Chap 18

102 15 13
                                    

Bagaikan rutinitasnya, setiap pagi, Rahye selalu memandangi foto yang terbungkus pigura, yang terpajang sempurna di atas nakas di samping ranjang.

Tiap kali terbangun dari tidur, foto tersebut selalu tertangkap oleh netra miliknya. Dimana di sana terdapat foto Chan dengannya bersama Joo-rim, dan Joo-hye.

Foto itu baru tercetak tiga hari lalu, dan Chan yang mengantarkan foto beserta pigura tersebut ke rumah Rahye.

Ya, Rahye kembali ke rumahnya setelah satu bulan tinggal bersama Chang-hyun. Itupun setelah Haeul menemukan apartemen baru beberapa minggu lalu.

Rahye masih saja memandangi foto tersebut. Untuk apa dirinya bertindak sejauh ini? Menyetujui pernikahan dengan orang yang tak ia cintai. Apakah hubungannya dengan Chan akan sama dengan hubungan palsu orang tuanya? Joo-rim dan Chang-hyun?

Sampai sekarang pun, skandal itu masih cukup ramai dibincangkan. Masih belum bisa hilang sampai sekarang. Tak ada satu pun hari dimana skandal itu hilang, pastilah ada jurnalis lagi yang mengungkitnya.

Di tengah lamunannya itu, ia tak sengaja meremas kuat pigura yang keras tersebut. Rasa kesalnya memang tak dapat dihilangkan. Lalu, Rahye mengembalikan pigura tersebut di tempat semula, di atas meja dengan rapi.

"Sampai mana aku harus berbohong? Sampai kapan aku bisa nemuin cinta pertamaku? Kenapa bisa aku bertahan sampai di titik ini? Kemana Rahye yang lemah itu?"

Bahkan suara kekecewaannya dapat terdengar lemas dan lirih. Dirinya masih tak bisa percaya, ia dapat bertindak sejauh ini.

Dering ponsel Rahye berbunyi dan begetar. Meski ia tak tau dimana terakhir kali ia meletakkan ponselnya.

"Ah, ini dia." Rupanya berada di bawah bantal. Kemudian ia mengangkat, tepat setelah melihat nama Chan di layar.

"Apa?" suara lelahnya bertanya.

"Aku, Mamamu, sama Joo-hye lagi mau perjalanan ke Jepang. Harusnya aku kasih tau kemarin malem, tapi kamu udah tidur. Baru bangun kan, sekarang?"

Sejujurnya, ia malas menanggapi. Tapi Rahye tetap mengiyakan dengan malas.

"Kamu mau kesini, nggak? Kita ada sesuatu yang mau dibicarain. Sekalian, kamu ketemu sama adikmu."

"To the point aja bisa nggak? Bahasamu itu kenapa sih suka banget diperpanjang?"

Chan tertawa di ponsel. "Kita mau ngajak kamu ke Jepang buat cari tempat bulan madu. Tapi aku yakin kamu pasti nggak mau. Kalau bisa, sekarang kamu kesini. Kita mau kasih tau sesuatu."

"Nggak usah. Makasih."

Setelah dimatikan, Rahye membuang ponselnya ke atas sofa. Beruntungnya tidak terpeleset dan berakhir pecah di lantai.

Ia masih belum tau, siapa orang yang tepat untuk diajak berbicara. Dia hanya punya rekan kerja, bukan teman. Tidak mungkin Papanya yang ia ajak bicara. Rahye justru menyembunyikan itu dari Chang-hyun.

"Kalau Seungmin gimana? Dia nggak punya relasi apa-apa sama aku, ataupun media. Ceritaku nggak mungkin bisa kesebar kalau aku cerita ke dia."

"Tapi apa itu nggak membebani dia? Masalah hidupnya dia kan juga banyak kaya aku. Entar malah jadi aku yang ngganggu dia."

Rahye menarik nafas dan mengeluarkannya lagi. Lalu menyandarkan kepalanya di board ranjang.

"Emang susah jadi Seo Rahye."

Dering ponselnya berulah lagi. Kali ini Kim Dohwan yang menelponnya. Ia terpaksa turun ke bawah hanya untuk mengambil ponselnya yang baru saja ia buang.

Doctor || SeungminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang