Chapter 12

139 6 0
                                    

~Selamat Membaca~

"Voulres?"

Caily mengangguk, ia baru saja mendapat kabar dari bawahannya tentang penyerangan geng Voulres di sekolah Rayn.

"Cail nggak tau?" Caily menggeleng, ia mendudukkan dirinya di samping Rayn

"Geng itu sebenarnya udah lama dibuat, belasan tahun yang lalu. Seseorang yang membuatnya masih menjadi pemimpin hingga sekarang. Tapi, aku tidak bisa kasih tau siapa yang menciptakan Voulres."

Caily terkejut mendengar ucapan Rayn yang tidak bisa memberitahu dirinya tentang siapa pemimpin Voulres.

"Maksud lo? Gue juga pengen tau."

"Belum waktunya, Caily." Caily menghembuskan napasnya kasar, sungguh Rayn sangat menyebalkan. Sejak kejadian ia dibakar hidup-hidup, Rayn menjadi lebih menyebalkan dan keras kepala.

"Gue mau ke bawah dulu."

Rayn menatap kepergian Caily, ia menghela napas perlahan. Banyak sekali peristiwa yang terjadi.

---

Seorang gadis dengan masker yang selalu menempel di wajahnya sedang berjalan kaki. Dia adalah Rayn, ia tidak bisa keluar tanpa masker karena semua orang pasti akan mengenali dirinya. Waktu ia dibakar hidup-hidup, wajahnya ditonton kan dengan jelas dihadapan semua orang dan dihina habis-habisan. Ia tidak akan mengampuni semuanya ketika dirinya kembali.

Rambutnya yang terhempas kanan kiri beriringan dengan ia berjalan. Rayn malah terlihat lucu karenanya.

Ia sedang berjalan menuju minimarket dekat rumah untuk membeli beberapa makanan. Semenjak Caily disini, stok makanannya selalu cepat habis karena sifat rakus Caily.

Matanya tidak sengaja menangkap seorang pengemis yang dimarahi oleh ibu-ibu. Menurut pendengarannya, pengemis itu hanya meminta sedikit makanan untuk ia makan tapi ibu-ibu itu tidak memberikannya dan memarahi karena sikap kurang sopan pengemis itu.

Rayn yang tingkat kesabarannya setipis tisu dibelah dua, ia menghampiri mereka. Semua orang hanya melihat tanpa membantu pengemis itu.

"Dasar pengemis kurang ajar!"

"Hey, bu!"

Semua orang menoleh pada Rayn, kini dirinya menjadi pusat perhatian semua orang termasuk ibu pedagang nasi bungkus itu.

"Bu, kalo marah-marah jangan disini dong!"

"Eh kamu, jangan ikut campur ya! Masih kecil udah berani ikut campur urusan orang tua!" Rayn hanya menatap datar ibu-ibu itu. Kepalanya rasanya sudah ingin meledak.

"Sini pak! Bu, kalo nggak mau ngasih yaudah bilang aja nggak bisa. Bukannya malah marah-marah, emangnya si bapak salah apa?!" Ujarnya sambil merangkul si bapak a.k.a pengemis itu.

"Inget ya, bu! Jangan pelit-pelit sama orang!! Takutnya rejekinya nggak lancar." Ibu-ibu itu menggeram kesal, lalu ia pergi ke dalam warungnya. Rayn hanya melirik sinis.

"Bapak belum makan kan?" Bapak itu mengangguk, Rayn tersenyum tipis.

"Ayo! Saya ajak makan yang banyak."

Sesampainya di restoran dekat sana, Rayn memesankan beberapa makanan yang sekiranya cocok di lidah si bapak. Ia menatap tajam semua orang ketika mereka menjadi pusat perhatian semua orang apalagi beberapa dari mereka mencemooh.

Third GenerationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang