Lepas

29 16 2
                                    

     Memasuki semester tujuh ini, aku mulai disibukan untuk membuat tugas akhir dan persiapan KKN. Selanjutnya, bergulat dengan skripsi. Uh.. apa boleh se-masyaAllah ini?

Pagi itu kak Dian selaku alumni kampus bertandang mengunjungi kelasku setelah bersilaturahmi dari ruang dosen. Kami sangat merindukanya. Senior cantik nan cerdas itu kini menjadi aktivis dakwah di kotanya. Ia juga seorang asisten bussines manager di salah satu perusahaan disana.

Ia memeluk erat dan kami berbincang meski tak lama.

"Lalu setelah wisuda mau kemana?" Tanya kak Dian.

"Belum tau kak, Qai belum ada rencana apapun" Aku terkekeh.

"Masih setaun kok, masih bisa mikir-mikir. Atau mau nikah muda?"

"Eh! Kak Dian!"
Aku menggeleng cepat. Kami berdua tertawa.

"Pengen kayak kakak dulu" Imbuhku. Kak Dian tersenyum.

"Gus Ghazi di Maroko ya sekarang? Aku sempat dengar tapi sudah lama"

"Iya kak. Dua bulan setelah kalian wisuda"
Wanita didepanku manggut-manggut.

Sayang sekali dia masih ada acara. Inipun di Yogya hanya sehari. Kak Dian pamit tepat pukul sebelas siang.

Aku berjalan menuju perpus. Banyak orang disana.

"Qai! Sini dulu sebentar" Panggil putakawan saat aku baru saja melenggang melewati mejanya. Aku mendekat.

"Titipan lagi nih" Ia menyodorkan kertas pink mini yang dilipat dua. Hal ini terus berlangsung setiap kali aku masuk perpus.

"Aku titip dulu lah kak disitu" Jawabku dengan senyum tipis.

"Lho. Udah numpuk lho ini. Kamu gak pengen baca?"

Aku menggeleng.

"Belum. Titip ya. Gak ngabisin tempat kan?"

"Bukan itu yang aku maksud. Aku gak enak ngomongnya tiap kali Nizar nanya sepulang kuliah. Aku jawab, ya.. udah diterima sama kamu. Takutnya dia kecewa"

Aku terdiam sejenak. Akupun heran pada diriku sendiri. Mengapa semudah ini aku mengacuhkan Nizar. Padahal dulu ia yang selalu menjadi suntikan semangatku setiap hari. Dia selalu berusaha ada dan memberi warna yang tak biasa disetiap cerita.

Yang salah mungkin aku. Ya, harapanku. Tapi bukankah kita sama-sama berharap? Hanya saja zar, pergerakanmu tak bisa diharapkan. Kau sendiri yang bilang entah sampai kapan.

"Sini kak" Akhirnya aku menengadahkan satu tanganku di meja.

"Diambil nih? Oke"

Setumpuk memo kecil mendarat di telapak tanganku. Kurang lebih lima belasan. Aku tersenyum dan berucap terimakasih pada senior didepanku.

"Kak, misal nanti Nizar kesini, tolong bilang ya, jangan lagi ngirim memo kayak gini"

"Yakin suruh ngomong gitu? Kenapa?"

"Karena besok, gantian aku yang mau ngirim buat dia"

"Okee"

Aku memasukan setumpuk kertas kecil warna-warni ini kedalam tas, lalu mulai duduk membaca disalah satu meja.

Tak lama kemudian, pria yang sangat ku kenali masuk. Disampingnya berjalan seorang gadis yang juga sangat aku tau. Mereka duduk disalah satu meja tak jauh dariku.

'Sejak kapan mereka dekat?'

Aku menutup wajahku dengan buku meski posisi duduk keduanya membelakangiku. Aku tak fokus dengan bacaanku dan terus memperhatikan mereka berdua.

ENDLESS LOVE  [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang