-01. Dokter Argan

3.6K 276 3
                                    

[ Devil's kids ]

___°°


  Kota metropolitan sedang di landa cemas dan kekhawatiran yang begitu dalam, beberapa desa begitu sepi dan sunyi seolah tak pernah berisi penduduk di dalamnya.

Tak ada sebagian ibu rumah tangga yang asik bercerita sambil membeli sayuran, atau kepala keluarga yang biasanya selalu berkumpul dekat pos sambil meminum kopi.

Juga, tak ada lagi anak anak yang selalu berlari ke sana kemari seperti gembala, bermain di tanah lapang bersama.

Berita di televisi begitu mengguncang bagi sebagian warga desa.

Pasalnya, di desa itu di temukan jasad bocah yang sudah tak berbentuk dan tak bisa di kenali wajahnya. dekat dengan danau yang mengalir sekitar jembatan penyambung antar desa.

Polisi mengerahkan usaha mereka untuk menyelidiki kasus ini dan sedang mencari tau siapa dalang di balik keresahan ini.

Sementara seluruh anak anak di larang untuk keluar rumah tanpa pendamping, karena spekulasi mereka adalah, dalang itu mengincar anak anak tanpa pemilik.

Atau terlihat tak di pedulikan oleh seorang pun.

Pertanyaan seluruh warga yang mengetahui berita itu adalah, kenapa? untuk apa?

Sudah genap enam hari jasad anak kecil terus di temukan, mereka cemas, frustasi.

Tapi saat komandan mereka mengizinkan untuk menjarah hutan dekat desa, dan berkeliling untuk mencari jejak si pembuat resah.

Seorang polisi wanita bersama rekan-rekannya berteriak nyaring, menunjuk ke arah gubuk reot yang terlihat mencurigakan.

Sekelilingnya penuh tancapan kayu, dan mereka tak tau kulit apa yang di gantung pada tali di samping gubuk.

Salah satu polisi pria bersiap menggenggam erat pistolnya, mendobrak pintu yang langsung terbuka dan rusak.

Tidak kecil namun juga tidak luas, hanya ada beberapa ruang.

Mereka menelisir ke segala tempat, tempat berisi toples organ, karpet merah yang sudah tak layak, beberapa potongan tubuh anak kecil di sudut dan juga tempat pemujaan.

Semuanya terkejut, tentu saja dan lebih kaget ketika menemukan satu bocah sekarat yang masih bernafas, meringkuk ketakutan dengan pandangan kosong.

Komandan menyuruh polisi wanita untuk mendekat, berlutut dan menyentuh bahu kecil itu yang masih bergetar, "Hei, jangan takut. kita bakal keluarin kamu dari neraka ini."

...

Setelah evakuasi satu bocah dan mulai pencarian jejak si iblis tanpa belas kasih itu, dua polisi mengantarkan anak laki laki sekitar berumur sebelas tahun ke rumah sakit, untuk melakukan perobatan dan beberapa pengecekan.

Apakah ada luka dalam, atau bahkan trauma.

Tiga hari kemudian dokter tak mampu untuk menangani bocah itu, yang terus diam dan terkadang berteriak histeris.

Menangis tersedu sedu, memohon juga mengamuk.

Dia seolah di hantui rasa takut.

Akhirnya mereka memilih untuk mengirim bocah itu, ke rumah sakit jiwa.

Dan tentu saja, apapun yang berhubungan dengan anak laki laki itu tak pernah berjalan lancar.

Amukannya selalu membuat suster kewalahan, dua dokter pria sampai harus menahan kedua tangan kecil itu.

Kini ia di tempatkan pada ruangan putih dan abu, terkesan luas namun tak terlalu besar juga, ada beberapa mainan yang sepertinya sudah di siapkan. Mainan itu terbungkus rapih juga tersusun teratur di atas rak, dispenser di pojok ruangan dengan kasur kecil dekat jendela. Semuanya terlihat nyaman, namun anak laki-laki itu was was dan terus menelisik segala arah. Ia merasa tidak nyaman berada di sini.

Sampai pintu bercat putih dengan kaca kecil di tengah-tengahnya terbuka, menampilkan postur tubuh seorang pria dewasa dengan jas putih yang begitu cocok dengannya. Tingginya hampir mendekati pintu dan bocah itu hanya sampai pada siku.

"Halo, Kai? saya Argan, dokter kamu untuk saat ini," pria dewasa itu menaruh papan cacatan kecil yang sebelumnya dia bawa, di atas rak dekat dengan mainan yang tersusun.

"Bagaimana? apa Kai suka kamar ini? kamu merasa nyaman disini? ini adalah, rumah baru kamu."

Anak kecil itu menggeleng pelan, berbisik dengan suara yang begitu lirih, "Aku.. gasuka dokter. aku ga sakit."

"Kamu ga sakit, ga ada yang bilang kamu sakit. Mereka bawa kamu ke sini karena, ini adalah rumah kamu yang seharusnya, suka?"

Kai memperhatikan ruangan yang baru ia masuki, mata coklat terang itu terpaku pada mainan di atas rak juga menoleh ke arah jendela yang menampilkan sebuah taman di belakang gedung.

Kai mengernyitkan dahinya, ada di lantai berapa dia? kenapa begitu tinggi? apakah jika dia bisa kabur akan selamat jika melompat? tidakkah ini terlalu tinggi? akankah kepalanya pecah? atau bahkan mati? atau--

"Kai, ingin bermain sebuah game?"

Kai berbalik, mendongak untuk menatap ke arah pria di hadapannya dengan pandangan kosong, "Dokter, jangan melompat."

Sang dokter terdiam, kebingungan jelas terlihat pada wajah tegasnya, "Kenapa?"

"Semua temen-temen aku, terus coba banyak hal buat kabur. tapi aku ingetin buat dokter, jangan melompat."

"Iya, saya ga akan lompat. bisa kamu ceritain apa yang terjadi sama temen-temen kamu kalo mereka berhasil kabur?"

Kai memiringkan kepalanya dan mata coklat terang itu menyipit bingung, "Kalo mereka berhasil kabur?"

"Iya, apa yang terjadi?"

"Ga ada yang berhasil kabur, dokter..." Kai kembali dengan wajah tanpa emosi, pandangan bingungnya hilang dan kembali kosong seolah jiwanya tak pernah ada di sana. "... dokter lupa, ya? mereka semua kan, mati."

Argan berdehem, berjalan ke arah rak dan mengambil satu kotak sedang berisi mobil dengan remote control. Dia menaruhnya di depan kedua kaki Kai, tersenyum kecil, "Kamu suka mainan ini? atau lebih suka robot di dalam rak itu?"

Telunjuk Argan mengarah pada pintu rak yang masih terbuka.

Kai menggeleng, melangkah mundur ketika kepalanya masih tertunduk, lalu ia berbisik kecil.

"Aku.. lebih suka kalo bebas."

Tbc

penulisan gua ngapa aneh bangt sih anjir, wkwk sorry ya?

Devil's kids ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang