03

15 2 0
                                    

Saat itu tiba-tiba saja datang ibu-ibu dengan sedikit berlari menghampiri kami.

"Assalamualaikum,"

"Wa'alaikumsalam," jawab ibay

Aku melepaskan dekapan ibay, dan melihat kearah suara itu.

"Punten neng a ganggu, ini warung saya, mau dibuka,"

"Oh iya mangga Bi, hampura iye numpang neduh sebentar," jawab ibay.

"Iya gapapa, permisi ya neng a,"

Ibu itu membuka perlahan warungnya, terdapat banyak makanan dan minuman.

"Bi ini teh bisa beli sekarang?"

"Bisa' a, mau pesen apa,"

"Susu anget dua ya Bi,"

"Siap, tunggu sekedap nya"

Ibay tersenyum dan mengalihkan pandanganya, mata nya tertuju melihatku yang masih menunduk diam disampingnya.

"Udah atu nay, udah beres ujannya Oge,"

Aku mengangkat kepalaku mencari dimana mata pria yang bicara itu, aku sedikit mendengkur kesal saat melihat ibay yang sedikit tertawa melihatku.

"Kenapa takut hujan?"

"Aku ngga takut hujan, aku takut suaranya,"

"Atu nay da hujan mah gaada suaranya,"

"Ohh, ujan bakal ada suaranya kalo kena genteng, berarti itu teh suara genteng nay, harusnya kamu takut, genteng bukan hujan" tertawa kecil melihatku.

Aku menghela nafas dan memutar bola mata jengah, ibay benar' tidak akan mengerti apa yang aku rasakan.

"Nay, kamu tau, hujan itu Rahmat dari Allah,"

"Aku tau bay, aku cuman takut hujan, bukan benci" ucapku dengan nada yang sedikit keras.

"Sama halnya saat aku memakan durian, aku suka durian tapi tidak dengan kulitnya, aku suka hujan tapi tidak suaranya".

"Bijak" menyentil cepat hidungku.

"Punten, ini susu hangatnya sudah jadi,"

"Oh iya, nuhun bi,"

"Sok sama-sama,"

Ibay mengangkat kedua gelas didepannya, menaruh satu gelas di hadapanku.

"Minum nay, biar ga nangis lagi,"

"Apaansi," sedikit mendorong pundaknya.

"Kalian berdua teh pacaran?"

Ibay dengan segera menatap ku tersenyum, dan kembali melihat bibi tangannya bergerak menutup samping mulutnya.

"Calon bi,"

Bisikan yang masih bisa aku dengar, hatiku hampir saja keluar dari tempatnya.

"Ohh, bibi kira calon istri,"

"Yeuhh"

"Kenapa a?"

"Ya atuh aamiin paling serius itumah bi,"

Kami bertiga tertawa puas saat itu, meskipun lelucon tapi tetap saja tidak aman untuk jantungku.

Kenangan [By:Aruu]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang