bab 20

103 6 0
                                    

"Kenapa Ro?"

"Nggak kenapa napa sih, lagi apa kamu Jeng?"

Ajeng kembali berjalan menuju ranjangnya dan langsung berbaring disana.

"Nggak ngapa ngapain, habis live tadi langsung ke kamar Ro,"

"Aku heran sama suami kamu Jeng, emang kamu kerja nggak di marahin? Suami kamu kan kerjanya lumayan gajinya, masak ngebiarin kamu kerja,"

"Aku yang mau Ro, lagipula aku boring di rumah aja buat ngisi kesibukan juga," memang benar kan? Alfa memang tak menyuruhnya bekerja, hanya saja keadaan mendesak yang seakan memaksanya untuk di paksa bekerja.

"Oh, kalau kamu jadi istri aku mungkin aku suruh duduk manis di rumah aja, haha.. " Diro terdengar tertawa renyah di sebrang telefon membuat Ajeng mau tak mau ikut tersenyum mendengar berapa bahagianya pria itu.

"Kamu juga, mapan udah, tampang juga nggak jelek jelek amat. Nunggu apalagi coba!"

"Belum ada yang mau Jeng,"

"Bokis amat deh, kalau mau mah paling banyak. Cuma kamunya aja yang banyak milihnya,"

"Nggak banyak milih Jeng, pengenku sederhana kok. Nurutin kata hati aja. Tapi kayaknya, hatiku ada yang salah, soalnya malah ngarepin yang udah punya orang.. Haha.. " lagi lagi Diro bercanda sembari tertawa di akhir kalimatnya, namun Ajeng yang seakan mengerti maksud dari pria itu langsung terdiam. Karna mungkin yang di maksud pria itu adalah dirinya, bukan terlalu percaya diri atau apa. Tapi memang kenyataannya memang begitu.

"Kan yang nggak punya orang banyak, kenapa harus yang punya orang sih?"

"Ya nggak tau, kan aku udah bilang. Kayaknya hati aku ada yang salah. Soalnya malah milih yang udah punya orang,"

Tidak di ragukan lagi, wajah Diro bukan cuma tampan, namun bahkan lebih tampan dari Alfa, dari segi finansial Diro juga jauh lebih kaya. Banyak orang yange mengakui itu, tapi bagaimana lagi, Ajeng hanya mencintai Alfa. Kalaupun memang dia cinta dengan Diro, dia sudah menjadi istri orang sekarang.

"Jeng, kamu bahagia kan?" tiba tiba saja ucapan Diro menyadarkan nya dari lamunan. Membuatnya yang tak terlalu fokus merasa bingung dengan ucapan pria itu.

"Hah? Gimana?"

"Selama ini kamu bahagia kan? Aku denger denger banyak yang ngomongin kamu. Kamu jarang keluar rumah. Keluar kalau ke rumah santi aja. Nggak pernah gitu suami kamu ngajakin kamu jalan jalan atau makan di luar?" Diro terdiam cukup lama, namun kemudian dia menyadari satu hal jika mungkin perkataanya menyinggung Ajeng, segera dia memperbaiki kosa katanya, "Jeng, maksud aku gimana ya, bukan menyinggung atau apa, aku cuma mau memastiin aja sih, mungkin orang orang nggak tau aja. Jadi asal bicara."

"Nggak gitu kok Ro, aku biasanya jalan sama suami, kadang juga makan malam di luar. Cuma emang orang orang nggak tau aja mungkin!" Ajeng mencoba menutupi kebusukan suaminya itu, meskipun dalam hati juga merasa sakit ketika orang lain bahkan lebih perduli pada perasaannya daripada suaminya sendiri.

"Oh gitu ya, syukur deh kalau gitu. Soalnya aku kuatir aja, mungkin kamu juga suntuk. Kalau ada apa apa kamu bilang aja sama aku, mungkin aku bisa bantu kamu!"

"Iya Diro, makasih ya. Tapi kayaknya nggak perlu deh, takutnya nanti malah ada gosip miring tentang kita. Kamu kan masih lajang, aku bersuami. Nanti takutnya malah jadi timbul fitnah!" Ajeng sejauh ini tak ingin menimbulkan keributan diantara rumah tangganya, bahkan baru kali ini dia terlalu menanggapi Diro. Biasanya dia akan bersikap ramah dengan tegur sapa pria itu, dan tak terlalu menanggapi gosip di luar sana yang mengatakan jika Diro menyukainya. Karna selama ini Diro tipikal pria yang cuek dan jarang perduli dengan wanita, terbilang hanya Ajeng lah yang mampu menarik perhatiannya.

"Tapi Jeng.. "

"Maaf Ro, bukannya aku menolak niat baik kamu. Cuma ya, kamu tau sendiri kan, sekarang aja mertua sama ipar aku tinggal di rumah aku. Jadi aku takut mereka juga salah paham nantinya, dan semuanya menjadi lebih rumit."

"Oh iya, aku tadi juga mau tanya. Kenapa mereka jadi ikut tinggal di rumah kamu. Emang rumah mereka sendiri kenapa?"

"Nggak bisa aku ceritain Ro, soalnya itu privasi keluarga aku."

"Oh iya, maaf Jeng,"

Keduanya terdiam cukup lama, hingga kemudian tiba tiba saja Diro mengatakan sesuatu yang membuat Ajeng membeku.

"Aku juga mau minta maaf kalau nggak bisa hapus perasaan aku sama kamu Jeng, entah mungkin tinggal nunggu waktu aku ketemu sama wanita yang bener bener aku cintai lagi, atau takdir yang membuat kita bersama!"

Panggilannya tiba tiba saja terputus, Diro yang mematikan. Sedangkan Ajeng masih mematung memikirkan ucapan Diro barusan. seolah mengatakan jika Diro siap menunggunya, mungkin suatu saat dia pisah dengan Alfa.

Ketika sadar, Ajeng menggeleng keras. Dia tak ingin memikirkan sesuatu yang tidak baik untuk rumah tangganya. Mungkin memang keadaan rumah tangganya sekarang tak baik baik saja. Namun dia percaya jika suatu saat nanti suaminya itu berubah dan bisa membuatnya lebih bahagia kedepannya.

------

"Assalamu'alaikum,"

Suara suami Ajeng terdengar dari arah luar, membuat Ajeng yang sedang menyiapkan makan malam langsung mematikan kompornya dan menyambut suaminya itu. Namun baru saja akan sampai di ruang tengah, dia melihat suaminya masuk dengan seorang wanita cantik dengan pakaian yang begitu sexy.

"Loh Karin, akhirnya kamu main kesini juga!" mama mertuanya itu terdengar menyambut tamu itu dari arah belakang, bahkan dia melewati Ajeng yang masih membeku di tempat.

"Duduk dulu. Alfa kamu kok nggak ajak duduk sih. Malah diem aja!" mama Tia menegur anaknya yang masih saja berdiri sembari menatap Ajeng yang sama sama menatapnya. Seolah meminta penjelasan dengan apa yang terjadi.

"Oiya Jeng tolong dong bikinin minuman buat Karin dong." suruh mama mertuanya itu, membuat Ajeng tersadar dan bergegas kembali ke belakang. sedangkan Alfa ikut di tarik mamanya untuk duduk di samping Karin yang sebelum nya sudah duduk duluan.

"Kamu apa kabar Rin?" mama Tia terlihat begitu antusias menyambut wanita berambut pirang itu.

"Baik kok tante, tante apa kabar?" Karin balik bertanya sembari menoleh ketika dilihatnya Ajeng datang membawa minuman untuknya.

Awalnya dia mengira jika Ajeng pembantu, namun saat melihat tatapan Alfa yang tidak terlalu enak membuatnya yakin jika wanita yang sedang menyuguhkan minuman adalah istri Alfa.

Karin tersenyum miring melihat penampilan Ajeng yang sangat di bawah standar nya. Dia yang fashionable berbeda dengan Ajeng yang hanya memakai daster rumahan, itupun sudah sedikit pudar warnanya. Meskipun dari segi wajah, Ajeng lumayan cantik menurutnya. Namun lebih cantikan dia jelas saja.

"Jeng sini dulu, kenalin ini Karin. Teman kantor aku!"

Ajeng ikut duduk di samping suaminya itu, dan mengalami Karin yang disambut baik oleh Karin juga. Meskipun dalam hati Karin merasa sedikit risih.

"Mbak istrinya mas Alfa ya,"

"Iya mbak!" Ajeng memanggil Karin dengan sebutan mbak, karna dari segi wajah dan penampilan. Karin terlihat lebih dewasa. Dan dia mengira mungkin Karin memang seumuran dengan suaminya itu, atau kurang lebih segitu.

"Cantik yah!" puji Karin dengan wajah yang dibuat tulus, meskipun dalam hati berdecih mengejek.

"Cantik apanya, cantikan juga kamu jauh!"

----

Mengemis nafkah suamiku. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang