphrodite. Agaknya, kegiatan pagi Tuan dan Nonanya cukup meninggalkan trauma mendalam untuknya. Lihatlah, tangannya bahkan gemetar saat memegang ranting untuk membentuk lingkaran di atas tanah.

"Mau bagaimana lagi? Itu sudah menjadi aturan tidak tertulis jika kita, sebagai pelayan dilarang pergi sebelum Tuan memberi perintah. Bagaimanapun situasinya, selama belum ada perintah, kita akan terus berada di sana. "

Aphrodite menatap melas kearah Tamara. Dua adegan pagi tadi saja sudah mampu mengguncang mentalnya. Bagaimana dengan hari selanjutnya? Aphrodite tak mampu membayangkan dirinya harus menjadi saksi bisu bagaimana keturunan Tuan dan Nona dibuat. Apakah saat anak keduanya lahir dan bertanya padanya bagaimana ia dibuat, Aphrodite harus menjelaskan secara terperinci bagaimana sang Nona menjerit dibawah kuasa Tuannya?

Mengusap pelan punggung gadis remaja itu, Tamara memberikan senyum menenangkan miliknya. "Meski begitu, bukan berarti kita tidak bisa mengalihkan pikiran kita untuk sementara waktu, benar? "

Kening Aphrodite mengerut, mencoba menerjemahkan kata-kata Tamara. "Kamu bisa memanipulasi pikiranmu agar tidak terfokus pada apa yang tengah terjadi di sekitarmu. Pikirkan saja hal-hal menyenangkan hingga mampu menjaga pikiranmu agar tetap waras. Dengan begitu, aku yakin kau mampu bertahan, Lucy. "

Senyum perlahan mengembang dari bibir semerah delima milik Aphrodite. Gadis itu mengangguk setelah berpikir jika saran Tamara tidak begitu buruk untuk dicoba.

"Terimakasih, Kak. "

Tamara tertawa mendengarnya. Sebelum Aphrodite hadir, Tamara menjadi pelayan termuda di rumah ini. Begitu mendapati seseorang memanggilnya, Kakak, tanpa sadar ia menjadi geli sendiri. Meski rasa bangga terus mengembang dalam hatinya. Rasa kepedulian dan keinginan untuk melindungi mengakar kuat dalam diri Tamara. Ia tanpa sadar ingin terus berada di sisi Aphrodite, memberikan wawasan mengenai dunia kepada gadis yang seperti sepotong kertas putih bersih.

How To Be A MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang