"Gue minta maaf Van," kata Arkan. Alvan hanya menggelengkan kepalanya.
"Gue melakukan semua itu karena gue kesel sama lo. Lo bisa mendapatkan segalanya yang lo mau. Sementara gue apa? Laura aja lebih milih lo di banding gue. Padahal gue lebih dulu suka sama dia di banding lo," kata Arkan.
"Lo itu hanya melihat gue dari satu sisi, dan lo enggak liat gue dari sisi yang lainnya. Dan masalah Laura, dia memiliki hak untuk memilih siapapun yang dia suka," jawab Alvan.
Arkan memang lebih dulu kenal dengan Laura. Dan dia juga yang mengenalkan Laura kepada Alvan. Dan masalah hati memang tidak ada yang tahu.
Satu minggu setelah perkenalan itu, Alvan jadian dengan Laura. Sejujurnya Arkan juga menyukai Laura, tetapi Arkan mengatakan kalau ia rela dan ikhlas jika Alvan jadian dengan Laura. Dan persahabatan mereka juga baik-baik saja. Tapi ternyata Arkan mengenakan topeng yang tidak pernah Alvan ketahui, hingga akhirnya Alvan sampai pada tempat ini. Tempat yang telah merubah segalanya.
"Lo benar Van. Laura memang memiliki hak untuk memilih, dan pilihan Laura tepat, dia memilih lo yang jauh lebih baik dari gue. Gue emang brengsek Van," kata Arkan.
Alvan terdiam, ia tidak menanggapi perkataan Arkan. Sejenak ruangan sel lengang. Bapak-bapak itu pun terdiam, dia hanya memperhatikan, dan sesekali batuk.
Kelengangan dalam sel itu ternyata cukup lama. Hingga akhirnya kelengangan itu di pecah oleh seorang sipir yang membuka pintu sel.
"Saudara Alvan, ada yang ingin bertemu," kata sipir itu. Sejenak Alvan menghela nafasnya. Ia bangkit dari duduknya, berjalan keluar.
Alvan dapat melihat sesosok wanita paruh baya yang sedang duduk di ruang besuk saat baru melangkah keluar dari pintu sel.
Wanita paruh baya itu adalah Mamanya. Wajahnya terlihat lelah, mungkin karena terlalu sibuk bekerja. Tapi ada apa Mamanya datang? Bukankah seharusnya sekarang Mamanya bekerja di kantor?
Alvan melirik jam tangan yang masih melingkar di tangan kirinya. Jarum jam menunjuk di angka sepuluh pagi. Dan ini adalah jam kerja. Kenapa Mamanya tidak bekerja? Padahal Mamanya adalah orang yang paling disiplin dengan pekerjaannya. Sejenak Alvan menghela nafasnya, lalu memutuskan untuk menghampiri Mamanya. Menyadari kehadiran Alvan, mamanya pun langsung berdiri.
"Kamu baik-baik aja Van? Udah makan?" tanya Mamanya. Alvan hanya mengangguk lalu duduk.
"Kamu udah makan?" tanya Mamanya sekali lagi. Alvan mengangguk lagi.
"Mama sudah bicara dengan Papa tentang pembebasan kamu dari tempat ini. Dan Papa masih konsisten dengan ucapannya, Papa tetap ingin kamu di tahan disini untuk beberapa hari ke depan," kata Mamanya.
"Sudah Alvan bilang, Alvan enggak bersalah Ma. Kenapa Alvan harus menebus kesalahan yang enggak Alvan lakukan," jawab Alvan.
"Iya, mama percaya kamu Van. Dan mama juga yakin, kamu tidak bersalah," kata Mamanya.
"Satu jam lagi sidang dimulai. Sidang itu yang akan memberikan keputusan, apakah Alvan akan di tahan atau tidak, bukan Papa," jawab Alvan.
Mamanya hanya menganggukkan kepalanya. Sejenak Alvan mengamati wajah mamanya. Wajahnya terlihat lelah, matanya sayu.
Satu jam kemudian sidang itu dimulai. Alvan ditemani oleh mamanya. Sidang itu berjalan dua jam. Dan Alvan dinyatakan bebas, karena hasil tes urinnya negatif, yang membuktikan bahwa Alvan bukan pengonsumsi obat terlarang itu.
Arkan pun sudah memberikan keterangan kalau ia yang memasukan obat terlarang itu ke tas Arkan. Sidang pun diakhiri dengan pernyataan dewan hakim yang menyatakan kalau Alvan bebas, dan ditutup dengan ketok palu. Alvan pun mundur dari tempat sidang, ia berjalan menghampiri mamanya, dan lansung di sambut oleh pelukan hangat dari mamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEDUNG BERDASI
Short StoryAlvan Gildan Devar, pemuda tampan, cerdas, dan juga anak dari seorang pengusaha kaya raya. Hidup Alvan nyaris sempurna. Apapun yang ia inginkan selalu dipenuhi oleh kedua orang tuanya. Hanya saja, kehidupannya berubah, saat ia melakukan suatu hal y...