~Selamat Membaca~
"Rayn!"
Gadis itu menoleh dengan tatapan tajam, ia menghembuskan napasnya kasar ketika melihat Steve berada di sini, Indonesia.
"Why are you here?" (Kenapa kamu disini?)
"Because of you." (Karena lo) Rayn memijat pelipisnya, ia berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri Steve yang berdiri di depan pintu.
"You shouldn't be here." (Kamu seharusnya nggak disini)
"Why? I don't have a family anymore, Rayn!" (Kenapa? Gue nggak punya keluarga lagi, Rayn)
Rayn memutar bolanya malas, "It's not safe here, Steve." (Disini nggak aman, Steve)
"Okay, good bye."
Cup
Rayn mematung ketika benda kenyal menyentuh bibirnya. Bahkan mulutnya terasa kelu untuk berbicara. Pikirannya dan hatinya tidak berjalan searah. Dalam hatinya ia menyukai hal itu tapi pikirannya terus menolak akan hal itu.
Tangan kanan Rayn terangkat menyentuh bibirnya, "Fuck you, Steve!"
Herannya kenapa jantungnya berdetak kencang? Seharusnya ia marah dengan Steve karena ciuman pertamanya diambil dengan tiba-tiba oleh nya.
"Rayn? Kamu baik-baik aja kan?" Monolognya sambil menyentuh dadanya karena jantungnya masih berdetak dengan kencang.
Kakinya melangkah ke dalam kamar, ia duduk di tempat tidur dengan termenung. Pikirannya masih berantakan karena ulah Steve.
Ia meraih diary ibunya dan membuka halaman terakhir yang selama ini ia belum buka. Kata per kata ia baca dengan seksama tanpa Rayn lewatkan sedikitpun. Ini bukan tentang dirinya melainkan tentang seseorang.
Ace of Darkness, dialah orangnya.
Disini ibunya menuliskan tentang sejarah Ace of Darkness, kartu As dari Kegelapan. Sejujurnya ia baru mengetahui tentang adanya Ace of Darkness dari ucapan Arion kemarin. Meskipun ia memiliki peretas terbaik di dunia tapi ia tidak pernah menemukan tanda-tanda keberadaan Ace of Darkness.
Siapakah dia sebenarnya?
"Rayn, tadi siapa?"
Rayn menoleh ke belakang dan menutup diary milik ibunya dengan cepat lalu menyembunyikannya di bawah bantal.
"Steve."
"Steve Maven?" Rayn mengangguk sebagai jawaban.
Berlina membulatkan matanya, "Anjir, kenapa lo bisa sama dia?"
Rayn mengerutkan keningnya heran, wajah Berlina terlihat sangat ketakutan.
"Kenapa sih? Heboh banget perasaan."
"Hehe, lo tau? Saat gue cari identitas dia, yang keluar malah gambar aneh. " Rayn mengerjapkan matanya berkali-kali, lalu ia tertawa terbahak-bahak membuat Berlina merengut kesal.
"Nggak mungkin lah." Berlina menatap datar Rayn dan menyeret Rayn untuk mengikutinya. Ia akan membuktikannya sendiri di hadapan Rayn agar gadis itu percaya apa yang dia katakan.
"Noh...."
Rayn memposisikan dirinya di samping Berlina, gadis itu terlihat mengamati gambar yang ditampilkan di layar. Sepertinya ia pernah melihat gambar itu tapi ia tidak begitu yakin karena gambar yang ditampilkan di komputer tidak terlihat begitu jelas.
"Aku kayaknya pernah lihat deh."
"Satu lagi." Jari Berlina mulai mengotak-atik komputernya. Ia ingin memberi tau kepada Rayn tentang apa yang ia temukan dari pencarian Steve Maven.
"Dan gue nemuin ini." Rayn menggelengkan kepalanya pelan. Pikirannya berkelana pada tato Steve yang ia lihat kemarin, logo yang diperlihatkan Berlina tadi sangat mirip dengan tato milik Steve.
Berlina juga menemukan gambar tengkorak yang memegang sebuah kartu as. Ini memang hanya terlihat seperti lukisan tangan tapi ada satu hal yang janggal.
Ace of Darkness
Steve juga mengatakan bahwa tatonya ia buat untuk seseorang dan ibunya menuliskan sejarah tentang Ace of Darkness yang bahkan semua gengster tidak mengetahuinya. Tapi, ibunya sudah mengetahui hal itu sejak belasan tahun yang lalu.
"Ber?"
"Kenapa?"
"Cari tau lebih dalam tentang Ace of Darkness!"
Berlina menatap bingung Rayn, siapa lagi Ace of Darkness?
"Cari tau aja!"
Sudah tige menit berlalu dan Berlina masih saja mengotak-atik komputernya untuk mencari seseorang yang dimaksud oleh Rayn. Sedari tadi Rayn hanya menatap layar dengan tatapan kosong. Bukan berarti ia takut jika ia akan dikalahkan oleh Ace of Darkness tapi ia bingung apa hubungannya antara ibunya dan Ace of Darkness.
"Cuma segitu yang bisa gue cari."
Rayn membaca dengan seksama setiap kata yang ditampilkan dalam monitor tersebut. Tidak ada satupun kata yang terlewatkan. Hanya Ace of Darkness yang sulit untuk ia temukan bahkan awalnya ia sendiri tidak tau bahwa dia ada.
"Kegelapan tidak membuatku ketakutan, begitupun cahaya tidak membuatku tenang."
"Maksudnya?" Berlina menggelengkan akal bkepalanya tidak tau. Teka-teki ini sangat tidak masukaginya.
Dimulai dari hubungan antara ibunya dan Ace of Darkness dan tato milik Steve yang juga mirip dengan logo Ace of Darkness.
"Kegelapan dan cahaya?"
Berlina memutar otaknya agar bisa memecahkan teka-teki yang dibuat oleh seseorang a.k.a Ace of Darkness. Matanya melotot ketika otaknya mulai mendapatkan jawabannya.
"Tante Calisha ada hubungannya sama Ace of Darkness, begitupun lo, Rayn."
"Lo sama Tante Calisha yang dimaksud."
Berline menggeram kesal, bagaimana otak Rayn yang cerdasnya minta ampun tidak bisa mencerna semua teka-teki ini?
"Kegelapan itu lo, sedangkan cahaya itu tante Calisha."
"Hah?"
"Ck, lo bilang kalau satu-satunya orang yang bisa ngehancurin lo adalah Ace of Darkness."
"Dan begitupun cahaya tidak membuatku tenang, yang berarti dia cuma memihak ibu lo karena dia takut sama tante Calisha."
Rayn mengerjapkan matanya berkali-kali. Mencerna semua perkataan Berlina yang tidak bisa masuk ke dalam otaknya. Semuanya tampak membingungkan, siapakah sebenarnya Ace of Darkness?
"Berarti yang buat Ace of Darkness adalah mama."
Berlina melebarkan matanya, satu-satunya orang yang membuat Ace of Darkness takut adalah Calisha. Karena dia harus tunduk pada penciptanya.
"Anjirr..."
"Tapi kenapa mama pengen ngehancurin anaknya?"
Seorang gadis yang sedang bersembunyi di balik pintu itu tersenyum miring. Ini adalah kabar yang sangat baik untuk orang-orang yang menginginkan kehancuran Rayn termasuk dirinya sendiri.
Caily, sebenarnya dia disini ingin mengemasi barang-barangnya dan tinggal bersama dengan Cashel. Ia tidak sengaja mendengar Rayn dan Berlina yang sedang berbicara tentang Ace Of Darkness. Ini adalah kebenaran yang akan membuat Rayn hancur.
Caily menoleh ke kanan dan kiri untuk memastikan tidak ada yang mengetahui keberadaan dirinya disini. Ia tersenyum lebar sambil menenteng tas ransel. Kakinya melangkah keluar dan menemui Cashel.
"Kenapa kamu kelihatan sangat bahagia?"
Caily mengusap pipi kiri Cashel, "Ini akan menjadi kemenangan kedua kita."
Cashel mengangguk sambil tersenyum manis dan membukakan pintu untuk Caily. Mereka berdua bergegas pergi untuk menyusun rencana selanjutnya.
----
KAMU SEDANG MEMBACA
Third Generation
Mistério / Suspense-SEQUEL OF CALISHA- Aku adalah keduanya, baik malaikat maupun iblis. Kegelapan tidak membuatku ketakutan, begitupun cahaya tidak membuatku tenang. Bahkan malam yang mencekam pun tidak membuatku ketakutan, karena apa? Sejatinya diriku memanglah kegel...