"Alhamdulillah selesai"
Ucapku lega. Sepertinya saat ini wajahku berbinar. Aku mengkretek jariku satu persatu. Istilah jawanya 'teklekan'.Aku berhenti saat menyadari bahwa Gus Ghazi memperhatikanku.
"Dah ayem?" Tanyanya.
"Tentu saja gus. Apalagi gus yang lebih dominan dalam pengerjaan ini. Saya kan cuma ngetik. Gak mikir"
"Karna saya lebih tau materinya" Ucapnya sembari menata beberapa buku referensi di meja.
"Kalau begitu dalam waktu empat hari saja gus sudah bisa menyelesaikannya sendiri. Kenapa harus dengan saya? Kenapa harus disini?"
Gus Ghazi menghentikan gerakanya. Ia menatapku diam. Hanya diam sampai beberapa detik. Pandangan kami beradu. Kurasakan degup jantungku kian cepat. Aku segera menunduk.
"Itu agar kamu belajar bertanggung jawab Qai"
Aku diam. Dalam konteks ini kurasa bukan hanya pasal tanggung jawab.
Aku menggunakan sabarku untuk menyikapi perubahan Gus Ghazi yang kini menjadi sedingin ini. Juga.. Ikhlas. Aku ikhlas dihukum gus walau itu benar-benar bukan kesalahanaku. Aku tak pernah menghapus file apapun.
"Kalau begitu, sekali lagi Qai minta maaf gus. Sudah merepotkan" Ucapku.
Aku tak mendengar jawaban apapun. Itu membuatku kemudian memberanikan diri mendongak. Apa yang terjadi? Ia tengah tersenyum memandangku.
"Apa saya terlihat sangat garang? Saya memang kecewa tapi saya tak marah Qai. Sebenarnya saya ingin biasa saja sedari kemarin. Tapi entah kenapa saya suka melihatmu tegang seperti itu. Wajahmu merah tampak seperti anak SD"
Aku terkejut mendengarnya. Rasa geram dan malu bercampur jadi satu. Bisa-bisanya mengerjaiku padahal aku sudah sangat serius menjalani hukuman darinya.
Aku tersenyum tipis. Justru aku nyaman dengan sisi galak gus. Itu membuatku lebih ta'dzim. Karena jika ia seramah dan sehangat ini, gadis manapun pasti tak akan kuat lama-lama berhadapan denganya.
"Em.. Kalau begitu, saya permisi gus, apa sudah boleh?" Izinku.
"Belum"
"Jadi..apa masih ada yang harus Qai bantu?" Tanyaku berharap ia menjawab 'Sebenarnya tidak'.
"Bagaimana dengan pensi kampus besok? Kamu sudah persiapan apa?"
"Em..belum ada gus"
"Kamu ikut kompetisi syi'ar ya? Saya daftarkan"
"Eh, enggak gus enggak. Qai gak siap"
"Kalau begitu segera dipersiapkan"
Gus Ghazi bangkit dan berjalan menuju rak untuk meletakan buku-buku itu kembali.
"Maaf sebelumnya gus, tapi Qai benar-benar tidak siap" Protesku ragu. Takut kalau gus tak akan mendengar alasanku.
"Siap itu diusahakan Qai, bukan ditunggu. Jadi mulai berlatih sedari nanti ya. Saya pergi dulu"
"Tapi gus.."
"Assalamu'alaikum"
Aku bungkam.
"Wa'alaikumussalam.. "°•🖤•°
Keesokan harinya panitia pensi tampak mulai sibuk. Aula utama penuh dengan properti.
Aku dan Rania berjalan menuju perpus sebari Sesekali menyapa teman-teman yang berpapasan dengan kami. Mereka berlalu lalang kesana kemari diselingi canda tawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENDLESS LOVE [Terbit]
Romance"Yang penting Qairina sekarang fokus ngaji, kuliah dan tingkatkan value diri" "InsyaAllah Gus, biar solikhah ya" "Biar jadi istri saya" Qai terbelalak. Keningnya mengerut. "Tapikan..niat saya belajar bukan untuk itu Gus" protesnya. "Tapi saya su...