Warn! 18+!
...
Selepas kepergian Max, Aphrodite menatap wanita di atas ranjang yang masih sibuk menahan malu. Dari tempatnya berdiri, Aphrodite dapat melihat bagaimana tubuh langsing itu gemetar tipis dibawah selimut.
"Nona, mari saya bantu. "
Mengambil inisiatif, Aphrodite melangkah maju, mengulurkan tangan guna menjangkau tubuh halus sang Nona. Wanita itu tersentak, sebelum mundur dengan sebelah tangan terangkat.
"Berhenti! Aku bisa melakukannya sendiri. Kau pergilah! "
Mendapat perintah pertama dari sang Nona, Aphrodite bimbang. Madam Gissel, Tamara, juga Tuan Muda memintanya untuk mengajukan izin atas setiap permintaan wanita itu. Namun, Tuan Muda sudah memberi titah untuk membantu wanita itu. Haruskah Aphrodite menuruti permintaannya?
Menggeleng pelan, Aphrodite menguatkan tekad. Tidak, perintah Tuan Muda tentu menjadi hal pertama yang harus ia lakukan. Jadi, ia menghela napas panjang sebelum menjawab, "Maaf Nona, Tuan Muda memerintahkan saya untuk membantu Anda membersihkan diri. Mari, saya bantu. "
Mengingat bagaimana tabiat pria yang membawanya pada rumah mewah ini, Wanita itu memilih untuk menurut. Ia menerima uluran tangan ramping pelayan barunya itu. Saat tangannya bersinggungan dengan tangan gadis itu, wanita itu tak bisa untuk tidak terkejut. Rasa halus dari tangan yang lebih besar sedikit darinya itu membuat ia menoleh kearah gadis berkacamata didepannya.
"Tanganmu... "
Aphrodite menatap wanita itu dengan kening mengerut. "Ada apa dengan tangan saya, Nona? "
"Kau perawatan? Tanganmu sangat halus. Bahkan tanganku kalah dengan kehalusan kulitmu jika aku tidak melakukan perawatan. "
Aphrodite terkekeh pelan melihat bagaimana binar indah terlihat di mata coklat wanita itu. "Banyak yang mengatakan hal itu begitu tak sengaja menyentuh tangan saya. Saya besar di sebuah panti, bagaimana caranya saya bisa melakukan perawatan? Semua ini hadiah yang diberikan Tuhan pada saya, dan saya bersyukur atasnya. "
Wanita itu berdecak kagum. Binar iri terlihat dari matanya, namun dengan cepat ia menepis. Beranjak bangun, wanita itu meringis saat rasa tak nyaman dari pangkal paha dan tubuhnya mendera. Aphrodite membantu menahan selimut yang menutupi tubuh polos wanita itu.
Mereka berjalan pelan menuju kamar mandi. Bergegas Aphrodite menyiapkan segala hal yang diperlukan wanita itu untuk membersihkan diri. Sebelum kembali menuntun wanita itu menuju bathtub dengan air hangat dan busa beraroma menenangkan.
"Siapa namamu? " Wanita itu bertanya begitu berhasil menenangkan otot kaki di seluruh tubuhnya dengan berendam.
"Saya Lucette, pelayan pribadi anda. Anda dapat memanggil saya Lucy. "
Mengusap dengan hati-hati tiap inci kulit dengan bercak kemerahan tersebar, Aphrodite menjawab tiap pertanyaan yang terlontar dari wanita itu.
"Kau pelayan baru di rumah ini? Aku tidak melihatmu sejak pertama kali menginjakkan kaki disini. "
Aphrodite mengangguk. "Ya, saya baru sampai kemarin, dan mulai bekerja hari ini. "
Mengangguk paham, wanita itu memainkan busa yang tersebar di sekitar tubuhnya. "Aku Sylvia Camellia D'Angelo. Orang mengenalku sebagai kekasih Tuanmu. Salam kenal, Lucy. "
Seruan manis dari wanita bernama Sylvia itu membuat Aphrodite tanpa sadar melengkungkan sebuah senyum. Meski usianya mungkin berada di atasnya, tetapi energi positif dari dirinya membuat Aphrodite merasakan sebuah dorongan untuk melindungi wanita rapuh ini. Wanita ini terlihat lebih lemah dari wanita manapun yang pernah dilihat Aphrodite. Mungkin, karena Sylvia tumbuh besar dengan menerima cinta, hingga tak banyak hal yang harus ia lakukan untuk membuatnya bertahan. Betapa beruntung hidup Sylvia.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Be A Maid
Fiksi UmumR-19+ Terbangun tanpa ingatan bukanlah apa yang diinginkan oleh Aphrodite. Namun, itulah yang ia alami kala terbangun di usia menginjak 9 tahun dalam rumah sederhana dengan keadaan tubuh remuk redam. Tumbuh besar di panti asuhan bersama anak-anak s...