Tiga Tanda Tanya

52 23 8
                                    

Aku memandang pantulan diri sendiri di cermin. Sebelumnya aku belum pernah memakai outfit serba hitam ke kampus. Meskipun menurutku sangat anggun ketika melihat gadis lain mengenakanya.

Aku melirik lukisan Nizar, gadis dalam bingkai itu mengenakan pakaian serba hitam seperti ini. Ah semoga.. Kelak aku benar-benar bisa bersimpuh dilantai masjid Nabawi seperti yang Nizar gambarkan.

Aku membenarkan lipatan di sisi kiri wajahku. Sebenarnya kerudung ini satu setel dengan sebuah niqab. Tapi aku belum berani memakainya. Sedang abaya ini, budhe yang menghadiahkanya untuku seminggu sebelum aku ulang tahun.

Aku meraih tasku dan beberapa buku. Disya dan Arwa telah menungguku didepan.

Aku berjalan melewati koridor kampus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku berjalan melewati koridor kampus. Beberapa pasang mata seakan tengah menyorotku. Atau.. Hanya perasaanku saja.

Disya berbelok. Aku masih sempat bercanda dengan Arwa. Setelah itu ia menyusul berhenti. Aku melambaikan tangan.

'Duh.. Apa aku percaya diri jalan sendirian ya.. '
Batinku sembari terus melangkah menuju tangga. Beberapa teman fakultas lain bergantian menyapaku. Tak biasanya.

Persis dikaki tangga..
Deg!!
Aku berpapasan dengan Gus Ghazi.

'Duuh.. '

Aku menunduk memejamkan mata. Langkahku terhenti dan bergeser agar gus bisa berlalu melewatiku. Tapi.. Ia justru tetap berdiri didepanku. Kami sama-sama berhenti.

"Qai?"

Aku mendongak perlahan dan mengulas senyum malu. Tak kusangka gus Ghazi turut tersenyum. Tubuhku rasanya kaku.

"S-sudah Qai pakai gus" Ucapku lirih.

Ia tersenyum.
"MasyaAllah, cantik. Terimakasih ya"

'Aaaa tidak bisa, tidak bisa. Pipiku pasti saat ini memerah. Aku harus segera pergi dari sini!'

"Em.. Kalau begitu Qai naik dulu gus, permisi"

Aku segera enyah dari hadapan gus tanpa menunggu jawaban dari pria itu. Kurasa aku menaiki tangga dengan hentakan-hentakan yang terdengar kasar. Ah sudahlah, aku sangat malu.

Sesampainya dikelas, aku duduk dan segera menelungkupkan wajahku ke meja. Tanganku mengepal gemas mengingat kejadian tadi.

"Kenapa sih kamu Qai" Tanya Rania heran.

"Hhhh gak papa"

Siang harinya, saat diperpus, aku kembali melihat gus baru saja memasuki pintu. Ia berjalan menuju rak yang sama kearahku. Sepertinya buku yang ia cari masih satu tema disini.

Entah kenapa, reflek aku menutup wajahku dengan buku.

"Qai? Itu kamu kan?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Qai? Itu kamu kan?"

"Em..hehe" Aku menurunkan buku di wajahku hingga sebatas hidung.

"Kenapa ditutupi begitu sih..hhh" Gus Ghazi terkekeh.

"Habisnya gus liatinya lama. Gak kaya biasanya. Kan ga enak saya gus"

Gus Ghazi kembali tertawa kecil.
"Ya kan saya menilai kerudung itu cocok gak dipakai kamu. Kalaupun kamu merasa yang saya pandang itu wajah kamu, ya berarti gak sengaja"

Sontak aku mengayunkan buku ditanganku ke lenganya. Ingin ku cubit tapi tak boleh. Itupun sedetik kemudian aku menyesali perbuatanku karena tak sopan padanya. Aku kelepasan lagi.

"Gus menyebalkan sekali!" Dengusku lirih padanya. Pria itu masih tertawa melihat ekspresiku.

Tanpa sadar, ternyata Rania telah berdiri dua meter dibelakang gus Ghazi menatap kami diam.

"Gus saya permisi ya, sudah ditunggu teman"

"Baik, silahkan"

°•🖤•°


POV Nizar

Pagi ini aku harus berada di gedung kesenian lebih awal. Lukisanku belum rampung. Padahal nanti siang coach Hamid, dosen seni akan menilai karyaku. Ini tahap seleksi untuk pemilihan perwakilan lomba antar kampus.

Aku baru saja menurunkan kanvasku dari motor. Seketika pandanganku terpaku pada gadis mengenakan abaya hitam yang tengah berjalan menunduk di pelataran kampus bersama kedua temanya.

"Qairina..."

Ah Rabb,, kenapa gadis itu memukau sekali. Senyumnya, kepribadianya, kecerdasanya. Beruntung sekali kelak lelaki yang bisa memilikinya.

Gadis itu bilang ia menyukai lukisan yang kubuat dan akan memajangnya di dinding kamarnya saat kembali ke Aceh kelak. Hatiku lega mendengarnya.

Qai, sejak pertama bertemu diperpus kala itu, kamu sudah meninggalkan kesan yang istimewa bagiku.

Belakangan ini baru ku ketahui bahwa kamu ternyata keponakan Kyai Syakir dan Umma Hafsah di Sleman, Guruku sejak kecil hingga tamat SMA dulu. Beruntung sekali bisa mengenalmu disini.

Qai, maaf jika aku memiliki harapan lebih padamu. Meski aku tau itu tidak mungkin terwujud. Aku siapa dan kamu siapa. Aku menyadari itu.

Tetaplah mengenalku dengan baik dan tetap beri senyuman untuku saat kita bertemu Qai. Itu sudah cukup menjadi penyemangatku tanpa kamu sadari.

°•🖤•°
_________________________________________

Gemes sama mereka
Bertiga😌 saling insecure
Semua🥵

Karena up double
Jadi dikit ya,,🤭

Sampai jumpa di
chapter 11🥰

#Author
24 Oct 2023
_________________________________________

Niqab : Cadar
Abaya : Busana khas Timur Tengah.
Biasa disebut gamis Arab.
Identik dengan warna gelap
terutama hitam.






ENDLESS LOVE  [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang