Dua hari berlalu cepat. Aphrodite menyiapkan dengan semangat kegiatan luar ruangan pertama kali Sylvia. Dengan rekomendasi Tamara dan beberapa pelayan lama Mansion ini, ia mendapat banyak sekali ide untuk membuat kegiatan kali ini menyenangkan.
Di dapur, ia dibantu Tamara menyiapkan bekal untuk dibawa piknik.
"Kau jadi menggunakan taman di dekat danau? " Tamara bertanya dengan tangan cekatan memasukkan beberapa roti kedalam keranjang piknik.
Aphrodite mengangguk semangat dengan senyum cerah. "Yakin! Nona pasti senang. Kau tahu? Saat pertama kali aku melihat danau itu, aku terpukau. "
Aphrodite menghentikan gerakan tangannya yang tengah membuat sandwich untuk dibawa. Ia mengingat kembali saat pertama kali melihat danau buatan di rumah ini.
Letaknya berada tak jauh dari bangunan utama. Masih dapat dipantau dari ruang kerja Max. Itulah salah satu alasan mengapa ia sangat yakin. Satu dua alasan dengan menggunakan danau sebagai tempat piknik mereka, Aphrodite dapat meyakinkan Max.
Sylvia mungkin tak tahu, namun Aphrodite jelas mengetahuinya. Ia pernah sekali melihat Max tengah menatap danau lewat jendela ruang kerjanya.
"Kau yakin? Aku tak ingin kau mendapat hukuman dari Tuan. "
Tamara memandang prihatin ke arahnya. Bukan tanpa sebab, namun membawa Sylvia keluar ruangan saja sudah menjadi hal ajaib selama ia bekerja di rumah besar ini. Dan fakta terbarunya, orang yang membawa Nona rumah ini adalah orang baru.
"Tenang saja. Tuan sudah mengizinkan. Tak perlu cemas begitu. "
Melihat senyum cerah milik Aphrodite membuat Tamara kembali dilanda gelisah. Perasaannya buruk sejak Aphrodite bercerita jika ia berhasil meyakinkan Tuan Muda mereka untuk membawa Sylvia keluar.
Pasti ada hal yang harus di pertaruhkan Aphrodite, atau apa yang ditawarkan Aphrodite sampai Tuan mereka memberikan izin semudah itu?
Bahkan Madam Gissel saja tak semudah itu menerima izin dari Tuan Muda. Tamara tak habis pikir. Namun satu hal yang ia percaya, Aphrodite bukan orang ceroboh. Ia percaya Aphrodite mampu memegang kepercayaannya.
"Aku hanya mengkhawatirkan mu, " ujar Tamara dengan senyum tipis.
Aphrodite tertawa kecil. Ia mengerti perasaan Tamara. Namun, ini sudah menjadi keputusannya. Ia ingin mengembalikan dan mengabadikan senyum ceria milik Sylvia.
...
"Nona, jangan buka penutup mata anda sampai saya mengatakan untuk membukanya, oke? "
Aphrodite memberi petuah untuk Sylvia dengan memegang sebuah kain renda putih tak tembus pandang. Ia ingin memberikan sebuah kejutan manis untuk Sylvia. Berharap dengan apa yang akan ia lakukan mampu membuat perempuan itu semakin bahagia, melupakan sejenak gundah gulana yang bergelantung di hatinya.
Sylvia mengangguk dengan perasaan menggebu. Ia menyukai kejutan, apalagi jika itu diberikan oleh Aphrodite. Hatinya tanpa sadar mengharapkan sejauh mana Aphrodite mampu membuatnya bahagia. Binar mata perempuan itu secerah mentari hari ini.
"Saya akan memasangkan ini. Jangan takut Nona, saya akan berada di sisi anda, memegangi anda dan menuntun anda. Saya akan menggunakan lift agar anda tak perlu menuruni tangga. "
"Kau tahu di rumah ini ada lift? " Sylvia mengerutkan kening. Ia bahkan baru mengetahuinya jika saja Aphrodite tak memberi tahu.
"Ya, Tuan yang memberikan saya aksesnya. " Senyum ceria kembali menyapa wajah cantik Aphrodite. Perempuan itu bergegas menutup mata Sylvia, sebelum menuntun Sylvia untuk pergi ke taman dekat danau.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Be A Maid
General FictionR-19+ Terbangun tanpa ingatan bukanlah apa yang diinginkan oleh Aphrodite. Namun, itulah yang ia alami kala terbangun di usia menginjak 9 tahun dalam rumah sederhana dengan keadaan tubuh remuk redam. Tumbuh besar di panti asuhan bersama anak-anak s...