End (5)

376 20 1
                                    

Gadis berambut cokelat itu tengah mengelap meja. Kelelahan sangat terlihat di wajahnya yang pucat itu.

'Kenapa...,' batinnya, 'kenapa hidupku jadi begini?'

Matanya yang berwarna hijau gelap itu terlihat ingin menumpahkan air mata. Ia yang merupakan seorang putri mengapa harus menjadi pelayan rendahan seperti ini? Harusnya ia masih berada di istana. Tidur di kasur empuknya. Hanya perlu duduk santai dan tersenyum saja. Tidak ada orang yang akan berani menghinanya.

Ia adalah Putri Obelia.

Tapi kenapa ia berakhir seperti ini?

'Ini semua salah bibi,' gumam Zenit marah.

Istana Emerald....

Ketika hari pemberontakan....

Zenit dengan cemas memandang teh hangatnya itu. Walau jarak Istana Emerald tidak sedekat dekat istana utama, ia bisa mendengar pertarungan yang terjadi.

Jantungnya berdetak dengan cepat. "Semuanya akan baik-baik saja. Ayah pasti bisa merebut istana. Iya, ayah pasti bisa merebut istana dan jadi Kaisar. Lalu aku akan penerus tahta bersama Ijekiel," gumam Zenit berulang-ulang. Meskipun begitu, rasa takut tetap saja menyelimu dirinya.

"Zenit!" Rosalia yang tiba-tiba mengagetkan Zenit.

Zenit pun bertanya, "Ada apa, Bibi? Kita sudah menang?" dengan mata berbinar.

Tapi, wanita berumur yang masih cantik itu malah menarik tangannya dan langsung membawanya pergi.

"Bibi?! Kita mau kemana?" Zenit bingung mengapa mereka justru berjalan ke arah dapur istana.

"Kita kalah. Kekasih Putri Terbuang itu ikut campur dan membuat pasukan kita kalah telak." Rosalia menjelaskan sesingkat mungkin. Ia segera menuju lemari piring.

Zenit jadi panik mendengar kabar itu. "A... A... Ja... jadi kayak apa? Ijekiel, Paman, ayah, akan dihukum mati?" tanyanya panik. Rosalia mengabaikan pertanyaan itu dan asyik mengutak-atik lemari piring itu. Mata Rosalia membola begitu menemukan yang ia cari. Setelah menekannya, ada dinding yang tiba-tiba membuka dan menjadi jalan.

"Ah, jalan rahasia? Bagaimana bisa?" Zenit sama sekali tidak tahu ada jalan tersembunyi di istananya itu.

"Zenit, ayo! Apa kau mau ikut ditangkap dan mati?!" Rosalia sudah duluan masuk ke jalan rahasia itu. Zenit yang tidak punya pilihan pun mengikuti sang bibi. Jalan rahasia sangat panjang. Sang Tuan Putri yang memakai hels ini tentunya merasa pegal di kakinya.

Hanya dengan diterangi obor, Rosalia memimpin jalan ini. Setelah lama berjalan, mereka pun sampai di jalan keluar. Jalan rahasia ini mengarah ke arah hutan yang di luar lingkungan ibu kota.

"Kok Bibi bisa tahu ada jalan rahasia di situ?" tanya Zenit sejak berada di jalan gelap itu tapi sang bibi sama sekali tidak menjawab.

Rosalia mengedarkan pandangannya. Begitu menemukan yang dicari, ia pun segera menarik Zenit menuju kereta kuda yang sudah menunggu mereka.

Dan singkat cerita, kedua orang itu berhasil kabur dari ibu kota. Pergi ke kota pinggiran Obelia dengan cepat sebelum bisa dilacak oleh sang Kaisar.

Mereka pun berakhir di sini. Kota Tyar yang memang berada di pinggiran dan agak terpencil. Demi bertahan hidup, kedua orang itu harus bekerja. Rosalia bekerja 'malam' karena yang bisa dia andalkan adalah kecantikan wajah juga tubuhnya dan Zenit bekerja di toko roti sebagai tukang bersih-bersih.

Untuk pertama kali dalam hidupnya, Zenit merasakan jadi rakyat jelata. Harus bekerja keras hanya untuk bisa makan. Dirinya yang biasanya hanya dilayani itu kini harus melayani orang lain.

"Astaga...!" Pemilik toko roti yang seorang ibu-ibu berbadan besar itu menyadarkan Zenit dari lamunannya.

"Bukannya kerja malah melamun!" seru Ibu Pemilik Roti, "itu meja depan masih ada yang kotor. Bersihkan sana! Jangan jadi pemalas! Kupotong gajimu nanti."

Zenit berusaha sekuat tenaga untuk menahan amarahnya. Ia lantas segera melaksanakan yang diucapkan sang bos. Dengan perasaan kesal dia pun mulai membersihkan meja-meja yang kotor. Karena dilakukan sambil marah-marah, tanpa sengaja Zenit menyenggol gelas yang berjejer hinga jadi jatuhan.

Suara jatuhan yang cukup ribut itu mengundang perhatian.

Wajah Zenit semakin memucat.

"Astaga...! Anak cewek ceroboh betul! Kalau gini mana mungkin kau bisa nikah. Ck... ck... ck...." Kepala Zenit rasanya mau pecah mendengar omelan dari pemilik toko roti itu.

Gadis berambut cokelat itu merapikan kembali gelas yang jatuh tapi omelan sang bos tetap berlanjut, "Hah... padahal aku terima kau karena kasihan luntang-lantung gak keurus. Kau harus bisa berguna. Setidaknya bisalah untuk bersih-bersih. Kau tidak mau jadi pekerja 'malam' seperti bibimu itu, kan?"

Meskipun bukan kota besar, tetap saja kota ini cukup banyak orang. Rosalia dengan mudah menjadi incaran pria-pria di sini. Dan membuat para wanita iri akan keahliannya memuaskan Pria. Seperti seorang profesional saja.

Tapi, Zenit tidak suka mendengar itu. Sudah 2 minggu ia berada di kota ini, dan beberapa orang tidak suka padanya karena pekerjaan sang bibi. Orang-orang jadi membicarakannya dari belakang dan menghinanya. Tapi demi bertahan hidup, Zenit pun harus menerima semua hinaan itu.

Sesampainya di penginapan, Gadis berambut cokelat itu meradang begitu melihat Rosalia yang masih tertidur padahal bentar lagi matahari terbenam. Zenit yang tak bisa menahan amarahnya berteriak, "Bibi, bangun!"

Teriakan yang nyaring sampai Rosalia pun bangun dari tidurnya. Dengan mata yang kesal, Rosalia balik membentak Zenit. "Apa, si,h Zenit?! Orang lagi tidur dibangunin!"

"Ini hampir malam, Bi. Bibi belum juga bangun," ucap Zenit balik membalas,"sampai kapan Bibi mau kayak gini? Hidup gak jelas jadi pelacur! Bibi gak punya harg—"

Ucapan Zenit itu terhenti begitu mendapat tamparan dari sang bibi.

"Tutup mulutmu! Aku jadi pelacur supaya kita bisa makan!" seru Rosalia, "Apa menurutmu dapat uang itu mudah, hah?! Daripada protes sama kerjaanku lebih baik kau kerja yang betul supaya gak potong gaji terus!

"Arg! Bangun-bangun langsung bikin emosi! Gak berguna!" Rosalia langsung masuk kamar mandi untuk membersihkan dirinya. meninggalkan Zenit yang menangis.

'Kenapa nasibku jadi kayak gini?' Kalimat yang terus saja Zenit tanyakan.

~o0o~

Ada dua alasan mengapa Lucas memungut Blackie. Alasan pertama adalah hewan berbulu itu imut dan sudah pasti menjadi kesukaan Athanasia. Lalu, alasan kedua adalah jenis kelaminnya yang laki-laki. Otomatis, tidak akan beranak.

Hanya saja, Lucas tidak tahu kalau Blackie tipe penjantan yang bertanggung jawab.

Seekor anjing yang berwarna emas agak cokelat itu sedang memakan snack anjing. Di sekitarnya sudah ada 3 anak anjing dengan belang yang sama asyik bermain bersama dengan anjing besar berbulu hitam yang tak lain adalah Blackie.

"Bisa-bisanya kau bawa janda pulang," gumam Lucas, "anak tiga lagi."

Blackie yang melihat tuannya jengkel justru mengibarkan ekornya tanda senang. dan tidak ada yang Lucas bisa lakukan. Terlebih orang-orang di kediaman York nampak menyukai hewan berbulu ini.

"Kyaa! Lucunya!" dan sang tokoh utamapun menyukai mereka. Athanasia mengambil salah satu anak anjing itu dan memeluknya gemas.

"Aku lebih lucu dari mereka," ucap Lucas pelan. Tapi, sayangnya Athanasia tidak bisa mendengarnya.

"Kau bilang sesuatu, Lucas?" tanya gadis bermata permata itu dan dijawab gelengan kepala dari Lucas.

Bukan cuma Athanasia yang gemas dengan anak anjing itu, dua orang pelayan di kediaman York juga ikut bermain dengan anak anjing itu. Mengabaikan pria tampan yang cuma jadi penonton saja.


Note : Mona harap kalian gak tunggu Athy up ya. Soalnya susah banget buat bikin ide ceritanya. Pokoknya, pas ide ceritanya sudah ada, pasti bakal Mona up, oke.

(WMMAP FANFIC) My Lovely Princess (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang