bab 3

292 25 6
                                    

"Loh Ca, kamu ngapain ke sini?"

Ajeng mendengar suaminya dari arah dapur, suaminya itu baru pulang dari jalan jalannya.

Aca memang menunggu Alfa entah untuk apa, Ajeng tak menanyai nya.

Namun dia dapat melihat Aca bangkit untuk menghampiri suaminya itu, Ajeng mendekatkan tubuhnya di samping tembok untuk mendengar pembicaraan mereka lebih jelas.

"Mas aku mau minta uang, aku lagi ngredit buat beli mobil, mas tau kan teman teman ku udah punya mobil semua. Malu aku kalau pakai motor sendiri," ujar Aca dengan wajah di tekuk.

"Tapi uang mas juga udah habis Ca, tadi aja mama Minta uang satu juta lagi buat beli emas katanya,"

Ajeng menghela nafas, dia sudah duga pasti Alfa memberikan uangnya pada sang mertua, memang selama ini jika Alfa memberikan uang pada mamanya itu tak pernah bilang padanya, kadang dia merasa tak di anggap sebagai istri. Karna apa apa Alfa selalu semaunya sendiri.

"Ck, mas kok gitu sih, mama aja diturutin masak aku mau minta buat nyicil mobil ada nggak ada. Padahal aku kan jarang banget minta uang ke mas!"

Ajeng bisa melihat wajah lemas sang suami, namun juga terlihat pasrah tak tega dengan adiknya itu.

"emang kamu butuh uang berapa lagi?" Pada akhirnya Alfa bertanya, mungkin sedikit sedikit dia bisa bantu adik semata wayangnya itu.

"Lima juta aja kok mas!"

"Hah? Mana ada uang segitu mas Ca, kamu tau sendiri kan gaji berapa, mbakmu Ajeng aja mas cuma jatah satu juta, terus ngasih ke Runa, mama juga." Dengan sabar Alfa menjelaskan, berharap adiknya mau mengerti.

"Emang mas punya berapa? Pasti mas punya tabungan kan? Aku nggak yakin mas nggak punya tabungan deh!" Aca masih saja ngotot ingin meminta uang pada kakaknya itu, berharap dia pulang tak hanya membawa tangan kosong saja. Terlebih, dia sudah menunggu selama berjam jam disana.

"Yaudah mas kasih dua juta ya,"

"Yaudah deh mas nggak papa. Meskipun masih kurang sih!"

Ajeng yang mendengar itu sontak saja terkejut, dia pun keluar dari persembunyiannya dan menghampiri kedua kakak beradik itu.

"Mas, kenapa kalau keluarga mas yang minta selalu di kasih? Sedangkan aku? Aku yang masakin mas dan layanin mas cuma mas jatah sejuta perbulan. Aku istri kamu mas, kenapa aku yang kayak ngemis nafkah sama kamu. Padahal yang lebih utama itu istri mas dulu,"

"Mbak, mbak jangan seenaknya dong. Yang lebih utama ya mama sama aku. Mbak baru kenal sama kakak aku berapa lama sih. Kita yang nemenin dari nol. Mbak aja kerjaannya cuma makan tidur di rumah, sejuta itu udah banyak buat pengangguran kayak mbak," Aca balas menyolot membalas ucapan Ajeng, mulut Ajeng hampir terbuka untuk membalas ucapan Aca yang tak masuk akal it, namun suara Alfa membuat ucapanya kembali tertelan dalam tenggorokan.

"Udah lah Jeng, lagipula kasian Aca. Nggak ada yang bisa bantu di kecuali aku. Ucapan dia juga benar. Kamu kan nggak ngapa ngapain di rumah, jadi sejuta cukup lah, aku udah ngasih kamu nafkah!"

Ajeng menatap suaminya itu dengan tatapan tak habis fikir, bisa bisanya dis berkata seperti itu, padahal semua bahan untuk memasak juga mahal, dia saja sudah begitu irit, ditambah lagi listrik kadang juga melonjak naik. Kadang saja dia pusing gimana caranya untuk menghemat listrik agar bayaran listrik tak melonjak terus terusan.

Di tambah lagi jika Ajeng meminta lebihan untuk membeli bahan masakan, ada aja alasan Alfa untuk tak memberikannya.

"Yaudah kalau gitu biar aku cari kerjaan aja, aku juga suntuk sebenarnya dirumah aja mas. Apalagi cuma ngandelin uang nafkah kamu yang nggak seberapa itu," Ajeng mengeluarkan unek uneknya itu pada akhirnya.

"Kamu ngerendahin aku Jeng?" Mata Alfa sudah membara, pria itu tersinggung dengan ucapan Ajeng yang memang benar itu.

"Tapi emang benar kan mas? Apalagi adik mas yang satu ini dan mama sering kali ngeremehin katanya aku yang males males. Padahal kan mas yang ngelarang aku buat nggak kerja dan urus rumah aja!"

"Iya sih mas, biarin aja mbak Ajeng ini kerja, itung itung biar nggak nyusahin mas lagi. Biar cari uang lagi buat bantu bantu beli kebutuhan," Aca ikut menyaut obrolan mereka.

"Nggak, Ajeng nggak boleh kerja!" Alfa memasang wajah kerasnya.

"Terserah mas deh kalau gitu, yang terpenting sekarang mana uang dua jutanya mas, biar aku cepet pulang. Aku udah nunggu mas daritadi noh!"

Akhirnya tanpa berkata kata lagi, Alfa masuk kedalam kamar dan tak lama setelahnya, keluar membawa uang yang di minta Aca.

Sebelum Alfa memberikan nya, Aca lebih dulu merenggut uang itu dari tangan kakaknya itu, membuat Ajeng yang melihat ketidak sorangan iparnya itu hanya bisa menghela nafas lelah.

"Makasih ya mas, aku balik dulu. sering sering kasih uang ya, biar mama do'ain mas Alfa cepet kaya!" Seloroh Aca sembari berjalan dengan cepat keluar rumah.

Sepeninggal Aca, Ajeng hendak berbalik namun tangannya lebih dulu dicekal Alfa membuat Ajeng kembali membalikkan badannya.

"Maaf yah udah bentak bentak kamu tadi," Alfa memasang wajah iba nya, namun Ajeng yang masih kesal hendak melepaskan cekalan tangan Alfa namun tak bisa.

"Sayang, aku minta maaf." Alfa kambali mengiba. Memang, Alfa selalu bisa membuat Ajeng bimbang, suaminya itu manipulatif sekali, dia punya seribu cara untuk membuatnya luluh setelah di buat terluka.

"Iya, tapi aku boleh kerja kan?" Ajeng mencoba memberi penawaran.

"Nggak sayang, kamu di rumah aja. Rawat rumah, dan rawat aku dengan baik. Itu udah lebih dari cukup kok, kamu nggak usah capek capek kerja. Biar aku aja!"

"Tapi mas.. "

"Oiya kamu udah masak? Mas laper nih!" Alfa mencoba mengalihkan pembicaraan agar obrolan mereka tak membahas itu lagi.

"Iya, mas mandi dulu. Habis itu makan!"

"Siap sayang!" Setelahnya, Alfa mencium pipi Ajeng sebelum berjalan menuju kamar mereka.

Ajeng menatap punggung suaminya itu yang sudah hilang dibalik pintu yang tertutup. Lalu setelahnya dia berjalan menuju ruang makan untuk mempersiapkan makanan untuk Alfa, setelah semuanya siap, Ajeng menunggu suaminya itu sembari bermain ponsel.

Namun setelah 30 menit kemudian, dia tak mendapati tanda tanda suaminya itu akan turun, memang Alfa typikal orang yang kalau sudah mandi, sangat lama sekali. Namun paling mentok juga 20 menit. Ini sampai hampir setengah jam.

Dia pun naik ke atas untuk mengecek suaminya itu, baru saja pintu di buka dia melihat suaminya itu tengah videocall an di atas ranjang.

"Kamu suka sayang?"

"Iya pa, makasih mainannya aku suka, apalagi tadi mainnya seru. Kapan kapan main lagi ya papa!"

Itu jelas suara Runa, jadi sejak tadi Ajeng menunggunya di bawah, Alfa sedang asik telfonan dengan anaknya itu.

-----

Tbc..

Mengemis nafkah suamiku. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang