©Hello Jean
"Mas, makan dulu."
Reana menepuk-nepuk lengan suaminya pelan, membuat suaminya yang hendak terlelap kembali bangun. Di letakkan telapak tangannya pada dahi suaminya, agar tahu suhu tubuhnya semakin tinggi atau masih seperti tadi.
"Aku ada bikin bubur sama sup, dimakan dulu baru nanti minum obat. Biar tidurnya enakan."
"Badanku rasanya remuk." Keluh lelaki itu ketika dibantu untuk bersandar pada headboard.
"Iya, habis ini aku pijitin ya biar enakan. Dingin nggak?" Tanya Reana sembari menyesuaikan suhu pendingin ruangan, lalu menarikkan selimut sampai ke atas perut.
"Dingin, aku kayaknya demam deh."
"Bukan kayaknya lagi, tapi emang iya."
Suhu tubuh lelaki itu semakin bertambah panas, terlihat pula dari wajah Jaffin yang memerah. Sesekali lelaki itu terbatuk karena tenggorokkannya mulai gatal, badannya pegal-pegal seperti habis tertimpa reruntuhan.
Reana dengan telaten menyuapi sang suami, memastikan sup yang masuk ke dalam mulut suaminya tidak lagi panas melainkan hangat. Hari baru berjalan setengahnya, tetapi rasanya hari ini begitu melelahkan. Putranya yang berangkat sekolah dengan penuh semangat pulang-pulang lemas seperti habis berlari mengitari lapangan sepuluh kali, suaminya yang sehat tanpa mengeluhkan apapun tiba-tiba minta dijemput karena terkena demam.
Mengurus dua lakl-laki yang tidak sehat dalam waktu yang bersamaan pasti akan membuat Reana begadang semalaman. Wanita itu harus merelakan istirahat malamnya sebab pasti suami dan putranya mengeluh sepanjang malam. Mengeluhkan kepalanya yang pening, hidung tersumbat, tubuh pegal-pegal dan masih banyak lagi.
"Supnya hambar, kamu lupa masukin garem ya?" Celetuk Jaffin di tengah-tengah suapan istrinya.
"Masa sih? Enggak ah, ini mah mulut kamu aja yang lagi nggak enak." Reana menyuap untuk dirinya sendiri. Lalu menggeleng ketika apa yang dilontarkan Jaffin berbeda jauh dari yang dia rasa.
"Badanku sakit semua, yang." Keluhnya lagi. Lalu mulai menarik tubuh istrinya lebih dekat dan menyandarkan kepalanya pada bahu Reana.
"Mau aku panggilin dokter aja, Mas? Biar kamu di infus."
Reana nyata merasakan tubuh suaminya yang semakin terasa panas. Lantas meraih tangan lelaki itu untuk diberi pijatan-pijatan kecil. Dulu ayahnya sering melakukan hal yang sama ketika berada di rumah, memijat telapak tangan tepat pada pertengahan antara jempol dan telunjuk jika dia mulai terserang demam.
"Enggak usah, kalo ketemu dokter nanti di suruh istirahat sebulan." Tolak Jaffin.
"Ya emangnya kenapa kalo istirahat sebulan? Kan demi kesehatanmu juga."
"Kalo istirahatnya lama nanti nggak bisa kerja, itu artinya Mas nggak dapet uang. Nanti kamu beli skincare pake apa?" Tolaknya halus dengan sedikit candaan. Sayangnya itu hanya alasan, Jaffin lebih suka bekerja dari pada terlalu lama bersantai di rumah.
Berada di rumah sebenarnya tidak seburuk itu, dia bisa terus bersama Reana, dirawat wanita itu dengan penuh kasih sayang dan cinta yang besar. Juga bersantai tanpa perlu memikirkan meeting, project, klien dan tidak melihat tumpukkan berkas yang harus dia kerjakan. Namun, semua itu akan menjadi lebih buruk jika dia terlalu lama tidak bekerja.
"Nggak penting banget pertanyaannya. Aku juga maunya kamu sehat terus, Mas."
"Ini makannya mau dilanjut nggak?" Lanjut Reana menawarkan.
"Nggak, udah kenyang."
"Yaudah, kalo gitu minum obatnya."
Reana beranjak sedikit untuk meraih obat yang sudah ia siapkan di nakas. Gerak wanita itu terbatas sebab Jaffin memeluk tubuhnya, enggan melepas walau hanya sebentar. Bagi lelaki itu, memeluk Reana adalah hal paling nyaman.
"Tapi, habis ini temenin tidur ya, sayang?" Jaffin menawar. Pelukannya bertambah erat dengan tatapan mata sayu. Suaranya mulai terdengar serak, sebab pita suaranya mulai meradang.
"Iya, tapi aku mau cek adek dulu, Mas. Dia kayaknya ikutan demam juga."
"Suruh pindah sini aja, kita bobo bertiga."
"Yaudah, ini lepas dulu pelukkan-nya." Reana mencoba untuk merenggangkan kedua tangan suaminya yang melingkar di perut.
Sayangnya, Jaffin tetaplah Jaffin. Lelaki itu justru mengeratkannya kembali, menahan Reana yang hendak beranjak dari sisinya. Jika dibandingkan dengan Jean, Jaffin lebih merepotkan ketika sakit, lelaki itu akan memberi banyak alasan untuk menahan Reana agar tetap di dekatnya.
"Nanti aja, temenin aku dulu." Lalu dengan satu gerakan tangan Jaffin menarik istrinya agar ikut berbaring.
Sebelah kaki Jaffin menimpa kaki istrinya, mengunci pergerakan wanita itu agar tidak pergi kemanapun. "Manjanya ngalahin anaknya sendiri." Protes wanita itu pelan, namun masih bisa didengar Jaffin.
"Biarin, kan sama istriku sendiri."
Hembusan napas lelaki itu terasa panas menerpa permukaan lehernya, bukan hanya itu seluruh tubuh Jaffin terasa panas ketika kulit mereka bersentuhan. Satu tangan wanita itu terangkat untuk menyisir rambut suaminya, sedangkan tangan kirinya ditindih Jaffin sebagai bantalan, dipandang wajah sayu itu dengan gerak tangan yang lembut.
Jaffin sudah banyak bekerja keras hingga lupa menjaga kesehatannya sendiri. Padahal setiap hari Reana selalu mengingatkan suaminya untuk minum vitamin, melarangnya bekerja sampai larut dan selalu meminta lelaki itu istirahat jika kelelahan dan memang dasarnya lelaki itu gila kerja.
Lama-lama Reana nyaman dengan posisinya, walau kaki suaminya yang terasa berat menindihi paha. Jaffin mulai terpejam dengan napas teratur, menyembunyikan wajah pada ceruk leher sang istri.
Seperti sudah lama tidak melihat wajah suaminya yang begitu tenang dan nyenyak ketika tidur. Kedua ujung bibir Reana terangkat, tersenyum sangat tipis sebab merasa senang suaminya bisa tertidur nyenyak dalam pelukan.
©hireaa, 2023
Hello Jean || papa phase 2; anw aku bakal update hidden chapter di trakteer nih dalam beberapa waktu ke depan. Ada yang masih inget siapa Rallana?
Akan ada tiga bagian khusus yang menceritakan soal Rallana, si gadis kecil kesayangan Papa😉Update information and more, meet me at :
ig : @/jourreaa
x : @/jourreaa
trakteer : jourreaa
KAMU SEDANG MEMBACA
hello Jean ft. Na Jaemin [on hold]
أدب الهواةLalu bagaimana kehidupan Reana dan Jaffin setelah menikah? Bagaimana cerianya Jean yang tak pernah mendapat kasih sayang seorang bunda kini memilik Reana sebagai bidadarinya? Sebuah kisah manis dari Jean Natawijaya [papa phase 2] • bahasa • ongoing ...