11

486 51 7
                                    

Happy reading and sorry for typo!!

━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

"Ohh gitu." Ucap Kyujin setelah mendengar penjelasan Taki.

Ya, Taki baru saja menjelaskan mengenai maksud kedatangan mereka, yaitu memberitahu tentang terpilihnya Harua sebagai salah satu anggota tim inti dua basket Sunshine Highschool. Harua mengulum senyumnya, bahagia ketika mendengar bahwa ia terpilih menjadi anggota inti dua.

"Bahagia kan lo? Makanya cepat sembuh biar bisa cetak angka lagi." Ujar Kyujin menatap ke arah sepupunya yang diam-diam tersenyum kecil itu.

Harua menoleh, senyumnya luntur diganti dengan tatapan semangat yang membara. Dan sekarang giliran Kyujin tersenyum ceria. Tatapan penuh semangat itulah yang gadis itu rindukan dari sosok Harua.

"Gue bakal cetak angka, janji." Batin Harua menggebu-gebu.

"Oh ya, lo belum kenal sama mereka, 'kan?" Suara Taki menginterupsi. Seketika atensi kedua orang itu tertuju ke arahnya.

"Lah, iya ya. Kenalan dulu gih, Ru." Tambah Kyujin.

Keempat cowok tiang ditambah Taki itu langsung menghampiri dan mengelilingi ranjang tempat Harua terbaring.

"Gue Maki, adeknya Taki sama Ni-ki." Ucap cowok dengan dimple pada Harua.

"Lo pasti kenal gue kan, secara gue terkenal. So Junghwan!" Sambung Junghwan dengan wajah songongnya, tak lupa dengan donat coklat pada tangan kanannya.

"Ni-ki, kembaran Taki, kakak Maki." lanjut Ni-ki. Padahal Harua sudah mengenalnya. Tapi yaa terserah saja, mungkin biar lebih resmi kan ya.

Tapi ada satu fakta yang membuat Harua dan Kyujin kaget. Mereka bertiga saudara? Tapi kenapa tidak terlihat sama? Apalagi Taki Ni-ki yang katanya kembar.

"Sebenarnya kita kembar tiga. Tapi gak tau kenapa, pas bunda lahiran Maki gak keluar. Tau-taunya beberapa bulan setelah kita lahir, baru deh Maki keluar. Apa itu namanya... Gak tau deh lupa." Jelas Taki.

"Wajah kita gak sama karena perbedaan gen. Gue lebih ke gen ayah. Taki gen bunda. Kalau Maki gen paman kita. Gak tau kenapa bisa gitu. Katanya gara-gara Maki gak keluar, bunda jadi terlalu lengket sama paman, mungkin gitu." Lanjut Ni-ki panjang lebar.

Harua dan Kyujin cuma mangap doang. Walaupun tak begitu paham, tapi iya iya aja.

᠂࣭.🏀↝ BASKETBALL ★

Cahaya matahari kembali menyapa, membuat Harua sedikit terusik dalam tidurnya. Cowok mungil itu mengusap matanya pelan, rasanya masih enggan untuk bangun dan menghadapi kejamnya dunia. Oke, terlalu alay bin lebay, tapi itu benar kok.

Cowok mirip kelinci itu membuka matanya, melirik ke seluruh ruangan tempatnya tinggal untuk dua hari kedepan. Tidak ada orang, hanya dia sendirian disini.

Semalam, tak lama setelah Taki dkk pulang, orang tua Harua datang untuk menjemput Kyujin. Dan meninggalkan Mama nya yang mendapat giliran menjaga Harua. Tapi sepertinya sang Mama sudah pulang pagi-pagi sekali karena harus bekerja.

Harua bangkit perlahan, mendudukkan dirinya menunggu sarapan pagi datang. Manik rubahnya melirik ke arah jam dinding. Ah, pantas saja belum ada perawat yang mengantar sarapannya, ternyata jarum jam pendek baru menunjuk ke arah angka enam dengan jarum jam panjang di angka delapan.

Harua meraih remot tv yang berada di nakas sebelahnya. Langsung aja ia menyalakan benda persegi panjang gepeng yang menempel pada dinding itu. Menukar channel tv terus menerus karena tidak menemukan acara yang menarik, pada akhirnya ia memutuskan untuk menonton anime yang selalu tayang setiap pagi, Detective Conan.

Selama berada dirumah sakit, Harua dilarang Mama nya untuk menyentuh handphone. Ya, ketat banget emang peraturan yang dibuat sama Nyonya Shigeta ini. Bisa-bisa nanti Harua mati kebosanan. Oke, gak gitu juga. Harua gak punya ketergantungan kok sama handphone, jadi biasa aja. Malah ketergantungannya ada pada bola basket. Berani beda.

Cowok imut itu kembali merebahkan tubuhnya. Menonton tv sambil rebahan itu adalah kesenangan dunia baginya.

Setelah sekitar kurang lebih dua puluh menit lamanya memperhatikan bagaimana detektif cilik itu menyelesaikan kasus, pintu ruangannya diketuk dari luar. Tanpa menyahuti, seorang perawat perempuan memasuki ruang serba putih itu, dan meletakkan nampan stainless berisi bubur dan segelas air, serta beberapa buah-buahan sebagai makanan penutup diatas nakas.

Perawat itu tersenyum, menyapa 'selamat pagi', yang hanya dibalas senyum kecil oleh Harua, sebelum kembali menutup pintu dan meninggalkan ruang rawat tempat cowok imut mirip kelinci itu.

Karena lapar, mau tak mau Harua harus kembali mendudukkan dirinya untuk mengambil nampan berisi bubur tersebut dan mulai melahapnya.

Beberapa menit setelahnya, ada seorang laki-laki yang tengah berdiri bimbang di depan ruang tempat Harua di inap saat ini. Bingung, apakah ia harus masuk atau tidak.

Kembali pada Harua. Cowok imut itu tak sengaja melihat siluet seseorang yang tengah berdiri di depan pintu pada jendela pintu tersebut. Paham gak paham, pahami aja.

Harua yang pada dasarnya gak begitu peduli, hanya mengernyitkan dahinya lalu kembali ke aktivitas sarapannya yang sempat terhenti. Baru saja hendak menelan buburnya, pintu putih itu kembali terbuka pelan.

Kriett

Suara khas pintu terbuka memenuhi ruangan serba putih yang hanya terdengar suara iklan dari televisi yang menyala serta dentingan sendok dengan mangkuk keramik. Harua otomatis berhenti dan menoleh ke arah pintu. Ia tertegun saat mengetahui siapa orang yang sedari tadi berdiri di depan pintu ruang inapnya.

Sedangkan si pelaku yang bertamu pagi-pagi itu juga tak kalah kaget, saat mendapati orang yang menempati ruangan itu sudah bangun dan duduk manis sembari menikmati sarapan paginya.

"Titipan dari Fuma." Ucap orang itu melangkah kaku, mendekati ranjang rumah sakit dan meletakkan sebuah kresek hitam di atas nakas.

Harua memperhatikan gerak-gerik orang itu. Kemudian mengangguk kecil.
"Makasih, kak Jo." Balasnya.

Ya, orang itu tak lain dan tak bukan adalah Asakura Jo, si kapten basket sekaligus senior Harua.

Cowok imut itu cukup terkejut dengan kehadiran Jo di pagi hari ini, apalagi dengan membawa kresek hitam yang katanya titipan dari Fuma. Harua kurang yakin, secara jika Fuma ingin memberikan sesuatu, pasti cenderung menitipkannya pada Jungwon atau dia sendirilah yang datang menghampiri Harua.

Jo mengangguk. Tangannya reflek mengelus dan menepuk kepala Harua pelan.
"Cepat sembuh." Ucap Jo pelan, tapi Harua masih bisa mendengarnya.

Untuk sesaat, pipi Harua sempat memerah karena ucapan serta perlakuan seniornya itu. Namun sebisa mungkin ia terlihat biasa saja, walaupun wajahnya tidak bisa berbohong.

Harua mengangguk pelan.
"Iya. Makasih, kak." Balas Harua.

Ingin rasanya ia mengambil bantal dan menyembunyikan wajahnya yang terasa memanas, tapi bisa turun harga dirinya nanti jika melakukan itu dihadapan Jo.

Jo tersadar dengan apa yang dilakukannya. Ia cepat-cepat menarik tangannya dari kepala Harua, lalu berdehem canggung.

"Ekhem, gue pergi. Itu, jangan lupa di makan." Pesan Jo. Lagi, Harua hanya mengangguk. Tak lama setelahnya, Jo menghilang dibalik pintu berwarna putih itu. Meninggalkan Harua yang masih tertegun.

Setelah dirasa Jo sudah menghilang, cowok manis itu otomatis menampar kedua pipinya pelan.

"Ck, kenapa sih. NT lagi, mampus." Gumam Harua pelan.

Perhatian cowok imut itu mulai beralih pada kresek hitam yang dibawa oleh Jo. Ingin rasanya Harua membuka dan melihat apa isinya. Tapi buburnya belum habis, jadi ia memutuskan untuk melanjutkan acara sarapan yang benar-benar tertunda itu.

TBC
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Apakah ini masih bisa dibilang double up?

See ya kapan-kapan!

Basketball || JoruaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang