16 | Pizza

7.4K 931 65
                                    


Vote! Gue up lagi nih jam 7 malem, ayok gas follow yang belum follow! Gue tau kok, pembaca gue adalah orang-orang keren yang tahu caranya menghargai penulis. jadi ayo ke depan dan follow authornya.

sekarang happy reading!

.

.

Tama hanya menemani Miko berjalan ke sana-kemari dengan perasaan gamang dan tak nyaman. Tama merasa tertarik dengan Kalisa, dan sejauh ini dia tengah berusaha keras untuk mendapatkan hati gadis itu.

"Tama! Lihat!" Dengan senyum lucu Miko menunjuk air mancur menyala yang meliyuk di depan sana. "Mereka nyala!" Dia bertepuk tangan kecil bahagia dengan sedikit berjingkrak.

Tama hanya mengangguk meski ia tersenyum kecil melihat polah kucing polos dan murni ini, makhluk buatan yang tak tahu apa pun tentang dunia dengan semua drama dan hal menyakitkannya.

"Terima kasih, Tama ... Miko bahagia malam ini," ucap Miko lalu erat memeluk lengan Tama di sisinya.

Hati Tama sedikit menghangat, tapi ia harus menolak, jadi dengan canggung ia menarik lengannya sendiri agar terlepas dari rengkuhan Miko yang malam ini benar nampak seperti pacar gay manisnya sebagaimana yang kalisa katakan. "Kita pulang sekarang, yah?"

"Tapi kita belum makan pizza." Miko kecewa.

"Kita pesan aja nanti." Tama berusaha terus menolak dan mengabaikannya. dia memilih tetap berjalan untuk menuju mobil yang ia parkiran di bahu jalan yang dadakan dijadikan parkiran wisata waktu malam.

Dengan lesu Miko terpaksa mengikuti di belakang, meski tetap berusaha menyejajarkan langkah mereka dengan kaki pendeknya karena takut ditinggal. Hingga sepasang kekasih mengalihkan perhatian. "Tama ... Miko mau digandeng kaya gitu." Miko menunjuk sepasang kekasih yang berjalan di depan mereka tadi.

"Nggak," jawab Tama singkat.

"Ayo ... pura-pura aja ... akting lagi kaya tadi pas kita makan kepiting ...," rengek Miko menjadi dengan sedikit menghentak-hentakan kakinya.

"Nggak Mikoo ...,"

"Cuma pura-pura yang kaya di TV, Tama ...,"

Tama menarik napas dalam, kemudian menatap Miko jengah, sedang yang ditatap hanya berkedip-kedip dan mengulurkan tangannya untuk digandeng.

Membuang napas lebih jengah, lalu Tama raih telapak tangan kecil itu dan dia gandeng.

"Yey!!" Miko senang, dan mereka kembali berjalan. "Miko suka diajak pura-pura kayak yang ada di serial seperti ini, Tama ... hati Miko di dalam sana rasanya hangat," celoteh Miko panjang lebar seraya memegang dadanya sendiri pun dengan langkah riang mengayunkan gandengan tangan mereka. "Hati Tama juga hangat kan?" Dia mendongak menatap Tama yang kini wajahnya datar lurus ke depan. "hangat juga kan?" Miko menyentuh dada Tama, hingga,

"Astaga!" Dengan cekatan Tama merengkuh tubuh Miko ke dalam pelukan karena seorang pengendara motor dengan kecepatan tinggi melitas menyetepet,hingga entah bagaimana ceritanya ia mendapat sedikit luka gores di lengan karena melindungi Miko. "Aish, sialan!" Tama mendesis memaki si pengendara motor yang tidak tahu diri itu terus melaju dan semakin jauh dari jangkauan mata.

"Tama?" Miko panik dan sedikit takut melihat luka gores yang tadi terlihat tidak apa-apa kini sedikit memunculkan bercak darah. "Apa ini sakit?" alisnya menaut khawatir.

Tama menggeleng, tapi dia meringis menyorot sekilas lukanya, lalu berkata, "Kita pulang!"

"Tamaa?" Serak Miko memanggil Tama sedih dan melepaskan gandengan tangan mereka lesu.

"Apa lagii? Ini udah malam, Mikoo ..." Rancu rasanya perasaan Tama, dia memikirkan Kalisa, tapi di sisi lain juga ada perasaan bahagia namun juga takut menerima, ditambah lengannya perih terluka pun rasa marah karena si pengendara motor sialan yang menyerempet tiba-tiba.

Miko merunduk. "Tama pasti makin nggak suka Miko, gara-gara Miko, Tama berdarah,"

"Miko ... ayolah! Sedari awal aku emang nggak suka kamu, jangan mempersulit ini, ayo! Sekarang kita pulang dan kita pesan pizza!"

Dan sialnya dalam sekejap mata Miko malah tersenyum sempuna hanya karena kata pizza. "Hehe ... Nggak apa-apa Tama nggak suka Miko! Ayo kita pulang dan makan Pizza!" Miko menggandeng tangan Tama lagi.

***

"Woah ... ini mirip sepeti yang di TV," ucap Miko setelah mengigit potongan pizzanya.

Mereka sudah sampai di rumah dan Miko sudah mulai memakan Pizza pesanannya sesuai janji Tama, dan sekarang mereka seperti biasa akan duduk di sofa depan TV meski kali ini tak menyala.

"Kamu suka?" tanya Tama.

Miko mengangguk dengan terus mengunyah. "Ini enak," Dia mengunyah dengan menggerakan kepalanya ke kanan dan ke kiri bahagia.

"Kalau gitu abisin!" ucap Tama seraya memasang plester luka di lengannya yang tergores dengan hati-hati.

Miko mengangguk lagi. "Tama, Tama, apa itu sakit?" tanyanya dengan berpindah tempat ke sisi Tama.

"Nggak," jawab Tama dengan merapikan kembali peralatan p3k-nya. " Aku mau tidur, cobalah di sini sedikit jadi berguna dengan kamu beresin sendiri makanan kamu itu kalau udah selesai dan nggak abis nanti."

Miko mengangguk antusias dengan terus mengunyah.

"Kalau gitu aku ke kamar." Tama beranjak, tapi Miko malah mengikuti meski masih memegang potongan pizza dan mulut mengunyah.

Tama kembali berbalik menatap Miko dengan bahu jatuh. "Jadi kamu ini paham atau nggak sama apa yang aku katakan barusan?"

Dengan polos Miko menggeleng, pun dengan mulut penuh terus mengunyah, bibir kecilnya mengerucut dengan sedikit noda saos di sana.

Menghela napas berat. "Kamu mau makan atau tidur?" Tama mengiba. Dosa apa Tama di masa lalu hingga semesta mengirimkan cobaan yang begitu menyiksa batin dengan mengirimkan makhluk manis lucu tapi begitu menyebalkan ini.

"Tidur dipeluk Tama," Miko tertawa lucu meski tanpa suara dan hanya menunjukan giginya saja.

Tama langsung memasang wajah datar dan bahu yang semakin jatuh.

"oke, tidur di lantai sebelah ranjang Tama," Miko tetap tersenyum menunjukan gigi membenarkan kalimatnya.

"Bagus! Sekarang cuci kaki dan sikat gigi, aku beresin makanan kamu dulu, Dasar beban!" Tama mendorong main-main kepala Miko ke belakang dengan ukiran senyum gemas di bibir yang mati-matian ia tahan.

"Oke!" Dan seperti biasa Miko akan menghadiahkan kecupan di ujung hidung Tama, barulah ia masuk kamar.

Sudahlah lupakan untuk tidak menyuruh Miko mencium, kucing itu tidak akan paham dan pasti akan terus melakukannya, lagi pula Tama rasa ia seolah kecanduan dengan perasaan gelitik dan meletup yang ia tak tahu apa namanya saat Miko melakukannya.

Tama kembali lagi ke meja untuk membereskan sisa pizza, lalu ia bawa ke dapur untuk dimasukkan ke lemari pendingin. Menghela napas. "kalau dipikir-pikir hidupku jadi lebih repot, yah? seandainya aja kucing itu berguna, tapi ya udah lah nggak apa-apa," monolognya, lalu kembali ke kamar.

Tama masuk lalu menutup pintu, sedangkan Miko sepertinya belum selesai dari acara menggosok giginya. Tama sudah menggosok gigi dan memang sudah siap tidur, bahkan ia juga tak ikut memakan pizza tadi, jadi ia naik ke ranjang dan masuk ke dalam selimut lalu terpejam.

Miko keluar, memiringkan kepala dengan berkedip-kedip menatap wajah tidur Tama, kemudian tersenyum. Dia ingin tidur di atas ranjang, memeluk Tama dan menghirup aromanya, serta berbagi kehangatan dengan suhu tubuh Tama. Tapi sedetik kemudian dia menggeleng. "Jangan, Miko!" ucapnya pada diri sendiri dengan mengangkat satu jari telujuk dan menggeleng lucu, dia tidak mau Tama marah-marah lagi. Jadi dia memilih berbaring di atas selimut tebal yang sudah Tama siapkan di bawah ranjang dengan melipatnya menjadi dua bagian seperti kemarin malam. Mendongak menatap Tama. "Selamat malam, Tama," ucapnya, kemudian Miko ikut memejamkan mata dengan tersenyum.

Tbc ....

Besok up lagi nggak nih?

Pink Kitty [BoysLove]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang