Vote dulu, sesuai janji lagi nih gue udah up tiaphari tiap jam 7 malem. ayok komen yang banyak! wkwkw ... biar kita sama-sama bahagia, lo bahagia baca updatean, gue bahagia baca komen kalian.
.
.
.
Tama baru saja keluar dari lobi rumah sakit selesai sift, berjalan ke luar pelataran dan menemukan mobil Kalisa terparkir apik di bahu jalan. "Kalisa?" Dia sedikit tersenyum dan merasa lega gadis itu masih mau datang menemuinya setelah kejadian semalam.
Tanpa ragu Tama menyebrang jalan, mendekat dan dari dalam Kalisa membuka kaca jendelanya. "Kalisa? Serius kamu jemput aku?" tanyanya masih terheran.
Kalisa menarik napas dalam, lalu tersenyum dan mengangguk. "Cepat masuk!"
Dan tanpa berpikir panjang Tama langsung masuk. "Kamu sengaja ke sini? Serius?" tanyanya untuk ke dua kali seraya memasang sabuk pengaman.
"Iya, ibu nyuruh aku ketemu kamu hari ini," jawab Kalisa setengah jengkel kemudian ia melajukan lagi mobilnya.
Tama mengusap tengkuk, sedikit gugup, canggung dan menjadi bingung. "Em ... untuk masalah semalem-"
"Eh! Lengan kamu kenapa?" potong Kalisa dapati plester di lengan Tama yang terangkat itu.
"Oh ... ini?" Tama menyorot lengannya yang terplester itu.
"Jatuh? Kegores?" Raut Kalisa nampak khawatir meski nadanya sedikit galak.
"Keserempet moto-,"
"KESEREMPET?!" Kasar Kalisa menoleh ke arah Tama. "kok, bisa?" Dia kembali menghadap ke depan.
"Tapi cuam kegores dikit, ini nggak sakit," Tama menggerakan kedua telapak tangannya heboh.
"Kenapa ceroboh?" Kalisa menyipitkan mata melirik Tama meski tetap terus membagi fokus ke jalan.
Tama mengulum senyum, Kalisa peduli ternyata.
"Lukanya dalem nggak? kok, nyampe diplester?" tanya Kalisa lagi.
"Nggak, ini cuma lecet dikit,. Tuh, nggak apa-apa ..." Tama melepas plesternya agar kalisa dapat melihat. "Kamu khawatir yah?" Tama terkekeh. "Ternyata ada gunanya juga aku keserempet, aku jadi tahu perempuan cantik ini peduli."
"Dasar!" Kalisa hanya mengyunggingkan senyum sipu.
"Makan siang?" ajak Tama perhatian.
Kalisa mengangguk. "Ibu emang nyuruh kita makan siang bareng tadi,"
"Serius? Kenapa ibu nggak ngomong apa-apa sama aku?" Tama mengecek ponselnya, karena biasanya saat mereka direncanakan untuk bertemu, ibu akan selalu memberi tahu.
Kalisa mengangkat bahu sebagai jawaban, kemudian memberi usul, "Restoran jepang?"
"Boleh," setuju Tama.
Dan Kalisa membelokan mobilnya ke kanan menuju restoran jepang di ujung jalan.
***
Sementara itu, Miko di apartemen duduk bersila di lantai depan pintu menunggu Tama pulang. "Kenapa Tama lama?" Sendunya dengan telinga kucing runcingnya layu dan mata berkedip-kedip menyorot daun pintu. "Miko lapar," keluhnya. Rasanya sedih, karena tadi pagi Tama sudah berjanji akan pulang sebelum makan siang, dan akan membelikan tuna untuk Miko karena janjinya belum semua terpenuhi kemarin malam.
Merunduk, bibir Miko jatuh, mengambil ekornya sendiri lalu ia mainkan ujungnya. "Tamaa ... ayo pulang ...! Miko lapar, Miko juga kesepian ... serial di TV nggak ada yang bagus sekarang ...," Mendongak lagi dan menatap pintu yang masih tetap setia tertutup itu. "Tama ..., Miko mau tuna,"
***
"Tuna baik untuk kesehatan mata kamu, Tama." Kalisa menyodorkan piring sushi tuna ke hadapan Tama. mereka memesan banyak jenis sushi tadi, dari tuna, salmon bahkan telur ikan. "selamat makan...." Kalisa menyuap.
Tama menelan ludah menyorot sushi di piring saji, mendadak dia ingat Miko di apartemen yang sudah ia beri janji akan membelikannya tuna pagi tadi.
"Ayo makan, Tama ...!" ucap Kalisa dengan senyum cantik dan menyumpitkan sushi itu ke depan mulut Tama.
Pelan Tama menerima suapan itu, sembari mengunyah ia berkedip-kedip, mendadak hatinya mencelos, bimbang dan khawatir, apa Miko baik-baik saja di rumah, dia sudah terlambat pulang lima belas menit.
"Enak, kan?" tanya Kalisa.
Tama mengangguk, kemudian menyuap sendiri untuk menghormati meski perasaan masih bimbang tergerogoti, jujur ia gelisah dan tak nyaman, hatinya was-was dan merasa bersalah dengan kucing lucu menggemaskan dan manisnya di rumah.
***
Masih dengan wajah lesu dan sendu Miko meremas perutnya sendiri saking laparnya. "Lapaar ..." Lalu Miko memilih bangkit dan pergi ke dapur, membuka lemari pendingin dan hanya menemukan buah dan sayur, serta beberapa minuman soda.
Bibirnya jatuh lagi, dia tidak suka makan makanan seperti itu, kemudian menoleh ke lemari gantung di atas meja kompor, biasanya Tama menyimpan mie yang sama seperti ada di TV seingatnya. jadi Miko bergerak lagi, dengan berjingjit ia membuka lemari itu dan benar menemukan mie yang ia mau.
Mengambil satu. "Tapi Miko nggak bisa buat," Telinganya kembali layu menyorot makanan instan terbungkus plastik itu. "Tapi kayaknya nggak apa-apa kali dimakan langsung," monolognya dengan memiringkan kepala mengamati tulisan yang bahkan tak bisa ia baca. "Miko makan aja, deh!" Dia tersenyum dan binar cerah lagi.
Membuka bungkusnya, lalu ia ambil isinya, hingga kemudian matanya berbinar lagi merasakan bunyi kriuk saat ia gigit. "Ini enak ternyata," dan Miko memilih duduk bersila di lantai depan kompor untuk melanjutkan makan.
***
Tama benar tak nyaman dengan perasaanya, jadi ia memakan makan siangnya dengan terburu, bahkan seolah dia tidak menikmati sushi segar itu.
"Kenapa jadi buru-buru?" tanya Kalisa yang menyadari, melihat Tama menyuap lagi bahkan ketika yang di mulut saja belum sempurna ia telan.
"Em ... Nggak, ini karena enak." Bohong Tama lalu menyuap suapan terakhirnya.
Kalisa tersenyum. "Aku suka liat kamu makan dengan baik dan lahap kayak gini, Tam."
"Kalis, kayaknya aku harus pulang sekarang," ucap Tama setelah meletakan sumpit di tangannya dan mengelap mulut dengan tisu.
"Tadi katanya nggak buru-buru?" Kalisa menautkan alis dan sedikit meluruhkan bahunya kecewa.
"E ... aku harus, harus kasih makan kucingku, Lis ... aku lupa," jujur Tama memohon pengertian.
Bahu Kalisa semakin luruh jatuh. "Kucing atau teman kencan kamu itu?"
"Itu bukan teman kencan, itu tetangga baru aku," jelas Tama berbohong, "em ... jadi gini, dia baru aja pindah, dia nggak punya siapa-siapa buat diajak jalan ke kota ngenal lingkungan, maksud aku dia cuma ... cuma meminta bantuan,"
Kalisa menipiskan bibir, kemudian mengangguk, meski ia tak seratus persen yakin.
"Dan aku emang beneran melihara kucing, Lis ... maksud aku kucing orang lain yang tersesat dan-"
"Tam ... kamu nggak perlu menjelaskan sepanjang itu ... kalau benar itu cuma kucing, kenapa kamu harus khawatir?" potong Kalisa dengan nada yang terdengar jengah dan jengkel, meski sepertinya ia coba tahan.
"Kamu benar," Tama mengalah.
"Jadi ... sekarang tenang ... dan makan makanan penutupnya," Kalisa menyodorkan lagi piring makanan manis ringan penutup untuk Tama yang memang masih tersisa dan sama sekali tak disentuhnya.
Tama menarik napas, meski ia khawatir dengan Miko, tapi di sini Kalisa-lah calon tunangannya. Jadi harusnya dia baik-baik saja.
Tbc ....
mau ngomong apa sama Tama?
![](https://img.wattpad.com/cover/353299435-288-k21318.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pink Kitty [BoysLove]
Teen FictionTama seorang dokter bedah yang tidak sengaja diikuti pria cantik hybrid kucing pink yang begitu menggemaskan, memiliki telinga runcing dan ekor, pipi chubi dan bibir semerah ceri yang kabur dari tuannya sendiri. harga dari makhluk pemuas napsu itu s...