Di rasa adiknya sudah merasa agak tenang, Alfa berniat membawa Aca pulang ke rumahnya. Mungkin dia akan membantu membawa barang barang pribadi mereka nanti ke rumah barunya bersama Ajeng nantinya.
"Kak, aku mau gugurin bayi ini aja!"
Sontak saja Alfa langsung mengerem mobilnya dengan mendadak, untung saja jalanan sudah agak sepi, jadi tidak terlalu bahaya.
Alfa langsung menoleh dan menatap sang adik dengan tajam, memang posisi duduk Aca ada didepan, tadinya yang ada di depan Karin. Namun Karin telah di antarkan pulang tadi.
"Kamu jangan ngaco Ca, dengan kamu gugurin bayi dalam kandungan kamu nggak akan bikin semua masalah menjadi selesai,"
"Tapi kak, ini aib, aku nggak mau kakak sama mama malu, lagipula mama paling juga setuju kalau aku gugurin bayi ini. Bayi ini sangat nggak berguna buat aku, malahan akan menghambat kerja aku nantinya, apa kata temen temen kalau aku hamil padahal belum nikah," Aca membalas bentakan sang kakak tanpa rasa bersalah sedikitpun saat mengatakan itu, seolah itu adalah hal yang sangat tak masalah.
Alfa menggeleng tak habis fikir, kemudian mengacak rambutnya frustasi. "Intinya, jangan pernah gugurin bayi itu, bayi itu nggak bersalah Ca, kamu aja yang bodoh. Mau mau an aja di kadalin sama pria macam dia,"
"Kok kakak malah nyalahin aku sih, dia kan awalnya baik. Siapa tau kalau akhinya bakalan gini. Kalau tau juga aku nggak akan gini kak!"
Lagi lagi Alfa hanya bisa mendesah frustasi, "sekarang kasih nomer atau alamat pacar kamu itu, kakak akan minta pertanggungjawaban dia,"
"Nggak kak, jangan. Calon istrinya itu anak polisi yang berpangkat. Terus ayah dia juga punya banyak koneksi preman. Aku takut kakak di apa apain,"
"Tapi.. "
"Udah kak, kalau emang kakak nggak mau bantu aku. Aku bisa sendiri tanpa harus nyamperin dia."
"Yaudah, iya. Kakak nggak akan nyamperin dia!" Memang, Alfa selalu mengalah dengan sang adik. Dan selalu tak tegaan dengan adiknya itu.
Alfa kemudian kembali menyalakan mobilnya untuk menuju rumah, karna jaraknya dengan rumah tinggal beberapa meter lagi hingga tak terlalu lama.
Setelah sampai rumah, seperti biasa mamanya selalu menunggu dengan cemas di depan teras.
Dan begitu melihat Aca turun dari mobil, mama Tia segera menghampiri anak perempuan nya itu.
"Kamu selama ini kemana nak?" Mama Tia menangis sembari mengecek tubuh Aca dengan teliti, takut ada lecet di tubuhnya atau apa. "Tubuh kamu agaknya jadi makin kurus, juga pucet, kamu kenapa nak?"
Aca menghela nafas dan menangkap tangan mamanya yang terus saja tak bisa diam.
"Kita bicarain aja di dalam ma,"
Mama Tia menurut saja, dan langsung mengekor anaknya yang menariknya masuk, tak lama kemudian Alfa pun ikut masuk setelah memarkirkan mobilnya.
Sampai di ruang tamu, Aca langsung duduk di susul sang mama yang tak sabar dengan cerita sang anak, juga Alfa yang ikut duduk disana.
"Aku hamil ma!" Aca mengatakan dengan santai, tanpa beban dan rasa bersalah di wajahnya.
"Appa??? Jangan bercanda kamu nak!" Jelas saja mama Tia terkejut mendengarnya, anaknya tidak pulang dua hari, pulang pulang mengatakan jika hamil.
"Aku serius ma, dan kita harus jual rumah buat kasih ke orang yang udah ngehamilin aku biar vidio vidio syur aku nggak di sebar ke semua orang,"
Hampir saja mama Tia limbung mendengar cerita sang anak, namun dengan cepat Alfa langsung menahan nya, dan menenangkan sang mama yang tampak begitu syok. Untung saja mamanya tak punya riwayat penyakit jantung, bisa bisa kalau punya. Mamanya sudah lewat.
"Astaga, apa yang dosaku sampai anakku bisa begini," ratap mama Tia sembari memijat kepalanya yang terasa berdenyut.
Dirasa cukup tenang, mama Tia mendongak. Menatap anak perempuannya yang tampaknya tak sedikit pun merasa bersalah.
"Kenapa nggak kamu suruh buat tanggung jawab nak, kenapa malah kamu di tuntut buat bayar dia,"
"Dia udah mau nikah, udahlah mah kasih dia uang aja. Aku nggak mau kalau sampai vidio vidio aku disebar sama dia, bisa bisa aku bunuh diri karna malu," dengus Aca dengan kesal.
"Udahlah ma, turutin aja kata Aca. Mau gimana lagi, mama nggak mau kan kalau sampai Aca kenapa napa," Alfa ikut mencoba merayu sang mama agar mau menjual rumah itu.
"Tapi nanti aku sama Aca tinggal dimana Al,"
"Mama kan masih ada aku, mama sama Aca tinggal disini aja ma, mama jangan kuatir!"
Mama Tia menunduk dengan lesu, sebelum akhirnya mengangguk. Membuat Alfa menghela nafas lega.
Untung juga rumah Alfa memang cukup besar, meskipun tak sebesar rumah mamanya itu, rumahnya mempunyai 4 kamar. Nanti bisa di tempati mama juga Aca. Dan masih ada kamar kosong satu lagi.
"Sebaiknya mama istirahat aja, udah malam!" Alfa menuntun sang mama menuju kamarnya, setelah mengantarkan sang mama, Alfa kembali menghampiri Aca yang sedang memainkan ponselnya.
"Besok kita ambil barang barang kamu sama mama, terus aku coba tawarin rumahnya biar segera laku!"
"Iya, cepet jual rumahnya kak. soalnya dia udah ngancem aku terus buat cepet cepet transfer dia uang. Kalau nggak, dia akan posting vidio aku."
"Iya iya, kamu masuk ke kamar dulu. Besok kita omongin lagi!"
"Baiklah!"
Setelahnya, Aca masuk kedalam kamar. Begitupun Alfa yang masuk juga kedalam kamarnya.
Saat masuk, dia mendapati istrinya itu telah tertidur lelap, dia pun segera masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelahnya dia keluar dengan kondisi yang lebih segar. Kemudian menyusul sang istri naik ke ranjang.
Gerakan yang Alfa ciptakan saat naik ke ranjang membuat tidur Ajeng terusik, diapun membuka matanya.
"Loh mas baru pulang?" Ajeng mengucek matanya sembari bangun dan duduk untuk melihat suaminya lebih jelas. Dilihatnya Alfa yang tengah berbaring sembari menutup wajahnya dengan lengannya, seolah banyak pikiran.
"Iya, barusan!"
"Kenapa sama kamu mas? Kayak banyak pikiran aja. Gimana Aca? Dia udah ketemu?" Tanya Ajeng berentetan.
Alfa menghela nafas panjang, lalu membuka lengannya menggantikannya dengan bantal yang lebih tinggi. Dari tatapannya saja Ajeng sudah bisa melihat suaminya itu tengah banyak pikiran dan beban.
"Udah, tapi kondisinya nggak baik baik aja."
"Hah? Nggak baik baik gimana sih mas? Dia kecelakaan?" Ajeng bertanya dengan tak sabaran, karna suaminya itu setengah setengah dalam menjelaskan. Membuatnya tak sabar.
"Bukan, lebih dari itu. Dia hamil!"
"Appa?"
"Iya, terus orang yang ngehamilin dia malah mau nikah sama orang lain."
"Hah? Kok bisa sih? Yang ngehamilin pacar Aca kan? Kenapa Aca bisa nggak tau kalau dia udah mau nikah?" Ajeng memikirkan dengan heran yang suaminya itu ucapkan. Pasalnya sangat aneh sekali, dan kenapa Aca gampang di bodohi.
"Aku nggak tau yang lebih jelasnya. Tapi yang lebih buat aku pusing, Aca malah di suruh buat kasih dia uang 500 juta, jadi aku nyaranin buat jual rumah mama aja!"
Ajeng semakin mengaga mendengar ucapan sang suami, tidak! Jika rumah namanya itu di jual berarti.
"Jadi mama sama Aca tinggal di sini sama kita?"
"Iya!"
------
----
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengemis nafkah suamiku.
General FictionAjeng Rahayu, wanita yang bak mengemis nafkah suaminya sendiri, karna, Alfandra, sang suami lebih mengutamakan memberi uang pada mantan istrinya dengan alasan memberi nafkah pada sang anak. di satu sisi saat dia akan bekerja sendiri, suaminya melar...