"Mas Al makan siang bareng yuk!"
Alfa yang baru saja akan bangkit dari duduknya untuk berjalan keluar makan siang langsung mendongak dan menatap Karin yang tersenyum ke arahnya.
"O.. Iya, ayo Rin!" Alfa mengambil ponsel dan mengantongi nya, lalu berjalan bersama Karin ber iringan.
"Wahh, dapat jackpots bisa berduaan sama idola kantor nih Al," goda Aron, salah satu teman prianya yang memang cukup playboy dan terkenal nakal karna sering main dengan prempuan bayaran.
"Iya nih Alfa, katanya setia sama istri." Ejek Rio, salah satu teman akrabnya juga. Dia sempat mendekati Karin, namun wanita sexy itu dengan keras menolak karna tubuh Rio yang memang terbilang paling kecil dan cungkring diantara teman Alfa yang lain atau lebih tepatnya diantara seluruh karyawan kantor. Namun wajahnya cukup tampan.
Namun penolakan Karin tak membuat Rio dendam atau marah, malah lebih tertantang karna Karin terkenal pemain, dan banyak mantan di kantor atau lebih tepatnya teman satu malamnya.
"Apaan sih kalian, orang cuma makan siang bareng aja," elak Karin dengan ketus.
"Iya, awalnya cuma makan siang, tapi nanti jadi makan yang lain," Goda mulut busuk Aron, sembari menjilat bibirnya seolah menggoda Alfa yang terus saja diam.
"Apaan sih kalian, udah mas. Ayo kita turun. Emang temen temen mas Al nggak ada yang bener deh!" Dengan berani Karin menggandeng tangan Alfa, membuat teman teman Alfa semakin gencar menggodanya, namun Alfa hanya cuek dan mengikuti kemanapun Karin menariknya.
Hingga sampai di lift, Karin yang baru sadar langsung melepaskan dekapannya dengan kikuk.
"Eh maaf mas, tadi nggak sengaja. Reflek!"
"Eh iya nggak papa kok Rin,"
Suasana mendadak canggung, karna di dalam lift cuma mereka berdua saja.
Lalu kemudian tiba tiba saja ponsel Alfa berdering, dia pun segera mengambilnya dari saku untuk melihat siapa yang menelfonnya siang siang begini. Namun begitu melihat nama Diana disana dia pun segera mengangkatnya.
"Kenapa Na?" Tanya Alfa begitu panggilannya terhubung.
"Ini mas, gimana ya bilangnya.. Aku nggak enak.. "
"Bilang aja, kenapa Na?"
"Itu mas, Yura minta mainan, uang yang kemaren mas kasih udah habis mas!"
Alfa terdiam sejenak, tabungannya bulan ini menipis karna mamanya yang selalu meminta uang, entah untuk arisan entah untuk membeli perhiasan, atau apalah. Namun ini permintaan sang anak, jika tak di turuti dia tak ingin membuat anaknya kecewa.
"Emang butuh uang berapa Na?"
"Nggak banyak kok mas, cuma lima ratus ribu,"
"Iya, nanti aku transfer,"
"Makasih banyak ya mas!"
"Iya Na,"
Setelah panggilan terputus, Alfa langsung mengirimkan uang yang di minta pada Diana.
"Siapa tadi mas? Mantan istri mas?" Tanya Karin begitu Alfa kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku.
"Iya, Diana. Yura katanya minta mainan jadi aku transfer uangnya tadi!"
"Mas Papiable banget yah. Sayang anak!"
------
Semakin hari pengikut dan penonton live Ajeng semakin banyak, otomatis yang membeli dan melihat produk yang Ajeng jual semakin banyak pula. Membuat Ajeng mendapat bonus karna berhasil menjual barang melebihi yang di tetapkan.
Seperti saat ini, dia tiba tiba saja mendapat transferan uang dari Diro dan mengatakan jika itu uang bonus, bukan uang gaji utama, karna berkat usaha Ajeng, perusahaan dia semakin memberi keuntungan banyak karna produk yang terjual begitu banyak dan keuntungan melonjak pesat.
"Tapi ini nggak terlalu banyak Ro?" Kata Ajeng begitu dia mengangkat panggilan Diro yang menelfonnya.
Nominal yang Diro kirim 20 juta, bahkan dia sendiri tak membayangkan bisa memegang uang sebanyak itu semenjak menikah dengan Alfa karna Alfa begitu pelit padanya.
Yang sejuta untuk sebulan hanya lewat saja.
"Nggak Jeng, karna usaha kamu perusahaan aku untung pesat, jadi itu sepadan sama yang aku kasih!"
"Makasih banyak ya Ro, andaikan kamu nggak kasih aku kerjaan mungkin aku saat ini masih nganggur dan nggak punya uang sama sekali," tanpa sadar Ajeng malah mengatakan sesuatu yang dia rahasiakan, yaitu uang yang di kasih Alfa selalu kurang. Padahal selama ini dia selalu menutup rapat rahasia jika dia menderita di pernikahannya.
"Hah? Nggak punya uang sama sekali? Emang suami kamu kasih kamu uang berapa bisa sampai kurang?"
"Ehh!" Ajeng baru saja menyadari ucapannya, "bukan gitu maksud aku Ro,"
"Jangan bohong Ajeng, pasti ada yang kamu sembunyiin kan? Atau kamu nggak bahagia dalam pernikahan kamu ya? Berarti benar apa kata orang jika suami kamu nggak pernah ngajak kamu makan di luar dan jalan jalan?" Tuding Diro panjang lebar, membuat Ajeng hampir tak berkutik.
"Nggak kok Ro, aku bahagia nikah sama mas Alfa. Cuma ya.. " Ajeng bingung harus mencari alasan lagi, karna dia terlanjur berkata dan Diro lagaknya seperti sudah tertanam dalam otaknya jika dirinya memang cukup menderita dalam pernikahan yang dia jalani. "Cuma ya, emang mas Alfa memang cuma jatah uang pas pasan sama aku, aku tau, dia juga banyak tanggung jawab. Punya mama, dan anak yang harus dia beri nafkah juga. Jadi aku nggak mau egois dengan ngandelin dia."
"Oh, kalau kamu butuh uang atau apa apa, jangan sungkan bilang sama aku Jeng. Di luar aku memang sayang sama kamu, tapi kalau kamu nggak nyaman. Anggap aku teman kamu. Jadi jangan sungkan ya!"
"Iya Ro, tenang aja!"
"Tapi mertua kamu baik kan sama kamu?" Kekhawatiran Diro membuat Ajeng sedikit tersentuh, dia diam diam berkaca kaca.
"Baik kok Ro, tenang aja. Kamu nggak perlu sekuatir itu!"
"Yaudah Jeng, kalau gitu aku tutup dulu ya, ada meeting bentar lagi."
"Iya Ro, sekali lagi makasih banyak ya!"
"Siap!"
Setelahnya, panggilan terputus, dan Ajeng langsung merebahkan dirinya di ranjang.
"Mama sama papa apa kabar ya," gumam Ajeng, kemudian dia mengambil ponsel nya dan mencari sosial media sepupunya yang biasanya jika hari libur menghabiskan waktunya bersama keluarga besar, termasuk mama dan papanya. Dan hari libur itu 2 hari yang lalu.
Saat dia membuka sosial media sepupunya itu, dia mendapati sang mama yang agak kurus meskipun wajahnya tersenyum, dia melihat ada kesedihan di mata mamanya itu.
Dia mengingat terakhir kali dia melihat sang mama adalah saat dia si usir, mamanya tak merespon banyak. Namun dia tau sebenarnya mamanya cukup terluka dengan sikapnya yang dengan seenaknya malah memutuskan kuliah dan menikah dengan orang yang dia anggap akan menjadi pendamping nya yang akan membuat nya bahagia. Namun malah kebalikannya.
Sedang sang papa, memang typikal seorang ayah yang tegas dan begitu dingin. Dalam foto pun ekspresi nya begitu kaku dan tak ada senyuman di sana.
-----
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengemis nafkah suamiku.
General FictionAjeng Rahayu, wanita yang bak mengemis nafkah suaminya sendiri, karna, Alfandra, sang suami lebih mengutamakan memberi uang pada mantan istrinya dengan alasan memberi nafkah pada sang anak. di satu sisi saat dia akan bekerja sendiri, suaminya melar...