Part 17 | I Know

1.2K 106 4
                                    

Sshhh.... ” ringisan kecil keluar dari bibir Aphrodite. Luka di punggungnya telah kering berkat perawatan telaten yang dilakukan Khairos padanya.

“Apakah masih sakit? ” panik Khairos menghentikan olesan salep di punggung telanjang Aphrodite.

Menahan denyut nyeri di punggung, Aphrodite mengangguk pelan. “Yah, memang masih agak sakit. Namun itu bukan apa-apa, Tuan Muda. ”

“Bukan apa-apa, bagaimana? Rasa sakit tak bisa di katakan baik-baik saja, Lucy. Bagaimana kamu bisa mengabaikan rasa sakit? Katakan jika itu sakit. Jangan menutupi rasa itu dengan kata baik-baik saja, kau akan lupa dengan arti sebenarnya dari rasa sakit jika terbiasa mengatakan baik-baik saja. Dan, jangan panggil aku dengan sebutan itu lagi. Kau sudah berjanji, ingat?”

Aphrodite terkekeh pelan. Memang, Khairos jauh berbeda dengan Max. Max si pemberi luka, sedangkan Khairos si penyembuh. “Saya hanya menghormati anda, Tuan Muda. ”

Cemberut, Khairos sama sekali membenci panggilan itu keluar dari bibir Aphrodite. “Tidak perlu. Yang memberimu gaji bukan aku, cukup panggil aku dengan nama. Kau tidak bekerja untukku, oke? ”

Menggeleng pelan, Aphrodite ingin sedikit menggoda pria dibelakangnya. Nada merajuk dari pria itu sedikit banyak menghibur dirinya. “Bagaimana mungkin? Anda adik Tuan Max. Jadi, bukankah sama saja? ”

“Tidak. Aku tidak tinggal disini juga. Aku memiliki rumah sendiri. Jika kamu bekerja di rumahku, kau baru boleh memanggilku dengan sebutan Tuan Muda. ”

Aphrodite melebarkan senyum. “Jadi, haruskah saya pindah untuk bekerja dengan anda? ” goda Aphrodite sembari melirik ke belakang.

“Tidak perlu. Aku tak ingin kau datang ke rumah ku untuk menjadi pelayan. Aku tidak kekurangan pelayan, kau tahu? ” ujar Khairos. Aphrodite tertawa kecil.

“Benarkah? Lalu, saya akan datang sebagai apa? ”

“Kau bisa datang sebagai tamu terhormat. ”

Mengedipkan mata pelan, sontak Aphrodite tertawa keras. “Bagaimana mungkin? Lelucon anda sungguh lucu. ”

Khairos hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Aphrodite. Namun saat matanya kembali menatap punggung penuh luka itu, raut wajahnya berubah sendu.

“Maaf, Lucy. ”

Hm? Apa anda mengatakan sesuatu? ” Aphrodite bertanya, ia mendengar lelaki itu kembali mengucapkan maaf.

“Maaf telah menorehkan luka untukmu. ” Khairos tersenyum sedih. Sorot matanya sendu saat bertatapan langsung dengan mata biru Aphrodite.

“Anda sudah terlalu sering meminta maaf. Jangan terlalu merendah seperti itu, Tuan Muda. apalagi untuk orang seperti saya. ”

Melihat Khairos dengan mudah meminta maaf membuat Aphrodite ingin menghentikan. Jika tidak, mungkin itu akan menjadi sebuah kebiasaan yang akan membuatnya dipandang rendah.

“Tidak apa. Aku hanya melakukannya padamu. ”

“Tidak perlu membual. Saya yakin anda mengatakannya pada semua orang yang anda lewati. ” Bagaimana mungkin Khairos hanya mengatakan padanya? Tidak mungkin.

Apalagi melihat bagaimana ramah pemuda itu pada tiap orang yang dilewati. Bahkan tak jarang pelayan kediaman ini mengagungkan sikapnya yang berbanding terbalik dengan Max, kakaknya.

“Beneran. Kamu tidak percaya? ”

Menggeleng tegas, Aphrodite menatap lurus ke depan. “Yakin! Seribu persen yakin! ”

“Yasudah jika kau tak percaya, ” ujarnya lemah, tak lagi mencoba membuat Aphrodite percaya.

Ia mengambil kasa steril dari kotak obat, membalut kembali luka di punggung Aphrodite setelah menerapkan salep.

How To Be A MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang