bab 17.

93 6 0
                                    

"Alfa!"

Alfa yang terkejut dengan ucapan Karin langsung tersentak, dan menoleh ke arah kamar mamanya yang terbuka, namun dilihatnya mamanya masih asik menata entah apa.

"Iya ma, ada apa?"

"Kesini bentar, angkatin barang ini. Mama nggak kuat,"

"Iya, sebentar!"

Alfa kembali menatap Karin yang tersenyum miring ke arahnya, "maaf Rin, aku nggak bisa, kalau kamu emang nggak mau beli rumah.. "

Tawa Karin pecah seketika, diapun sampai terbatuk saking kerasnya.

"Aku bercanda Alfa, muka kamu serius banget sih,"

"Ah kamu Rin, aku kira serius!"

"Alfa, kenapa lama sekali. Tadi juga yang ketawa siapa?"

Mama Tia keluar dari kamarnya, dan terkejut melihat Alfa yang duduk dengan seorang wanita cantik yang menurutnya tak asing di matanya.

"Loh, kamu kayaknya saya pernah lihat,"

"Eh tante, saya Karin." Karin bangkit dari duduknya sembari menyalimi mama Tia dengan sopan, yang di sambut mama Tia dengan ramah pula, "saya memang satu perumahan komplek dengan tante, jadi mungkin wajah saya nggak asing di mata tante," lanjutnya sembari kembali duduk di tempatnya.

"Oh, pantes. Memang wajah kamu nggak asing. Ternyata satu perumahan to,"

"Iya tante,"

"Terus kayaknya kalian akrab, kalian saling kenal?"

"Iya, saya dan mas Alfa satu kantor dN kebetulan satu divisi juga tan,"

"Owalah!" mama Tia menatap Karin yang terlihat cantik, namun pakaiannya terlalu terbuka untuk seorang wanita, namun dilihat lebih dekat lagi, sepertinya wanita itu kaya raya.

"Oiya ma, tadi apa yang mau Alfa ambilin?" Alfa bangkit dari duduknya untuk menuju kamar.

"Oh iya, itu di kardus. Udah mama packing in, tinggal kamu angkatin ke depan."

Setelahnya Alfa benar benar pergi untuk menuju kamar mamanya dan juga Aca untuk membawa barang barang yang mamanya beritahu tadi.

"Jadi kamu juga ta, yang nemenin Alfa buat cari Aca kemaren?" mama Tia kembali membuka pembicaraan.

"Iya tan, saya turut prihatin dengan apa yang menimpa keluarga tante, semoga semuanya cepat selesai!"

"Iya Rin, makasih."

"Oiya sampai sekarang istri mas Alfa belum juga mengandung ya tan?" Karin mencoba mengorek, apakah mama dari Alfa itu menyukai menantunya atau tidak.

"Iyah, mandul kali. Udah hampir setahun belum juga punya anak." terlihat mama Tia menjawab dengan jengkel, membuat Karin tertawa dalam hati, berarti selama ini memang istri dari gebetannya itu tak di sukai oleh mertuanya.

"Iya yah, udah mau setahun tapi belum punya anak, pasti mas Alfa juga pengenn punya anak lagi, meskipun udah ada anak dari istri pertama ya tan,"

"Iya, udah nggak bisa ngasih keturunan, nggak kerja. Ngandelin suami doang, kerjanya tidur main HP, enak banget deh hidupnya, anak saya yang tanggung semua kebutuhannya." mama Tia lagi lagi mengomel dengan wajahnya yang begitu kentara sekali tak sukanya, terhasut dengan omongan Karin yang sebenarnya hanya mengompori nya.

"Hah? Emang nggak kerja ya tan? Wah kasian sekali mas Alfa yah, udah harus ngasih jatah tante, terus ke anaknya, terus ke istrinya juga. Harusnya belum punya anak ya bantu bantu suaminya kerja lah. Masak ngandelin gaji suaminya aja!"

"Nggak tau, emang beban banget.
Untung aja Alfa cuma kasih jatah dia sejuta dalam sebulan. Nggak tau deh di cukup cukupin buat sampai sebulan, rasain aja. Aku yang ngasih tau Alfa biar jangann terlalu ngasih istrinya banyak Banyak biar nggak boros,"

Mulut Karin mengaga mendengar jatah bulanan untuk istri Alfa, baginya uang sejuta hanya untuk dua hari. Itu juga belum buat make up nya.

"Emang nggak pernah beli skincare atau apa gitu tan?" Karin malah merasa sedikit prihatin dengan istri Alfa itu.

"Nggak tau, tapi wajahnya juga nggak buruk buruk amat deh. Nggak tau beli skincare nya dimana. Jual diri kali!"

Karin hanya tertawa mendengar ucapan pedas mama Tia itu.

Tak lama setelahnya Alfa kembali setelah mengangkat dan memindahkan barang barang milik mama dan adiknya itu.

"Ma udah semuanya, ayo kita pulang." ajak Alfa pada mamanya itu.

"Iya sebentar," mama Tia menyaut, lalu kembali fokus pada Karin yang malah menatap Alfa yang terlihat berkeringat, menurutnya itu terlihat semakin menggoda di matanya.  Mama Tia beralih menatap sang anak dan Karin bergantian. Kemudian dia menyimpulkan satu hal, jika Karin menyukai anaknya.

Memikirkan itu membuat ide licik muncul di benaknya, Karin kaya dan mandiri jelas sangat menguntungkan baginya. Wanita cantik itu juga terlihat kaya raya.

"Ehem, Karin," mama Tia berdehem agar Karin tersadar dari kekagumannya. Membuat Karin langsung menatap mama Alfa dengan  kikuk.

"Saya sama Alfa pulang dulu ya, kalau kamu ada waktu. Kamu bisa kok main ke rumah Alfa, iya kan Al?" mama Tia menatap anaknya dengan tatapan seolah ingin Alfa mengiyakan nya. Membuat Alfa lagi lagi hanya mengangguk mengiyakan dengan pasrah.

Karin tersenyum melihatnya, sepertinya mama Alfa itu lebih menyukainya, atau lebih tepatnya lebih merestuinya dengan Alfa.

"Kamu mau pulang juga kan Rin? Ayo bareng!"

"Iya tan,"

Mereka bertiga pun keluar bersamaan menuju pintu, dan Alfa mengambil mobil yang sebelumnya dia parkir kan di garasi.

"Kamu menyukai anak saya ya?" ujar mama Tia basa basi, namun berhasil membuat Karin menghentikan langkahnya dan menatap mama Tia dan Alfa yang berjalan menuju parkiran.

"Emang sejelas itu ya tan," Karin tersenyum malu malu mengakuinya.

"Iya, kalau kamu suka nggak papa kok. Tante akan bantu kamu. Lagipula saya juga nggak menyukai menantu saya itu."

"Wah bener tan? Oke deh tan, nanti kalau gitu kita bicarain lagi. Tante punya ponsel kan? Nanti kita kontekan aja!"

Merekapun akhirnya bertukar nomer dan berpisah setelah Alfa mengemudikan mobilnya keluar.

"Hati hati tante, Alfa!" kata Karin sembari menaiki mobilnya.

"Iya, kamu juga hati hati Karin!"

Setelah keduanya berpisah, Alfa dan mama Tia sudah perjalanan menuju rumah. Sepanjang jalan Alfa memperhatikan mamanya itu yang terlihat lebih bahagia dari sebelumnya.

"Mama kenapa senyum senyum sendiri sih? Aneh!"

Mama Tia menoleh, dan menatap anaknya sembari tersenyum menggoda, "Karin cantik yah?" pancing mama Tia dengan iseng.

"Hah? Iya cantik. Kan perempuan."

Seketika mama Tia mendatarkan wajahnya, lalu mendengus dengan keras, "bukan gitu Alfa, Karin cantik kan? Dia sexy juga mandiri. Beruntung banget yang dapetin dia nanti!"

"Iya, dia emang cantik!"

"Kamu nggak suka?"

"Hah? Mama bicara apa sih? Kan aku udah ada Ajeng ma." Alfa semakin dibuat heran dengan perkataan mamanya yang semakin melantur.

"Ajeng lagi Ajeng lagi. Dia istri yang nggak berguna. Bisanya cuma ngabisin uang kamu aja masih aja kamu pertahanin."

Alfa langsung menatap mamanya dengan tatapan heran, "mama bicara apa sih, ngabisin gimana? Dia aja jarang jajan, uang yang aku kasih sebulan cuma sejuta loh ma. Dia aja bisa ngirit banget dengan uang segitu, coba mama. Aku aja udah diem diem kasih mama uang sebulan 3 juta. Kadang masih minta lagi!"

"Jadi selama ini kamu nggak ikhlas kasih mama uang Al?" mama Tia memasang wajah tersinggung.

"Bukan gitu ma, Alfa ikhlas lah. Kan selama ini mama yang rawat Alfa sampai bisa seperti ini,"

"Itu kamu sadar!"

-----

Mengemis nafkah suamiku. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang