-30. Akhir

1.2K 129 12
                                    

[ Devil's kids ]


___°°

  Saat Jean sudah berangkat untuk pergi bersekolah, Kai di letakkan di kamar remaja itu oleh Irish karena ia akan pergi memasak dan membersihkan seluruh rumah, Erlan dan Sky juga ada bersamanya.

Kai mengambil mobil mobilan kesukaannya, menaruh salah satu di tangan Sky dan meminta anak itu untuk ikut membuat jalan menanjak agar mobil mereka bisa saling balap. Erlan hanya diam menonton, anak tiga belas tahun itu lebih sering membaca buku di bandingkan bermain seperti keduanya.

"Kai, kamu curang! mobil kamu lebih keren, dia lebih cepet daripada punya aku," Sky mendengus, mengambil kembali mobil yang sudah berjalan sedikit jauh.

"Karena ini mobil aku," Kai terkikik geli, kembali menjalankan mobilnya namun merengut kesal ketika Sky menahan, "Awas tangan kamu."

"Enggak, kasih aku cium dulu baru boleh jalan."

"Kok gitu?"

"Soalnya kamu cuma boleh lewatin jalan ini kalo bayar pake ciuman," Sky tersenyum lebar, semakin bergerak dengan semangat ketika si empu justru sudah mendekat dan menarik lengannya, meninggalkan satu kecupan berbunyi di pipi kanan.

"Nah, silahkan sekarang udah boleh lewat."

Erlan ikut terkekeh, turun dari kursi dan duduk di bawah bersama keduanya, langsung memeluk Kai dengan erat, "Kamu selalu aja lucu."

Sky mengikuti kelakuan yang lebih tua, memeluk Kai dengan begitu erat dan mengecupi pipi yang sedang bersemu, "Kamu selalu lucu, Kai kayak boneka."

"Doll," Erlan menyahut, mencium telinga kecil milik Kai yang lebih sibuk pada mobil di tangannya.

Kai merengek meminta lepas, lalu berdiri dan mendekati pintu, "Kamu bikinin jalan lagi ya, aku mau ke bawah, mau minum sama ambil kue."

Kedua temannya mengangguk patuh dan langsung membuat jalan untuk mobil mereka, bahkan Erlan juga ikut berpartisipasi dalam hal ini.

Kai tersenyum senang, keluar dari kamar Jean dan menjalankan mobilnya di tembok, menuruni tangga dengan hati hati dan berkeliling karena tak menemukan mama.

Kaki kecilnya melangkah pada pintu bercat cokelat, membukanya perlahan dan terkikik geli ketika menemukan mama sedang tidur berselimut, ada papa juga di sebelahnya, pria itu tak bekerja hari ini karena sakit.

Ia kembali menutup pintu dengan pelan pelan, melangkahkan kaki ke dapur lalu meminum segelas air, tangannya membawa kotak makan berisi kue manis juga beberapa permen.

Tangannya berpegangan pada dinding, melangkahi setiap anak tangga dengan hati hati.

Senyumnya tak pernah luntur, tangannya yang masih di gips sudah tidak lagi terasa sakit.

Kakinya menapak di lantai atas dengan sempurna, namun mata cokelat itu terbelalak dan memejamkan mata dengan begitu erat ketika tubuhnya berguling guling di tangga, kepalanya terantuk anak tangga berkali kali sampai tergeletak tak sadarkan diri di lantai bawah.

"Rasain," Karin memeletkan lidahnya untuk meledek, setelah berhasil mendorong anak itu dari atas tangga. Tak menyadari seseorang melihat aksinya, dan menjerit saat Sky menerjang dan menggigit bahunya dengan sangat kuat.

Erlan langsung berlari menuruni tangga, menaruh kepala Kai di atas pahanya dan mencoba membuat anak itu bangun. Ia mendongak, melihat Sky yang sedang menempelkan bibir pada bibir gadis itu, ia mengernyitkan alis dengan bingung, namun meringis saat Sky menjauhkan wajah dan sedang menggigit lidah yang sudah terputus. Mereka tidak boleh ketahuan.

Erlan memanggil temannya yang masih mengamuk di lantai atas, sedangkan ia segera berlari menuju dapur lalu mengambil salah satu taplak meja dan menyiram satu botol minyak tanah di atasnya. Menyebarkan cairan itu ke beberapa tempat yang mudah tersulut.

Hatinya sudah yakin untuk pergi dari kediaman ini, rasa muak menjadi alasan utamanya. Dia sudah merencanakan hal ini.

Erlan berkeringat dingin, tangannya sibuk mengotak atik dan membuat gas yang sering mama gunakan untuk memasak hingga bocor, kemudian ia menaruh kain yang sebelumnya sudah ia basahi oleh minyak tanah di atasnya.

Ia berlari ke kamar, mengambil kotak yang di dalamnya berisi pistol, kotak mainan itu ia tinggalkan dan memasukkan senjata hasil rampasan di saku belakang, Erlan membiarkan pintu kamar terbuka, melihat ke lantai atas dimana anak perempuan itu seperti tak sadarkan diri karena menanggung rasa yang amat sakit.

"Bantu Kai naik ke punggung aku, cepet."

Sky membantunya, menerima uluran korek api yang di sodorkan, Ia memiringkan kepalanya, "Kita ngelakuin kayak di rumah sakit pas itu?"

Erlan mengangguk, "Nyalain terus lempar itu ke kain yang ada di dapur, terus kamu harus lari ikut aku, oke? ini permainan Sky, siapa yang lari paling cepet dia pemenangnya."

Sky tersenyum lebar, melihat ketika temannya mulai berlari ke pintu utama, ia terkikik geli dengan mulut yang penuh darah, menyalakan korek api lalu melempar pada kain dan berlari secepat mungkin yang ia bisa, Sky terkekeh sebelum berjengit kaget ketika mendengar suara ledakan.

Langkah kakinya semakin cepat, menemukan Erlan yang sudah berdiri di depan pintu dengan Kai yang masih tak sadarkan diri di punggungnya.

Mereka berdua menghela nafas, jantung mereka berpacu dengan cepat, keduanya mundur beberapa langkah ke belakang ketika melihat api menyebar dengan begitu cepat dari pintu.

"Erlan, mama sama papa bakal mati di dalem sana?" Sky berbisik lirih.

"Iya," ia menoleh, menangkap raut aneh di wajah temannya, "Jangan sedih, kamu lebih milih mereka mati atau Kai kita yang terus terluka?"

Sky membalas tatapan manik kelabu itu, beralih pada wajah Kai yang masih tidak sadarkan diri, "Mereka yang mati."

"Bagus," Erlan berjalan menuju pagar, bersama Sky yang mengikuti langkahnya dari belakang. Kedua bocah itu berjalan, meninggalkan rumah besar yang mulai di lahap oleh si jago merah di belakang.

"Erlan, kemana tujuan kita sekarang?"

Yang di tanya hanya diam, terus memimpin jalan hingga mereka sudah agak jauh dari tempat kejadian, "Aku gak tau, sky."

Keduanya berjalan kurang lebih lima belas menit, langkah kecil mereka berhenti saat menatap pada halte bus dimana kisah awal dengan keluarga itu di mulai. Sky memasang wajah bingung, "Kenapa mereka ada di sana?"

Erlan mengedikkan bahunya acuh, mata kelabu itu terpaku pada tiga pria yang berdiri di halte bus. Papanya dengan wajah datar, abang Sky yang sedang memegang ponsel juga.. dokter Argan dengan satu tangan yang hilang.

Erlan terkekeh kecil, "Ternyata dia masih masang pelacak di kaki kamu, Sky?"

"Papa kamu juga, selalu tau apa yang kamu lakuin," Sky tertawa mengejek, "Kamu emang gak pernah bebas, Erlan."

"Kamu juga, anjing kecil."

Keduanya saling bertatap tatapan, alisnya mengerut lalu mereka berucap bersamaan.

"Kenapa dokter itu ada di sana?"

Tbc

cerita berapa hari jadi ini, cm di publish lama banget ya? btw, setelah ini end

Devil's kids ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang