QAI..

158 42 51
                                    

     "Yang kusukai dari hidup, ialah perjalanan membawaku bertemu orang-orang baru. Salah satunya dirimu"

#Qai

***

     "Ya Allah..kenapa susah gini"
Keluh gadis berkerudung biru disampingku. Ia memutar bola matanya jengah lalu menyandar kembali ke bahuku.

"Frustasi bu?" Ucapku terkekeh.

"Capek gak sih Qai, ngehafal terus. Kayaknya baca novel enak deh. Ke perpus yuk!"

"Ah nggak nggak!" Sergahku ketika ia mulai menarik lenganku.

"Selesaikan dulu targetnya. Gak bisa ditunda-tunda loh ini. Mau kamu nanti gelagapan setoranya?"

Disya menggeleng lesu. Ia kembali membuka mushafnya dan mencoba memfokuskan diri.
Beberapa detik setelahnya, tampak satu lagi gadis berperawakan tinggi semampai berjalan menghampiri kami.

"Ey,, udah pada lancar?" Sapanya.

Aku menggeleng. Sedang Disya hanya melirik sekilas tanpa menghentikan gerakan bibirnya. Tampaknya otak dan pelafalanya tengah berpacu keras membuat mimik wajahnya tampak tegang namun lucu.

Gadis yang baru saja bergabung, dia Arwa. Kami bertiga dipertemukan Allah di asrama ini. Dalam satu naungan, satu progres, dan satu tujuan.

Disaat kawan-kawan lulusan SLTA dikampungku memilih untuk menekuni dunia freelancer, youtuber, content creator, privat bahasa, pelatihan bisnis, dan semacamnya, aku tak sama.

Aku tau semua itu sangat menjanjikan di era sekarang ini. Namun hatiku lebih tergerak untuk mengutamakan keberdayaan diri untuk zaman.

Disaat orang lain berfikir tentang apa yang bisa mereka dapatkan dari kemajuan dunia, aku justru berfikir keras pasal apa yang bisa aku berikan untuk menopang keseimbangan dunia.
Hal sekecil apapun itu.

Hingga akhirnya aku terbang dari kotaku Banda Aceh ke Yogyakarta. Melanjutkan study keagamaan prodi dakwah sembari menetap di sebuah pesantren khusus tahfidz. Menghafal kalam agung Tuhan.

Apa yang aku takutkan? Tidak ada. Karena aku berangkat dengan tekad.
Aku yakin Allah mudahkan, Allah kuatkan.

"Qairina!"
Suara khas Ustadzah Rima terdengar dari balik pintu kamar. Dan benar, beliau mencariku.

"Disini dzah" Jawabku sembari menyongsongnya di pintu.

"Ada telepon dari orangtuamu"

"Oh, baik dzah"
Aku lantas mengekor dibelakang dzah Rima menuju kantor asrama.

Aku putri tunggal. Jadi kurasa orangtuaku sering berkabar bisa jadi karena kesepian. Disamping karena dorongan rindu mereka padaku.

"Assalamu'alaikum Ayah, Bunda. Qai rindu" Rengeku.

Terdengar jawaban salam keduanya disebrang sana. Meski aku selalu berusaha bersikap dewasa dilingkaran pergaulan, namun dihadapan Ayah dan Bunda aku selalu gagal. Aku hanya putri kecil yang tak henti membutuhkan pelukan mereka.

"Oh ya, Ayah sudah transfer bulan ini untuk Qai"
"Wah, syukron Ayah. Semoga Allah mudahkan jalan rezeki Ayah Qai yang tampan ini"
Terdengar gelak tawa di seberang.

"Bunda, Qai rindu masakan bunda"

"Tak apa sayang. Bunda akan siapkan banyak menu saat Qai pulang. Makanan di asrama justru banyak berkah kan. Lagipula kalau ingin menu enak, Qai bisa mampir resto"

"Ehe. Sebenernya udah sering sih bun"
Aku mengaku malu-malu. Membuat keduanya kembali terkekeh.

"Intinya harus qana'ah ya sayang. Nerima apa adanya saja"

ENDLESS LOVE  [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang