6

633 79 4
                                    

©Hello Jean

Keadaan rumah selalu baik-baik saja, Jaffin menjadi suami yang banyak belajar dari pengalaman pertamanya saat menikah dulu. Setelah mengerti betapa berharganya sebuah pernikahan Jaffin lebih berhati-hati dalam bersikap. Laki-laki itu tak mau kehilangan orang yang berharga dihidupnya, sekali lagi.

Duduk di balkon berdua saat malam sudah menjadi kegiatan mereka sehari-hari, mereka akan membicarakan banyak hal yang sudah terjadi maupun belum terjadi. Terkadang mereka juga membicaran akan melakukan apa nanti di masa tua, jika Jean sudah dewasa dan memiliki kehidupannya sendiri. Mengalir begitu saja hingga pembicaraan selalu berakhir serius.

Sebenarnya ada banyak hal yang selalu didebatkan, tentang ketidak samaan dalam memberi pendapat, tentang hal-hal dari dua kepala yang berbeda tidak akan selalu dalam jalan pikiran yang sama. Namun, Jaffin dan Reana mampu memberi batasan masing-masing sehingga mereka tidak pernah terlibat dalam sebuah pertengkaran besar. Hanya sesekali saling berdiam tapi tetap saja yang namanya pasangan tidak akan pernah tahan jika terlalu lama bertengkar.

"Nih kopi susu."

Satu cangkir kopi susu Reana berikan pada suaminya, sedangkan tangan yang satunya membawa segelas susu hangat. Setelah Jaffin menerima kopi susu miliknya Reana duduk tepat di sebelah suaminya. Mereka duduk dan berdiam menikmati hangat dari gelas masing-masing.

Balkon kamar mereka lebih luas dari pada balkon kamar di rumah lama, di sana ada sebuah sofa bantal dan satu meja kecil, di sudut balkon ada sebuah ayunan rotan menghadap jalanan. Berhadapan langsung dengan sebuah taman yang ada kawasan tinggal mereka. Angin-angin malam berembus melewati keduanya, sebenarnya malam ini cuaca agak dingin tetapi tak mengurungkan mereka untuk masuk ke dalam.

"Hesha minta cuti." Buka Jaffin setelah menyesap kopi susu miliknya.

"Cuti? Buat?"

"Buat nemenin istrinya lahiran."

"Oh, iya, mama bilang HPLnya tinggal seminggu." Reana mengangguk-angguk saat mengingat percakapannya tempo hari dengan sang mama.

"Kamu nggak mau jenguk?" Tanya Jaffin.

Reana menggeleng pelan saat mendengar pertanyaan suaminya. Membuat Jaffin menoleh sepenuhnya pada sang istri. Rasanya tumben sekali wanitanya ini enggan datang berkunjung.

"Nanti pas lahiran aja, setiap aku ke sana pasti ditanyain dan aku jadi sensitif, jadi pengen marah-marah." Keluh Reana.

Mimik wajah wanita itu berubah sedih, mengingat setiap ia berkunjung ke rumah sang mama pasti akan selalu mendapat pertanyaan atau cibiran yang membuatnya tersinggung. Maka semenjak Hesha menikah, lalu istrinya dikabarkan hamil, Reana memilih untuk mengurangi jam berkunjungnya. Karena setiap dia datang pasti ada saja seseorang yang akan membandingkannya dengan istri Hesha.

"Kapan hamil, Reana? Kok belum isi juga padahal kamu udah nikah 3 tahun. Jangan lama-lama nunda, nanti malahan gak dikasih anak. Isabel aja bisa langsung hamil, masa kamu enggak, sih? Jangan-jangan kamu mandul, ya? Itu yang selalu aku dengar setiap pulang ke rumah mama." Reana menirukan nada bicara ibu-ibu kompleknya.

Reana menjeda kalimatnya saat Jaffin menariknya untuk bersandar pada tubuhnya. Lelaki itu mengusap lengan istrinya pelan agar tetap tenang. Selama ini Jaffin tidak pernah tahu jika Reana selalu mendapatkan pertanyaan yang menyakitkan, Jaffin tidak pernah tahu jika istrinya selalu pojokkan setiap datang ke rumah mertuanya.

"Aku paham, kalau aku nggak akan pernah bisa mengontrol mereka setiap bicara, semua itu ada di luar kendaliku. Tapi, kenapa sih harus selalu pertanyaan itu yang mereka tanyakan? Padahal ada banyak hal yang bisa jadi topik pembicaraan. Aku nggak marah, tapi rasanya sedih dan capek setiap denger pertanyaan yang kesannya mojokin aku."

hello Jean ft. Na Jaemin [on hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang