Wiwi tiba di kelas lebih awal. Teman-teman yang menjadi satu kelasnya masih banyak yang belum hadir. Bahkan Wiwi baru saja menarik kursi yang telah menjadi miliknya gendang telinganya sudah banyak dipenuhi sahutan-sahutan yang tak berhenti mencerca masalah ulangan PAI.
Fadillah mengerucutkan bibirnya. Wiwi sama sekali tidak mengerti tentang keresahan hatinya saat ini.
"Gue kayaknya gak akan di kasih ulangan. Soalnya gue kan anak baru". Ucap Wiwi menopang sebelah tangan ke dagu. Memperhatikan jelas Fadillah yang tengah serius membaca.
"Siapa bilang. Lihat aja sebentar Lo bakalan tetap di ikut sertakan". Bantah Fadillah tanpa menoleh ke arahnya.
Wiwi mencibir kecil. "Ck Masa sih".
Fadillah menutup buku yang dibacanya. Lalu menoleh dengan raut bodoh. "Lo gak percaya?. Lo tahu gak?. Guru agama kita udah nenek-nenek. udah pikun malah. Terus- terus masa kacamata gak ada kacanya. Mana pake jilbabnya segini sampai yang kelihatan cuma mulutnya doang." Jelas Fadillah. Satu tangannya berada di jidat memperagakan seperti membatasi area mata dan alis. "Lo gak bakalan dibebasin. Semua murid dimatanya sama. Gak ada murid baru semua tetap ulangan".
"kalau gue gak ulangan?".
Setelahnya Wiwi meringis ketika Fadillah membuat gerakan tengah memegang cambukan lalu di arahkan ke udara.
"Makanya mending lo belajar deh. Biar gue bisa nyontek sedikit".
"Ah bro Lo lupa. Catatan agama gue masih kosong. Gimana caranya gue mau belajar". Sungut Wiwi sambil melihat-lihat isi dalam tasnya.
Fadillah langsung menyodorkan buku miliknya. Tanpa pikir panjang Wiwi mengambil dan membuka untuk melihat isinya.
Tulisan yang sangat mirip cakar Ayam mampu membuat Wiwi memicingkan kedua matanya meringis. Beberapa kalimat sulit ia eja karena tak mengerti.
"Gue tahu tulisan gue jelek. Gak usah hina ya!". Ucap Fadillah.
"Gak bro. Mana mungkin gue hina ".
"Widih rajin amat belajarnya!".
Wiwi kembali mengangkat pandangan dari buku yang menutupi setengah wajahnya. Seruan itu terdengar nyaring, rupanya ucup dan Olan baru saja tiba menghampiri kursi kosong di depannya.
"Gak usah belajar. Percuma waktunya udah mepet gak bakalan masuk diotak". Racau Olan menutup buku di tangan Wiwi tanpa rasa bersalah.
"Woi. Apa-apaan Lo njing. Gak usah gangguin!." Fadillah yang tak terima sontak menepis tangan Olan saat Olan berniat menyingkirkan buku yang tengah Wiwi pegang.
"Monyet-monyet. Lo maksa Wiwi belajar kan supaya lo bisa nyontek."
"Sok tahu!." Pandangan Fadillah tanpa sengaja bertemu dengan Wiwi. Fadillah mendelik malu kembali merebut bukunya dan membacanya sendiri. "Yaudah biar gue yang belajar."
Wiwi terenyuh. Merasa aneh dengan Fadillah. Namun pergerakan Ucup yang tiba-tiba membalikan kursi menghadap ke arahnya membuat matanya sekarang lebih tertarik mendengar omongan baru saja pria itu.
"Bro gue ada kisi-kisi."
"Serius lo". Raut wajah Fadillah yang merajuk berganti cepat. Ia menatap Ucup dengan ekspresi berbinar
Tindakannya itu sontak mendapat decakan sinis dari pemilik kisi-kisi.
Wiwi menarik kursinya lebih dekat. Mencoba ikut campur pembahasan mereka. "Kisi-kisi? serius bro dapat dari mana". Ucapnya.
Ucup tidak mengatakan-apa-apa. Namun pergerakan bibirnya menjelaskan semua dimana cowok itu menunjuk.
"Dari Ozil!."

KAMU SEDANG MEMBACA
Live in a Boys Dormitory
Teen FictionBagaimana jika wiwi memilih membawa sendiri dirinya tinggal ke dalam Asrama putra. Demi menutupi identitas aslinya sebagai seorang cewek tulen Wiwi rela mengubah penampilan feminimnya agar bisa menyamar sebagai sosok pria. Predikat murid baru menja...