7. NASEHAT
"Dia tidak bisa mati!" aku berteriak ke layar televisi.
Inilah yang aku benci dari The Walking Dead, ketakutan bahwa salah satu karakter favoritku bisa mati kapan saja.
Yoshi memakan Doritos di sebelahku, "chapter ini akan berakhir dan kita tidak akan tahu siapa yang mati."
Aku merebut Doritos dari tangannya. "Diam, kalau itu terjadi, aku bersumpah aku tidak akan menonton serial ini lagi."
Yoshi memutar matanya dan membetulkan kacamatanya, "itulah yang kau katakan sejak series pertama."
"Aku takut, oke?"
Kami berdua duduk di lantai, membelakangi tempat tidur di belakang kami. cuacanya panas jadi aku memakai celana pendek dan kaos putih tanpa bra. aku sudah lebih dari terbiasa merasa nyaman berada di dekat Yoshi dan aku tahu dia juga demikian, Rocky tidur nyenyak di samping jendela.
Kamarku berukuran lumayan, dengan tempat tidur queen dan poster fandom favoritku tersebar di dinding bercat ungu. aku memiliki beberapa lampu natal kecil yang menempel tinggi di dinding sehingga terlihat indah di malam hari. di depan tempat tidur ada televisi, di satu sisi ada jendela, dan di sisi lain ada pintu kamar mandi.
Kami benar-benar fokus pada televisi, sampai ketika episode berakhir dan kredit iklan muncul. "Tidaaaak! aku benci kalian, produser dan penulis The Walking Dead! aku benci kalian!"
"Sudah kubilang," geram Yoshi, sok bijaksana. aku langsung memukul bagian belakang kepalanya, "aw! jangan melampiaskannya padaku."
"Bagaimana mereka bisa melakukan ini pada kita? bagaimana bisa berakhir seperti itu? siapa yang akan mati?"
Yoshi mengusap punggungku, dia memberiku segelas pepsi dingin. "Ini, minum."
"Aku akan mati."
"Tenanglah, ini hanya serial."
Aku mematikan tv dengan depresi total dan duduk di depan Yoshi, dia terlihat gelisah dan aku tahu itu bukan karena serialnya. Mata madunya yang kecil memiliki kilauan yang belum pernah aku lihat sebelumnya, dia memberiku senyuman dengan bibir tertutup.
"Apa ada yang salah?" aku merasa perlu bertanya.
"Ya."
suasananya terasa berat dan entah kenapa aneh, entah apa yang ingin dia katakan padaku dan itu membuatku gugup melihatnya begitu ragu. aku ingin bertanya padanya, tapi aku tahu aku harus memberinya waktu.
Yoshi menjilat bibir bawahnya lalu berkata, "aku butuh nasihatmu tentang sesuatu."
"Aku mendengarkan."
Dia melepas topinya, membiarkan rambutnya yang berantakan tergerai. "Apa yang akan kau lakukan jika kau menyukai seorang teman?"
Jantungku berdetak kencang, tapi aku berusaha bersikap normal. "Yah, aku akan menemukan sisi lesbianku," aku tersenyum tapi Yoshi tidak.
Wajahnya semakin serius. "Aku serius, Raquel."
Aku memutar bola mataku. "Baiklah, permisi tuan serius." aku memegang daguku seolah sedang berpikir keras, "boleh aku berbicara? apa kau tidak takut kehilangan persahabatan kalian?"
Dan kemudian otak kecilku bekerja, dan aku menyadari apa yang dikatakan Yoshi padaku. seandainya... apa "teman" itu... dia menyukaiku? Yoshi tidak punya teman wanita, hanya aku dan beberapa kenalan. oh... hatiku berdebar kencang saat sahabatku yang lembut dan setia menatapku penuh harap, menunggu nasihatku.
"Kau yakin dengan apa yang kau rasakan?" tanyaku sambil memainkan jemariku di pangkuanku.
"Tentu, aku sangat menyukainya."
KAMU SEDANG MEMBACA
MELALUI JENDELAKU
Teen FictionAres, bukanlah dewa yunani, meskipun aku bisa dengan mudah melihat betapa baiknya dia. Ya, seperti yang aku katakan, Ares Hidalgo, tetanggaku yang penuh kebencian dan sangat menarik, anak laki-laki yang aku perhatikan dari bayang-bayang yang pada da...