Tama fokus mengerjakan oprasi Apendektomi terakhirnya sore ini, dengan hati-hati ia membuat sayatan sepanjang 5 cm pada bagian kanan bawah perut si pasien, mengangkat usus buntu itu dalam hitungan detik, lalu asistennya mengambil alih untuk ditutup kembali bekas sayatan yang Tama buat tadi.
Lancar, semua berjalan mulus tanpa halangan.
Lain lagi dengan Miko di rumah, ia hampir mati bosan menunggu Tama-nya pulang. Dia kesepian, dia ingin bermain. Dengan bibir jatuh dan telinga layu ia menguling-gulingkan benang wol merah yang Tama berikan tadi siang saat ia akan pergi, memang lumayan sialan Tama benar-benar menganggap Miko kucing, tapi biarlah, nyatanya Miko benar mirip Kucing yang menggemaskan. Lihat saja dia sekarang yang terus bergumam, "Tamaa ... Miko bosan." Beringsut turun dari ranjang lalu menuju jendela kamar dan melihat ke bawah gedung, di luar bawah sana masih sangat ramai, meski langit mulai menggelap dan menjadikan semuanya terlihat salem dan oranye. "Tama ... ayo pulang." Dia melipat tangan ke kusen lalu meletakan pipi menggembungnya ke sana.
Kembali lagi ke rumah sakit di mana Tama tengah terburu-buru berkemas. Mengantung jas dokternya lalu mengenakan jaket kemudian keluar setelah memasukan ponsel ke tas kecil yang ia bawa.
"Langsung pulang, Dok?" tanya salah seorang suster jaga yang kebetulan melintas di depan ruangan tepat saat ia membuka pintu.
"Iya, aku meninggalkan kucing di rumah," jawab Tama seraya menarik ret sleting jaketnya ke atas. "Duluan, mari!"
Suster itu mengangguk. "Mari, Dok."
Lalu Tama berjalan dengan langkah lebar dan terburu keluar dari gedung rumah sakit. Ia sudah berjanji pada Miko akan pulang sebelum petang dan sebelum makan malam dan juga berencana memasak ikan tuna untuk kucing besar itu, jadi ia harus sampai lebih awal.
Di apartemen, Miko yang tadi berada di jendela kini sudah berpindah di depan pintu, duduk bersila di lantai dengan wajah mendongak menunggu Tama-nya datang. Masih sama dengan wajah sendu pun telinga layu. "Tama ... Miko rindu." Mata bulatnya berkedip-kedip, bibir basah merahnya mencebik dan pipinya menggembung hampir menagis. Dia tak suka menunggu, dia juga sudah lapar, tadi siang ia hanya makan Hot dog dan tidak ada cemilan yang pas untuknya di lemari pendingin. "Tama ... kenapa lama?" Bahunnya jatuh, tapi sedetik kemudian. "Ak! Tama pulang!" Miko sontak berdiri dan melompat riang dengan iringan satu tepuk tangan pun ekor yang ia tegakkan lalu bergoyang senang.
Pintu terbuka, menampakan sosok yang ia tunggu sejak tadi kedatangannya.
"Tama!" Miko semringah langsung berhambur memeluk.
"Miko, Miko, Miko ...!" Tama yang tadi semapt terhuyun ke belakang karena tertubruk berusaha melepas kedua lengan MIko di pinggangnya.
"Kenapa?" Sendu Miko dengan telinga melayu melepas pelukan rindu.
"Apa yang aku katakan untuk Jangan memeluk?"
MIko mengetuk-ketukan dua jari telunjuknya, merunduk dalam dan menghentikan ekornya yang bergoyang.
"Mau makan tuna?" ucap Tama yang menyadari kesedihan Miko langsung mengangkat njijingan yang tadi ia beli saat pulang sebagai janji dan oleh-oleh agar Miko lupa dengan penolakan pelukannya.
Dan benar, Miko berbinar lagi, telinga runcingnya menegak lagi. "Mau! Mau! Mau!"
"Oke, kalau gitu Tama siapkan makan malam buat Miko, jangan merusuh, okey, Kucing?" Tama mengacungkan ibu jari agar Miko menyetujui.
Miko mengangguk dua kali setuju.
lalu Tama berjalan mendahului.
"Yey!" Miko bertepuk tangan dengan kaki dan ekor yang bergerak senang. "Miko suka tuna." Dia lalu mengikuti Tama di belakangnya yang menuju kamar.
"Jadi Miko biasa makan tuna yang dimasak apa?" tanya Tama seraya meletakan tas kerja dialnjutkan membuka dua kancing teratas kemejanya.
Miko pindah ke ranjang dan duduk di tepian. "Miko dan teman-teman di penangkaran suka makan Tuna mentah yang diiris tipis-tipis, tapi itu rasanya enak," jawab Miko mengerling seolah mengingat-ingat.
"Mentah?" beo Tama memastikan.
Miko mengangguk."Tuna mentah yang diiris tiois-tipis ditambah kecap asin di atas nasi, yang kata pengasuh itu buat mata Miko jernih dan jadi semakin cantik." Miko menatap Tama dengan mengedip-kedipkan matanya berulang kali dan imbuhan senyum manis. "Miko cantik, kan?"
"O-oke, akan aku buatkan," ucap Tama terbata dan membunga muka, dia tak boleh terlena dengan keimutan dan kecantikan makhluk ini, apalagi dilakukan sengaja seperti barusan mengedip-kedipkan mata menggoda.
"Yey!" Miko bertepuk tangan dua kali dengan tangan mungilnya lagi.
"Aku akan ke dapur." Tama memilih kabur ke dapur. Tapi sayang Miko tetap akan mengikuti di belakang punggung. karena nyatanya Miko itu benar sepeti kucing, saat ia lapar, ia akan mengikuti ke mana saja Tuannya bergerak.
Tama tidak peduli, dia mulai mempersiapkan bahan, dari tuna, kecap dan nasi sesuai yang Miko ucapkan tadi. Lalu ia membuka ponsel lagi, mencari tutorial memotong tuna yang benar. dia memang dokter bedah dan biasa menyayat daging, tapi bukan daging ikan kan? Tak butuh waktu lama senyumnya mengembang menemukan tutorialnya, dan ternyata itu tak sulit.
"Tama?" panggil Miko yang kini sudah duduk di kursi meja makan menghadap Tama, bertopang dagu imut menggemaskan dengan mata bulatnya yang menyorot manja.
"Em?" Tama menyahut panggilan dan balas menyorot Miko.
"Miko suka Tama," ucap Miko dengan senyum imbukan memiringkan kepala.
Tama tidak ingin peduli, ia merunduk lagi melihat ponsel. Lebih baik pura-pura tidak mendengar, ia lelah jika harus terus-terusan menjelaskan bahwa Miko tak boleh menyukainya. Lalu dilanjutakn mulai bergerak menyiapkan makan malam, dari memotong daging tuna, menyiapkan nasi dan juga menyiramnya dengan kecap asin.
Miko sabar menunggu dengan masih menompang dagu untuk semua itu.
"Oke! Siap!" ucap Tama yang kemudian meletakkannya ke hadapan Miko.
lagi-lagi Miko bertepuk tangan lagi. "Tama hebat!" Dia mengajungkan ibu jari.
"Sekarang makan ...!" Tama ikut duduk di hadapan Miko dengan dengan melipat tangan.
Miko mengambil sendok dan mulai menyuap dengan lahap.
Tidak tahu, tapi Tama rasanya senang melihat kucing besar ini makan, bagimana dia mengunyah, berkedip dan mengangguk-anggukan kepala merasai makanan itu, pipinya yang menggembung lucu dan ekornya di balik punggung berkerak senang. Tama suka. "Miko?" panggilnya.
"Em?" sahut Miko dengan berdengung polos karena mulutnya penuh.
"Miko ingat ciri-ciri orang yang menjemput Miko saat pertama kali Miko datang ke sini?" tanya Tama hati-hati.
"Dia Tuan tampan dengan badan besar dan pakai kemeja biru," jawab Miko dengan tetap fokus ke piring, pun mengangguk-anggukan kepala menikmati makanannya.
"cuma itu?"
Miko mengangguk. "Dan Miko disuruh untuk menurut dan menemani di ranjang oleh pengasuh pada si Tuan kemeja biru saat itu." Ia menjeda dengan mengerling, lalu beralih menatap Tama. "Dan Tuan tampan kemeja biru saat itu adalah ... Tama!" Miko menunjuk Tama dengan sendok di tangannya serta kekeh manja.
Tama gila.
Tbc ....
Vote dan tolong follow!
btw, besok senen ... wkwkwk
Minggu, 29 Oktober 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Pink Kitty [BoysLove]
Teen FictionTama seorang dokter bedah yang tidak sengaja diikuti pria cantik hybrid kucing pink yang begitu menggemaskan, memiliki telinga runcing dan ekor, pipi chubi dan bibir semerah ceri yang kabur dari tuannya sendiri. harga dari makhluk pemuas napsu itu s...