Percuma

31 12 0
                                    

"Banyak orang bilang, kalo hafalan udah dua puluh juz keatas, ujiannya tuh laki-laki Qai" Celetuk Disya.

"Maksudnya nikah?"

"Ya begitulah"

"Itu mitos apa gimana?" Dahiku mengerut.

"Tapi banyak yang ngalami seperti itu kok"

Aku diam melirik Disya sekilas lalu fokus kembali pada mushaf.

"Terus ya.. Selain itu, kalo.."

"Udah udah ah, mentang-mentang udah setoran malah sekarang ganggu orang yang belum lancar. Itu antrian tinggal dikit Sya. Udah ah jangan ganggu" Bibirku mengerucut dengan wajah kesal.

Gadis bermukena bordir biru itu terkekeh sembari bangkit meninggalkanku. Aku mentasmi'kan bacaanku dua kali lagi. Setelah itu, akupun maju menyetorkanya pada umma.

Pagi ini begitu cerah. Aku baru saja menjemur pakaianku lalu bergegas menuju kampus.

Aku tiba dikelas lalu duduk dengan santai. Tak lama kemudian Rania datang dan memberiku senyum tipis. Sejak kejadian tak menyenangkan lalu, hubunganku denganya kian berjalan asing. Sikapnya yang seolah selalu menciptakan jarak, membuat suasana menjadi canggung. Padahal aku biasa saja.

Ustadz Dim masuk. Hari ini adalah jadwal pengumpulan tugas metode dakwah walisongo. Wali mashur tanah Jawa.

"Silahkan kirimkan pada saya. Paling lambat sebelum saya keluar ruangan. Fahimtum?"

"Fahimna ustadz"

"Hisyam, ente maju kedepan presentasikan tugas ente"

Hisyam, salah satu mahasiswa paling cakap di fakultaskupun maju.

"Aduh.."

Aku mendengar Rania bergumam lirih. Ia tampak mematung ketika kulirik.

"Kenapa?" Tanyaku.

"Aku.. Belum mengerjakanya sama sekali" Jawabnya dengan wajah panik.

"Kok bisa? Di kost ngapain ajah? Waktu kan banyak"

"Ngga usah ceramah. Mau ngapain aja ya itu urusan aku lah. Orang ngga sempet ya mau gimana lagi" Sahutnya ketus.

"Hmm padahal delapan hari tuh lama. Lagian tema walisongo kan banyak banget referensinya"

"Diam"
Rania meletakan telunjuknya dibibirku.

Aku hanya menggeleng maklum. Aku sempat berfikir sesaat sebelum kemudian kembali mengoperasikan laptopku. Mengirimkan file tertentu pada email seseorang. Setelahnya, akupun beralih memperhatikan Hisyam di depan.

"Loh, apa yang kamu lakukan?" Bisik Rania terdengar beberapa detik kemudian setelah melihat email yang masuk.

"Sudah kumpulkan saja yang itu"

"Ngga usah bercanda. Ngga lucu"

Aku yang semula tetap memperhatikan depan, kini beralih menatapnya.

"Kamu anggap itu lucu? Kalau begitu tertawalah. Aku sudah lama tak melihatmu tertawa" Tantangku.

Ia terdiam. Pandangannya padaku berubah. Tak seangkuh tadi.

"Aku bersungguh-sungguh. Kumpulkan saja yang sudah ku kirim. Aku akan membuatnya lagi nanti. Lagi pula tamu bulananku baru saja datang tadi sebelum kuliah. Jadi banyak waktu luang di asrama"

Aku kembali beralih menatap depan. Ketika kulihat ustadz Dim, ada sebentuk ragu dan takut disini. Tapi tak apa, aku akan berusaha berbicara pada beliau nanti.

Sepulang kuliah, aku sengaja mampir ke perpus untuk mengembalikan buku yang ku pinjam. Aku menghampiri pustakawan dan menunjukan kartu pinjamanku.

"Oh iya Qai, ada titipan untukmu" Ucap senior dihadapanku. Ia lalu menyodorkan sebuah kertas imut bermotif yang dilipat menjadi dua.

ENDLESS LOVE  [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang