-16. luck

908 140 2
                                    

[ Devil's kids ]

___°°

"Kalian sudah selesai makannya? ada yang mau nambah?"

Regardo duduk di kursi utama untuk kepala keluarga, melihat tiga anak laki laki yang sudah menyelesaikan makan mereka dan menghabiskan lauk yang istrinya masak.

Kai menyandarkan kepalanya di lengan Erlan, jari jarinya yang kecil mencengkeram baju bagian bawah Erlan lalu berbisik kecil, "Aku ngantuk."

Sky yang berada tepat di samping pria yang sudah memberi mereka makan malam mengangguk senang, "Enak makanannya om, yang masak siapa?"

Regardo terkekeh, "Istri saya."

Erlan merangkul bahu Kai yang masih bersandar padanya, "Makasih om, udah ngasih kita makan."

Regardo mengangguk, "Kalian ada tujuan setelah kabur dari.. panti itu?"

Erlan menggeleng dan menatap ke arah Sky, membuat anak itu ikut menggeleng pelan, "Enggak ada, om."

Pria itu bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah Erlan, mengangkat tubuh Kai yang sudah terlelap dan membiarkan kepala itu bersandar di bahunya, "Ayo, kalian berdua ikut om."

Erlan berdiri di ikuti oleh Sky, mereka berdua mengikuti langkah kaki yang lebih dewasa dari belakang, Sky sedikit mendongak untuk berbisik di telinga Erlan, "Permen aku habis gara gara ngasih ke om itu."

"Besok kita beli, inget Sky.." Erlan menunduk, menatap mata gelap itu untuk memberi peringatan, ".. jangan lepas emosi, kalo mulai khawatir atau cemas peluk Kai aja.. biasanya dia suka bikin nyaman soalnya."

Sky mengangguk dengan patuh.

Erlan menyeringai kecil ketika pria itu membuka sebuah pintu dan menunjukan sebuah kamar yang cukup luas. kosong, seolah tak pernah ada yang menghuni ruangan ini untuk beberapa waktu lamanya.

"Kalian bisa tidur di sini, kalo butuh apa apa panggil om aja, ya? kamar om ada di deket tangga yang pintu cokelat tadi."

Erlan dan Sky mengangguk bersamaan, memperhatikan ketika Regardo menaruh tubuh Kai di bagian tengah dan mengusap rambut yang menutupi kening anak itu, "Butuh selimut tambahan atau apa?"

Erlan duduk di ujung kasur, menggeleng dengan senyuman kecil, "Enggak perlu om, selimut ini aja kayaknya udah cukup buat kita bertiga."

"Oke, baringin badan kalian sekarang. ini sudah larut," Regardo menyelimuti ketiganya, mematikan lampu dan hanya menyisakan cahaya remang dari lampu tidur.

"Om tinggal, ya?"

Erlan sedikit mengangkat kepalanya dan tersenyum, mata kelabu itu sedikit berkilat di dalam gelap, "Makasih banyak om, saya ga tau harus bales gimana."

Pria yang masih menggunakan jas itu sedikit termenung, bagaimana mungkin seorang bocah berbicara begitu lugas tentang balas budi, "Ga perlu, saya udah seneng kalo liat kalian nyaman di rumah saya."

"Baik, sekali lagi terima kasih om."

Regardo mengangguk, menutup pintu dengan perlahan agar tak membuat banyak suara yang bising. Tubuhnya yang tadi berdiri dengan tegap dan tegas mulai meluruh ke bawah dan menyembunyikan wajah di antara lipatan tangan, menghela nafas berat, "Apa yang aku lakukan, kenapa aku harus bersikap seperti ini pada orang asing."

Dia mengusap wajahnya dengan kasar lalu berdiri, berjalan beberapa langkah untuk mencapai knop pintu bercat cokelat dan membukanya perlahan, matanya menemukan tubuh sang istri yang masih tertidur dan bernafas dengan tenang. Dia mendekat, menyelimuti seluruh tubuh istrinya hingga leher dan menempelkan kening pada milik sang istri lalu berbisik lirih, "Aku sayang kamu."

Ini sudah seminggu sejujurnya, setelah keguguran sang istri. Tapi, ia masih tak bisa melupakan anak yang sangat ia tunggu tunggu selama ini.

Semuanya sebab ia memilih sibuk di kantor dan tak tau bahwa istrinya jatuh dari tangga dan mengalami pendarahan, rasa menyesal tentu saja terus menusuk nusuk hati dan membuat dirinya begitu merasa tidak berguna.

Urusan tentang tiga anak itu mungkin nanti pagi akan ia pikirkan bagaimana akhirnya, pasalnya entah kenapa ia merasa tidak tega dengan mereka. Tiga bocah laki laki, di umur mereka yang masih terlihat muda, belum mengetahui seluk beluk asli dari dunia yang mereka pijak, harus mengalami kekerasan. Penganiayaan. Ketidak adilan.

Jika ia berada di posisi itu, sudah pasti dirinya tidak akan tahan.

Regardo langsung merebahkan tubuhnya tanpa mengganti baju, memeluk sang istri dan mengecup keningnya, "Tapi mereka terlihat lucu."

Dia tidak mengerti kenapa mereka bertiga masih bisa tersenyum dengan manis, ketika luka yang mereka tanggung begitu jelas dan tak akan hilang bekasnya sekaligus rasa sakit yang mereka pikul sebelumnya. Kenapa pula ada seseorang yang dengan tega menghancurkan seorang anak kecil yang begitu murni dan polos?

Regardo memejamkan matanya, mengambil nafas panjang lalu menghembuskan dengan perlahan, "Lebih baik aku tidur."

...

"Kai, tenang.. ada aku sama Sky di sini, sst.. jangan berisik."

Tadi tak berselang lama ketiganya mengarungi mimpi, Kai tiba tiba saja meringkuk dan merintih. Merengek dan memohon entah kenapa, Sky yang memang sensitive mulai terbangun dan terkejut ketika merasakan tubuh temannya bergetar hebat.

Ia membangunkan Erlan, dan kini mereka berdua sedang berusaha membuat Kai tenang.

"Gelap.. uh, dokter.."

Erlan mencengkeram bajunya sendiri ketika ucapan lirih itu menyebutkan satu kata yang tidak ia suka, mata kelabunya menyorot pada Kai yang masih meringkuk.

"Kai, dokter udah mati.. dia ga ada di sini, cuma ada kita. kita yang bakal selalu sama kamu sekarang, bukan dokter," Erlan berbisik dengan tajam, memberi isyarat pada Sky untuk menyalakan lampu dan membuat ruangan kembali terang dengan cahaya lampu.

Sky memeluk tubuh yang masih bergetar, mengusap punggung itu dengan lembut. Ia sedikit berbisik di leher Kai, "Jangan berisik Kai, aku ga suka kalo kamu begini.. kamu takut gelap? ga ada hantu kok, ga ada yang lukain kamu juga.. inget, kan? ada Erlan di sini, dia pasti bisa ngusir orang orang jahat."

Erlan mengangguk setuju, ikut memeluk Kai dan membenamkan hidungnya di rambut yang memiliki aroma manis, "Tenang Kai.. tenang, udah terang."

Perlahan tapi pasti, badan itu mulai rileks dan menemukan kenyamanannya sendiri dalam pelukan mereka. Nafasnya berhembus dengan tenang dan meliarkan pandangan untuk melihat ruangan yang kembali terang, "Sky?"

Yang di panggil tersenyum senang, menggosokan pipinya di leher Kai yang sedang mendongak, "Aku di sini, Kai."

"Erlan? kita dimana sekarang?"

Si empu nama menghirup aroma manis dari rambut Kai, menempelkan pipi pada pelipis Kai dan menghela nafas dengan lega, "Rumah, kita di rumah Kai."

Kai memejamkan matanya, merebahkan diri kembali ke atas kasur dan membiarkan tubuhnya di peluk oleh dua insan, "Aku inget, terus kita harus apa habis ini?"

Sky juga sedikit mengintip wajah Erlan dari leher Kai, "Iya, kita harus apa lagi sekarang? kita besok harus kemana?"

Erlan melepaskan pelukannya, tidur telentang sambil menatap ke arah langit langit ruangan dan menyeringai kecil, "Untuk sekarang, kita serahin sama keberuntungan."

Tbc

Devil's kids ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang