-12. Cookies

1K 149 5
                                    

[ Devil's kids ]

___°°

  Hari ini Erlan setelah menghabiskan sarapannya, memilih menutup tirai jendela dan membiarkan kamarnya gelap, ia melangkahkan kakinya di sepanjang lorong.

Sempat berhenti ketika melihat ruangan yang terbuka dan terdapat gadis kecil yang kemarin ia dorong, mengamuk pada dokter yang menjaganya.

Erlan melanjutkan perjalanan, matanya menangkap Kai yang sedang berjalan bersama Argan, berlawanan arah. Dagu anak itu memerah sempurna seolah telah di cengkram begitu kuat.

Sejujurnya ia tak suka teman-temannya di lukai, tapi dia tak bisa melakukan apapun. belum.

Kakinya memasuki elevator, memencet tombol satu dan membiarkan pintu tertutup. Dia mendongak dan menemukan kamera cctv dalam elevator yang mati, itu karena tahun lalu Sky bersama dirinya berencana kabur saat malam hari.

Semuanya berjalan lancar, mereka banyak melakukan kesenangan di luar tapi mamanya malah mengembalikannya, ke rumah membosankan ini. Senasib dengan Sky yang di antar oleh satu keluarga.

Erlan pertama kali bertemu saat ia berusia dua belas tahun dan Sky sebelas tahun, umurnya sama dengan Kai yang baru memasuki rumah aneh ini.

Saat itu Sky datang dan langsung membuat heboh lantai bawah, sebab tangan kecilnya memegang pisau kecil dan terkikik polos. Seperti apa yang ia pegang bukanlah masalah.

Argan muncul dan langsung mengambil pisau itu, mengajak Sky menuju lantai tiga. Erlan mengikuti di belakang, bertingkah acuh tak acuh dan sibuk pada rubik di tangannya.

Dia melihat dimana Sky di letakkan, sendirian lalu pintu itu di tutup. Erlan masuk, menemukan bocah itu sedang sendirian berlari keliling ruangan dengan mainan pesawatnya.

Aneh, tapi Sky lucu. Erlan selalu mengakui hal itu.

Pintu lift terbuka, dia berpas pas-an dengan seorang suster yang salah satu tangannya di perban bagian jari, Erlan menyeringai.

"Jangan bertingkah lagi, anak kecil," peringatan dari suster itu ia abaikan, semua perawat tak pernah melarang ia berkeliaran selagi tak membuat kekacauan.

Beberapa pembunuhan kecil membuat mereka membebaskan dia berjalan kemana-mana, mereka semua tau bahwa tidak ada yang salah dengan anak itu, hanya saja ibu dari Erlan meminta untuk merawat anaknya bertahun tahun di rumah sakit jiwa ini, dengan bayaran yang besar.

Ralat, tidak ada yang salah dengan anak itu namun memang sedari awal anak itu sudah ada yang salah.

Erlan berjalan menuju dapur yang luas, menghiraukan ketika para wanita yang sedang memasak berhenti dan memberikan ia jalan untuk menggapai pintu besi hitam yang sedikit terbuka.

Dia masuk, melewati beberapa jeruji dan sampai di pojok, jeruji yang tepat berada di depan miliknya kemarin.

"Sky," dia memanggil dengan suara pelan, tangannya merogoh saku celana dan menaruh permen cokelat di atas lantai.

Yang di panggil menggeliat, mengerjapkan matanya dan berguling di lantai untuk mendekati Erlan yang sudah berjongkok dekat jeruji.

"Kok ke sini? nanti siang aku udah boleh ke kamar."

"Pengen ke sini aja, aku bosen. kemarin habis ngobrol sama Kai, sambil makan jajanan."

Sky melempar bungkus permen dengan wajah merengut kesal, "Curang! kalian ngobrol berdua dan, dan makan jajanan tanpa aku?"

"Makanya cepet keluar, jajanan aku masih banyak, nanti malem kita makan di sana," Erlan memperhatikan tangan milik teman pertamanya, di lingkari oleh gelang buatannya. kedua tangan itu begitu terlihat rapuh seolah jika ia meremukkan mereka pasti akan mudah sekali patah, bagaimana jika Kai? meremasnya dengan kuat sepertinya sudah berhasil untuk menghancurkan tulang itu.

"Kai gimana? kayaknya dia di hukum, deh."

"Iya, dia sekarang pake kalung dari si Argan."

"Kok bisa?"

"Gatau aku juga, pokoknya kamu kalo lagi main sama Kai terus liat kalung itu kedip dan ada warna merah, berarti si Argan bakal dateng."

"Kamu kok bisa tau, lan?" Sky duduk bersandar pada tembok dan menyentuh jeruji besi.

"Bisa aja, nanti malem jangan lupa ke kamar aku.." Erlan berdiri dan kembali menaruh dua bungkus snack kecil di lantai dalam jeruji milik Sky.

Sky mengangguk patuh, tersenyum lebar ketika nampan berisi makanannya sudah datang dan membuat Erlan harus pergi dari sana. Kakinya melangkah menuju luar rumah sakit, berjalan di area taman dan duduk di salah satu bangku besi di bawah pohon. Dari sini ia bisa dengan mudah melihat jendela kamar Kai yang terbuka.

Matanya menangkap siluet kecil Kai yang sedang fokus menatap ke arah taman bunga beberapa langkah darinya, lalu dia berdecak kesal ketika melihat Argan juga muncul dan memeluk Kai dari belakang.

"Argan.. orang gila yang bersikap sok normal," Erlan menyeringai lebar, melihat Argan yang sadar akan posisinya dan langsung menutup jendela juga tirai.

"Lama banget malem, kayaknya makan malem hari ini bakal enak," dia merogoh sakunya, mengeluarkan selembar uang ketika menemukan tukang yang menjual makanan manis dan kue kue kering.

Sky suka makanan manis dan Kai suka kue kering, seperti snack sebelumnya yang di makan habis.

"Adek tinggal di sini?"

Erlan terdiam ketika pria itu mengajaknya bicara, haruskah ia menjawab? tapi jelas jelas pria itu tau bahwa ia mengerti bagaimana menggunakan selembar uang, orang ini tidak menganggapnya gila, juga? "Iya, kenapa?"

"Yang tinggal di sini banyak, dek?" pria itu menyodorkan plastik putih dan mengambil selembar uang biru.

"Iya, banyak banget. kadang mereka berisik," Erlan mengambil plastik yang di sodorkan, mengambil satu kue kering dan memakannya.

"Mereka itu beneran gila, dek? eh, maaf.. maksudnya tuh.." pria itu menggaruk kepalanya sendiri karena merasa salah melontarkan pertanyaan.

"Menurut bapak aja gimana," Erlan mengedikkan bahunya dengan acuh tak acuh, mengambil uang kembalian dan memasukkannya ke dalam saku celana.

"Kalo adek, kok bisa ada di sini? emang dulunya kenapa?" pria itu memperhatikan tubuh Erlan yang memakai baju biru pucat seperti kebanyakan pasien di sana, hanya saja Erlan menggunakan celana seperti dirinya. Orang gila ini cukup tau soal berpakaian.

"Saya? dulu saya suka bunuh orang," Erlan tertawa, tawanya hambar namun memang terkesan sebagai candaan.

"Adek, bisa aja candaannya."

Erlan kembali menaruh kembalian sebelumnya di tangan pria itu ketika ia mengambil banyak kue kering, lalu berbalik. Belum beberapa langkah jauh dari sana Erlan sempat berhenti dan menoleh sambil menyeringai nakal.

"Saya ga bercanda."

Tbc

Devil's kids ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang