-21. At night II

841 132 2
                                    


[ Devil's kids ]

___°°

  Manik kelabu yang menyorot tajam itu memperhatikan ketika gadis yang sebelumnya mengantar ia ke kamar mandi, berlari menjauh setelah mengatakan bahwa dirinya adalah anak nakal yang jahat.

Dia mengedikkan bahunya, masuk ke dalam bilik kamar mandi dan bersembunyi di belakang pintu, letak kamar mandi ini tepat di dekat pintu yang sebelumnya ia lihat terbuka lebar dan mengarah pada sebuah taman.

Seringainya semakin lebar.

Badannya menempel sempurna pada tembok ketika seseorang masuk, matanya meliar dan ia perlahan meluruh untuk merangkak mendekati seorang pria yang sedang berdiri di depan wastafel.

Erlan menyerngit jijik ketika pria itu membuang air kecil, tangannya mengambil sebuah sikat kamar mandi dengan gagang yang panjang dan langsung menerjang pria itu dari belakang hingga terjatuh. Ia membekap mulut lebar yang siap mengeluarkan suara dengan sikat yang tajam, ia menekannya sambil duduk di atas tubuh pria itu, lalu mengambil sebuah botol sabun dan menumpahkan isi sabunnya ke dalam mulut pria di bawahnya sampai penuh.

Gagang sikat itu ia gunakan untuk memukul berkali-kali tenggorokan dengan jakun yang terus bergerak naik turun, Erlan tersenyum senang dan jari jarinya yang kecil mencengkeram salah satu mata yang terus meliar, mencengkeramnya lebih erat.

Pria itu terus mencoba berteriak namun mulutnya malah semakin banyak menelan cairan sabun, ia bisa saja mendorong bocah itu dengan mudah namun tenggorokannya terus di pukuli.

Tangan besarnya mencengkeram kaki kecil milik Erlan dan mengubah posisi mereka, sebelum pria itu sempat melayangkan pukulan, Erlan lebih dulu menendang alat kelaminnya dan langsung mendorong wajah itu dengan kedua kaki sampai membentur wastafel hingga sedikit retak.

Mendapati mangsanya sudah tidak sadarkan diri, tangan kecil itu mengambil pistol yang sedari awal menjadi perhatiannya lalu kembali menekan gagang di tenggorokan pria itu dengan sekuat tenaga dan terdengar suara retakan, mata kelabunya meliar dan terpaku pada shower di dalam kamar mandi.

Erlan menariknya lalu memukul beberapa kali kepala itu hingga mengeluarkan darah, ia menarik mata yang sebelumnya sempat ia cengkram dan terkikik geli. Menaruh mata itu pada mulut yang masih terbuka, "Om keren banget kalo bisa makan mata om sendiri."

Karena rasa sakit akibat matanya di cabut dengan paksa ia terbangun dari ketidak sadaran, ingin berteriak namun sesuatu lebih dulu tertelan dan dia terlihat panik.

Erlan tersenyum lugu, "Goodbye, om penjaga, makasih hadiah pistolnya," Lalu tangan kecilnya melayangkan sebuah tinjuan yang memang tak seberapa, tapi setelah itu ia memukul kepala pria dewasa yang sudah sekarat pada tembok hingga ia puas, dan mengeluarkan banyak sekali darah yang mulai menggenangi lantai putih yang sebelumnya terlihat bersih.

Erlan memasukkan pistol ke dalam bajunya, berterima kasih pada Irish yang membelikan baju kebesaran ini kemudian ia mencuci tangannya. membasahi sepatu yang terkena genangan darah dengan tisu, membuang tisu itu pada mulut sang pria dan mendorongnya masuk ke dalam tenggorokannya.

Kemeja hitamnya sama sekali tidak terlihat darah, Erlan terkekeh senang melihat apa yang ia perbuat lalu membuka pintu perlahan. Mendapati lorong yang sepi, ia keluar dari sana dan kembali menutup pintu seolah ada orang di dalamnya jadi ia bisa mengulur waktu untuk sementara.

Ia mengumbar senyum yang terkesan lugu sepanjang jalannya, kemudian menunduk ketika ia memperhatikan bahwa bajunya sedikit menonjolkan ada benda di dalam sana. Erlan mendengus kasar, kembali berkeliling sebelum matanya terpaku pada sebuah kotak mainan kecil entah milik siapa.

Erlan bersembunyi di balik tembok ketika memasukkan pistol kesukaannya ke dalam kotak, lalu kembali berjalan dengan kebahagiaan yang sedang menyelimuti.

Regardo menunduk ketika ada tangan kecil di atas pahanya, "Erlan? kemana aja kamu dari tadi? itu kotak apa?"

"Oh," Erlan mengangkat kotaknya sedikit ke atas, "Kotak mainan, tadi aku kenalan sama temen dan dia ngasih ini sebagai hadiah pertemanan."

Sang kepala keluarga tersenyum, mengusap rambut itu dan berbisik dengan suara beratnya, "Anak papa emang anak yang baik, hmm."

Erlan hanya tersenyum manis dan melihat Sky yang sudah tertidur di atas pangkuan mama.

"Aku anak baik?" Erlan bertanya tanpa menatap wajah sang papa.

"Iya, Erlan adalah anak yang baik."

...

"Kai, tutup mata kamu sekarang, ini udah larut banget," Jean mendesah lelah ketika tubuh kecil itu masih asik bermain dengan mobil mobilnya di atas kasur, ia turun dari kasur dan mematikan lampu kamar.

Namun, teriakan nyaring dari Kai membuat Jean kembali menyalakan lampu.

"Hei, hei, ada apa?"

Jean berlari mendekati kasur, memeluk tubuh Kai yang sudah meringkuk dan mengangkatnya ke gendongan. Membelai punggung kecil itu dengan lembut sambil menanyakan apa yang terjadi.

"Kai? kenapa?"

Jean masih mencoba menenangkan tubuh yang berada di pelukannya, mengecupi wajah itu yang terlihat ketakutan, "Kai?"

"Gelap, gak suka gelap.. nanti.. nanti.." Kai menggigit bibirnya dengan kuat ketika kalimat itu ingin keluar, gigitannya membuat bibir merah itu mulai di penuhi darah.

"Hei, Kai? Kai?" Jean mendudukkan tubuh itu di atas meja lalu membuka mulut kecil yang sebelumnya saling merapat, mengusap bibir bawah yang berdarah, "Iya, oke.. kakak gak akan matiin lampu lagi, Kai tenang, ya?"

Kai meliarkan matanya untuk menatap sekitar, meyakinkan bahwa mereka tak ada di sini atau datang ke sini, kedua tangannya terus mencengkeram baju milik Jean, "Kakak?"

"Iya, kenapa dek? adek takut gelap?"

Kai mendongak untuk memperhatikan bentuk wajah di depannya, lalu menghela nafas lega dan menempelkan wajahnya di dada Jean, "Kakak di sini ternyata."

Walaupun ada kebingungan yang begitu jelas, Jean menghiraukannya dan memeluk Kai yang masih sedikit bergetar, "Iya adek, kakak masih di sini.. terus di sini.. buat adek Kai.."

Jean kembali mengangkat tubuh itu, membiarkan pundaknya menjadi sandaran dan ia membuka jendela kamar, memperlihatkan langit malam dengan bulan purnama yang berbentuk bulat sempurna, tangannya tak berhenti mengusap punggung kecil Kai.

Mungkin saja masa lalu anak itu yang mengakibatkan Kai takut pada kegelapan. Jean sudah mendengarkan cerita mereka dari Erlan, ketika mengingat itu membuatnya semakin erat memeluk Kai. Pikirannya berkecamuk dan terus mempertanyakan tingkah orang orang yang menjadi penyebab ini semua.

Melihat luka panjang milik Erlan, itu saja sudah mengerikan. Hal apa saja yang adik adiknya lalui?

Jean menempelkan pipinya pada kepala Kai, "Kai harus bahagia, ya."

Tbc

Devil's kids ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang