ALVAN GILDAN DEVAR

24 2 4
                                    

"Penghargaan siswa terbaik tahun ini jatuh kepada ....," kepala sekolah sengaja memotong perkataannya. Sengaja membuat ribuan orang yang hadir dalam acara perpisahan di sekolah SMA Kelana penasaran. Ribuan pengunjung saling bertatapan menunggu. Terutama para orang tua yang sedang mendampingi anaknya wisuda. Mereka berharap-harap cemas.

Sejenak kepala sekolah menghela nafasnya.

"Alvan Gildan Devar," ucap kepala sekolah dengan lantang.

Alvan duduk di bangku yang ada dibarisan kedua. Dia sendiri, tanpa kedua orang tua yang mendampingi.

Mendengar namanya di panggil, ia pun berdiri, menganggukkan kepalanya kepada seluruh tamu, lalu berjalan menuju panggung.

Setelah menerima penghargaan dari kepala sekolah, Alvan kembali ke tempat duduknya.

"Orang tua kamu enggak datang Van?" tanya salah seorang Ibu yang duduk disampingnya.

Alvan hanya menggelengkan kepalanya, seraya sedikit tersenyum.

"Orang tua Alvan itu sibuk Bu, mana sempat mereka datang kesini," sahut anak Ibu itu.

Ibu itu menyenggol lengan anaknya, sebagai isyarat agar tidak bicara sembarang.

"Orang tuamu pasti bangga setelah tau kalau kamu berhasil mendapatkan penghargaan sebagai siswa terbaik tahun ini. Saya aja ikut bangga mendengarnya," kata Ibu itu.

"Iya Bu, terimakasih," jawab Alvan.

Ibu itu mungkin bermaksud menghibur Alvan. Tapi apa yang dikatakan anaknya memang benar. Orang tuanya sibuk, mana sempat mereka bisa hadir diacara wisudanya.

Bahkan sejak Alvan kecil, orang tuanya pun selalu sibuk dengan pekerjaannya. Hampir tidak ada waktu untuk Alvan. Setiap kali Alvan ada acara disekolah, orang tuanya selalu janji untuk datang, tapi janji itu tidak pernah ditepati sampai sekarang.

***

"Papa, besok Alvan mau pentas drama di sekolah. Papa sama mama datang ya," kata Alvan.

"Iya sayang, papa sama mama pasti akan datang," jawab Papanya.

Saat itu Alvan masih TK. Usianya masih sangat belia. Ia selalu percaya dengan apa yang dikatakan orang tuanya. Jadi, ketika mendengar orang tuanya bisa datang untuk melihatnya pentas drama, ia pun sangat senang seraya memeluk kedua orang tuanya.

Namun, saat akan dimulai, Alvan belum melihat kehadiran orang tuanya di bangku penonton. Berkali-kali ia mengintip dari balik tirai untuk memastikan apakah orang tuanya sudah datang atau belum. Tetapi, hingga ia pentas dimulai bahkan sampai selesai, orang tuanya pun belum datang. Alvan kecil pun kecewa.

Setelah pentas selesai, Alvan duduk dibelakang panggung, ia memperhatikan teman-temannya yang sedang ditemani oleh orang tuanya.

"Rupanya Alvan disini," kata seorang watina paruh baya.

Wanita paruh baya itu berdiri di hadapan Alvan. Alvan menatap wanita itu, dengan raut wajah penuh kesedihan. Wanita paruh baya itu bernama Inah. Alvan kerap memanggilnya Bi Inah. Bi Inah bekerja di rumah Alvan. Ia adalah asisten rumah tangga yang merangkap sebagai pengasuh Alvan sekaligus. Sejak bayi Alvan memang diasuh oleh Bi Inah. Jadi, tidak heran jika dia lebih akrab dengan Bi Inah dari pada orang tuanya sendiri.

"Alvan kenapa sedih?" tanya wanita paruh baya itu.

"Alvan sedih, papa dan mama enggak datang," kata Alvan.

Wanita paruh baya itu duduk disamping Alvan, lalu memeluk Alvan kecil.

"Papa dan mama Alvan sedang bekerja, mereka mencari uang untuk Alvan, jadi mereka enggak bisa datang," jawab Bi Inah.

GEDUNG BERDASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang