"Bun.. adek capek..",
"Bunda tau..sabar ya? Kalau mau istirahat dulu nggak masalah.. apa mau cuti aja semester depan?",
Jungkook menggeleng meskipun yang diseberang tidak melihat. Tangannya yang bebas kini sibuk menyentuh wajah Jojo yang ia dekap dengan pola tak teratur melalui telunjuknya.
"Lulusku semakin lama kalau ambil cuti",
"Tidak lulus pun Rumah sakit banyak yang mau menerimamu. Adek kuliah kan hanya butuh gelarnya saja. Skillmu bahkan lebih baik dari dokter bedah atau pun profesor yang mengajarmu loh dek",
Jungkook sedikit tersenyum ketika suara berat ayahnya terdengar. Ia sedang membayangkan kedua orangtuanya sedang berpelukan nyaman dibawah selimut tebal dengan ponsel yang berada ditengah-tengahnya. Ponsel itu diperlakukan layaknya bayi Jungkook yang sedang berceloteh sebelum kantuk menjemputnya. Hanya itu yang bisa dilakukan karena ketiganya tengah menjalani hidup berbeda negara.
"Tapi akhir-akhir ini adek nggak kuat bun, pengen balik ke Jepang terus turun ke lapangan bareng Jaemin. Udah lama banget, adek kangen kayak dulu lagi",
Ayah bundanya itu meresponnya dengan tertawa bersamaan, bibir Jungkook mengerucut merasa orang tuanya menganggap ucapannya sekedar gurauan.
"Ingat dek. Dulu yang maksa mau coba jadi mahasiswa siapa ? Yang katanya pengen punya banyak temen juga siapa ?"
Jungkook meringis sebelum menjawab pertanyaan bundanya dengan suara lirih "Adek sendiri",
"Terus ? Kalo bilang capek kayak gitu mau udahan aja ? Ayah sama bunda nggak maksa buat adek lanjut. Yang ngejalanin adek sendiri, mau balik kesini juga no problem",
Sang ayah terdengar menghembuskan nafas kasar sebelum berujar lagi.
"Yang ayah sama bunda harapin cuma adek nggak bakal nyesel dengan keputusannya. Adek tau kan hidupnya kita disini kayak gimana?"
Jungkook mengangguk. Tangan kanannya yang tadi memegang ponsel beralih ke bibir untuk menggigiti kukunya, sedang ponselnya ia biarkan tergeletak di bantalnya. Posisinya yang tengah berbaring miring membuat matanya secara spontan menatap penuh pada lampu tidur yang menyala diatas laci kamar. Dan otaknya yang ricuh itu secara mendadak mulai mengingat apa saja yang telah dialaminya selama 1 tahun lebih disiini.
Pengharapan awal akan hidup normal yang diimpikan, teman yang datang ketika dibutuhkan atau gelar kedokteran dibelakang namanya. Semuanya sudah dibayangkan dengan indah namun tentu saja realita lebih menyakitkan. Kehidupan aslinya yang terasa pahit sudah cukup membuatnya banyak berpikir, bahwa itu mungkin terjadi hanyalah sekian persen saja.
Pertemuan Mark dan Jungwoo serta merta hanyalah bonus, karena dirinya memang satu tempat kerja dengan sang sulung. Keseringan bersama dan munculah kepercayaan hingga Jungkook mau terbuka. Hanya sedikit, sebab apa yang akan diceritakan setelahnya pasti membuat keduanya ketakutan dan mungkin saja akan menjauhinya. Ada beberapa hal yang pastinya akan terbongkar, namun tidak perlu terburu-buru. Jungkook ingin menikmatinya selagi bisa.
"Dek ?",
Panggilan itu membuat Jungkook yang asik melamun langsung tersadar "Kenapa, yah ?",
"Mau tidur ?",
Matanya bergulir menatap jam dinding. Pukul 11 malam. Terlalu dini untuk kelelawar sepertinya. "Belum", jawabnya.
"Tadi ayah sama bunda ajak ngomong malah diam aja. Kepikiran yang ayah bilang tadi ?",
"Eumm...iya sedikit", cicitnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/350080364-288-k651007.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DRAMA || BTS X NCT ||
Fiksi Penggemar"Aku menunggu keputusannya. Biarlah seperti ini dulu, anggap saja aku sedang memberikannya kesempatan lain. Bila tidak ada yang berubah, aku akan berikan padanya balasan yang setimpal atau bahkan lebih dari itu. Tunggu saja"