Bab 4

291 27 3
                                    

-----

"Mas!" Panggil Ajeng, membuat Alfa menoleh.

"Sebentar sayang, Runa lagi telfon!"

"Tapi makanannya nanti dingin!"

"Yaudah kamu makan aja dulu,"

Ajeng menghela nafas, berusaha bersabar dengan ini semua.

"Emang seharian masih kurang mas? Harusnya kalau udah di rumah waktu mas buat aku, tapi masih aja di usik sama yang lain," Ajeng terang terangan menunjukan ketidaknyamanannya pada Runa, apa Diana tak bisa memberi tahu anaknya, jika papanya juga udah mempunyai kehidupan sendiri. Terlebih seharian juga Alfa sudah menemani anaknya bermain, apa masih kurang juga?

Mendengar ucapan Ajeng, Alfa langsung menoleh tak suka, "kamu apaan sih, Runa masih kecil. Mana ngerti tentang pembagian waktu Jeng. Harusnya kamu yang harus ngerti, kamu kan udah dewasa!" Malah Ajeng yang Alfa tegur, membuat Ajeng mengulum senyum kecut.

"Yaudah lah, nggak usah makan sekalian. Aku juga udah ngantuk!" Ajeng berjalan menuju sisi ranjang yang lain, dan langsung merebahkan diri disana. Sedangkan Alfa hanya meliriknya singkat dan kembali bertelfonan dengan Runa.

-----

Pagi harinya, Ajeng bangun seperti biasa, dia menoleh dan mendapati punggung Alfa dari arah belakang. Ajeng menghela nafas dan langsung bangkit lalu berjalan menuju kamar mandi.

Setelah mencuci wajahnya agar lebih segar, diapun turun. Dan benar saja dugaanya semalam sebelum benar benar tidur, suaminya itu pasti juga tak makan, dan malah asik bertelfonan dengan anaknya itu sampai malam dan langsung tertidur.

Alhasil dengan  tega tak tega, Ajeng membuang semua makanan yang sudah basi itu ke dalam plastik untuk di buangnya nanti.

Setelahnya, Ajeng kembali berkutat dengan alat dapurnya. Untuk menyiapkan sarapan untuk sang suami.

Beberapa saat setelah semuanya selesai, Rachel membali naik ke atas untuk membangunkan Alfa, memang Alfa jika tak di bangunkan suka bangun kesiangan.

"Al, bangun." Ajeng menggoyangkan lengan suaminya itu agar terbangun.

"Eumm.. " tubuh Alfa menggeliat sejenak, lalu membuka matanya perlahan, dan menatap istrinya itu.

"Udah jam berapa?"

"Jam enam, buruan mandi. Sarapannya udah siap!" Ajeng kembali bangkit untuk memberikan ruang pada Alfa untuk bangun.

Setelah Alfa bangun dan berjalan ke kamar mandi, Ajengpun keluar.

Disela menunggu Alfa, Ajeng beberes membersihkan rumah terlebih dahulu karna sangat bosan sekali hanya menunggu di meja makan saat menunggu suaminya keluar itu.

"Sayang, ayo sarapan!"

Suara Alfa dari arah dapur membuat Ajeng yang sedang membersihkan ruang TV langsung menghentikan aktifitasnya dan meletakkan lapnya, lalu menghampiri suaminya itu.

Ajengpun menyiapkan makan Alfa, dari mengambilkan nasi, lauk, sampai minuman. Setelahnya, baru Ajeng memikirkan dirinya sendiri.

Setelan makan dengan tenang, merekapun selesai dan Alfa bangkit.

"Sayang hati hati di rumah ya, kamu tidur aja, nggak udah keluar rumah. Nanti ketemu si brengsek!"

"Alfa!" Ajeng menegur ucapan suaminya itu yang sangat tak sopan menurut nya.

"Udahlah, ayo!" Ajeng menghampiri Alfa yang sudah mengulurkan tangannya, Ajengpun menyambut nya dan mencium punggung tangan Alfa penuh hormat, dan tak lupa juga Alfa mencium kening Ajeng dengan khitmat.

"Mas berangkat dulu!"

"Iya, hati hati!"

Setelah mengantar kepergian suaminya itu, Ajeng kembali masuk. Dan kembali melanjutkan membersihan rumah, dan yang lainnya.

Setelah selesai, Ajeng hanya berdiam saja di atas sofa.

Jika sudah begini, Ajeng juga bingung harus melakukan kegiatan apa, jujur saja sebenarnya dia bukan type orang yang suka males malesan. Dia malah lebih suka kerja daripada harus berdiam diri dan berkutat dengan TV dan juga ponsel. Baginya itu sangat membosankan.

Ajengpun berniat menelfon Santi untuk memastikan suaminya itu sudah sehat apa belum, kalau sudah kan dia bisa bermain di sana, atau malah Santi yang main ke sini.

Saat panggilan terhubung, Rachel langsung mendengar celotehan Faro. Anak dari Santi dan Rama itu.

"Gimana Jeng?"

"Gimana keadaan mas Rama san? Udah sehat kah?"

"Alhamdulillah udah sehat Jeng, emangnya kenapa?"

"Aku kangen sama Faro, main ke sini lah!"

"Oke oke siap, kebetulan sekali. Aku juga emang lagi boring main sama Faro aja. Pengen ke rumah kamu emang niatnya sih!"

"Yaudah, aku tunggu ya!"

Setelahnya, Ajeng mematikan ponselnya, dan tak lama kemudian suara bell rumah berbunyi, dia pun segara bangkit untuk membukakan pintu karna yakin jika itu adalah Santi dan Faro. Karna memang jarak rumah mereka hanya berjarak satu rumah orang lain.

Namun saat membuka pintu, malah wajah tampan Diro yang dia lihat. Dia menoleh ke sekeliling memastikan tak ada orang yang melihat, karna mungkin saja bisa timbul fitnah karna memang seantero komplek tau jika Diro menyukainya.

"Kamu ngapain kesini Diro? Bukanya kerja?"

"Iya Jeng, ini mau berangkat. Tapi mau ngasih ini dulu sama kamu!" Diro mengulurkan sebuah bingkisan yang di tambah plastik yang di tenteng Diro.

"Nggak usah repot repot Diro," Ajeng bukanya menolak pemberian orang yang berniat baik padanya, hanya saja dia berjaga jaga tak ingin ada masalah kedepannya.

"Nggak repot Jeng, ini oleh oleh dari mama buat kamu, mama habis dari haji!"

Melihat wajah tulus Diro membuat Ajeng tak enak, terlebih ini adalah amanah pemberian dari mama Diro, Ajeng cukup mengenal baik mam Diro yang baik hati itu.

"Kamu tenang aja, tetangga komplek juga udah aku kasih semuanya kok, jadi nggak akan berfikir macam macam mereka," Diro mencoba meyakinkan Ajeng yang terlihat ragu.

"Baiklah," akhirnya Ajeng mengambil bingkisan yang sejak tadi Diro ulurkan padanya. "Makasih Diro,"

"Sama sama Ajeng," baru saja Diro akan berbalik, tiba tiba ponselnya berbunyi, diapun mengangkat ponselnya itu terlebih dahulu.

"Iya, kenapa Mir?"

"Itu Ro, si Kania ijin mau cuti lahiran"

"Apa? Si Kania ijin mau cuti melahirkan? Berapa lama?"

"Nggak tau, dan nggak pasti juga. Soalnya kalau anaknya dah lahir kan ya agak susah"

"Hah nggak ada kepastian? Gimana kalau gitu Mir?"

"Coba cari penggantinya aja gimana? Tawarin temenmu lah kalau gitu!"

"Temenku yang nganggur di rumah? Ya nggak ada lah, kan kamu tau sendiri kalau temen temanku juga pada kerja kantoran. Kalau nggak ya, yang punya kantor!"

"Coba deh tanyain tetangga, atau saudara kamu yang bisa di ajak kerja. Tapi di rumah. Masak nggak ada yang nganggur satupun sih!"

Ajeng yang mendengar sepertinya ada peluang untuknya cukup tertarik, terlebih kerjanya bisa di lakukan di rumah, tak perlu keluar rumah seperti yang di larang Alfa.

"Nggak ad... "

"Ro, emang kerjanya ngapain? Aku bisa? Meskipun cuma lulusan SMA?"

Diro langsung menoleh kebelakang, dan menatap Ajeng dengan sedikit terkejut.

"Kamu mau kerja?" Diro mencoba memastikan pendengaranya tadi, Ajeng mengangguk dengan mantap.

"Yaudah, kerjanya cuma live jualan p produk doang kok Jeng, kamu pasti bisa. Apalagi produknya udah lumayan terkenal, kamu nggak akan terlalu susah promosiinya!"

"Oke deh Ro, aku mau!"

-----

-----

Mengemis nafkah suamiku. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang