Alvan bangkit dari duduknya, menyalami satu persatu pengujinya. Kebahagian terpancar jelas diwajah Pak Panji, akhirnya mahasiswa yang selama ini ia banggakan telah gagal menjadi mahasiswa abadi.
Alvan keluar dari ruangan Pak Panji dengan nafas yang lega. Iya, akhirnya ia berhasil lulus dan menjadi seoarang sarjana bisnis.
"Kak Alvan,"
Alvan mengedarkan pandangannya ke koridor ruangan, mencari sumber suara.
Terlihat sosok gadis manis telah berdiri dibelakangnya dengan membawa sebuah kado di tangannya.
Gadis itu tersenyum, senyum yang selama ini Alvan impikan.
Alvan pun ikut tersenyum.
Sejenak mereka berdua saling pandang. Iya, gadis itu adalah Dyandra, lebih lengkapnya Dyandra Larasati.
Alvan berjalan menghampiri Dyandra.
"Apa kabar kak?" sapa Dyandra.
Nampaknya suasana hati Dyandra sedang baik.
"Baik, kamu sendiri?" kata Alvan balik bertanya seraya tersenyum.
Alvan secara reflek memegang kepala Dyandra, lalu mengacak rambut Dyandra, seperti sudah mengenal Dyandra lama.
"Issshhh... Kak Alvan, rambutku kan berantakan," kata Dyandra.
"Iya deh, maaf," jawab Alvan seraya merapikan kembali rambut Dyandra.
Dyandra menyerahkan kado yang sedari tadi ia bawa. Pipinya memerah saat menyerahkan kado itu.
"Apa ini?" tanya Alvan.
Dyandra tersenyum.
"Ini untuk kakak, sebagai hadiah karena kakak akhirnya wisuda," jelas Dyandra.
Alvan tersenyum dan menerima kado itu. Ingin rasanya Alvan memeluk Dyandra, tapi Alvan mengurungkan niatnya.
"Terimakasih Ra," ucap Alvan seraya tersenyum.
Tiba-tiba Dyandra menubruk Alvan dan memeluknya. Alvan terkejut, ia saja ragu untuk memeluk Dyandra, tapi Dyandra malah memeluknya lebih dulu.
"Eh, sorry kak," kata Dyandra.
Alvan hanya menganggukkan kepalanya seraya tersenyum.
"Yaudah kak, Dyandra masih ada jadwal kuliah, Dyandra ke kelas dulu ya," kata Dyandra.
Alvan hanya menganggukkan kepalanya. Dyandra pun berlalu.
Alvan terdiam, ia masih mengingat-ingat percakapannya dengan Dyandra. Tadi Dyandra menyebut namanya sendiri saat berbicara dengan Alvan, bukan menggunakan kata "Aku" atau yang lainnya. Apakah ia tadi salah dengar? Tapi rasanya tidak, telinganya masih bisa mendengar dengan baik. Jika memang Alvan tidak salah dengar, lalu apa maksud Dyandra menyebut namanya sendiri saat berbicara dengannya tadi? Entahlah ... Alvan pun tidak tau, yang ia tau, Dyandra adalah orang baru dalam hidupnya, yang berhasil membuat semangatnya kembali.
"Gimana sidangnya? Lancar?" tanya Alden yang tiba-tiba muncul dan merangkul Alvan dari belakang.
"Lancar," jawab Alvan singkat.
"Terus gimana dengan tawaran Pak Panji? Lo yakin mau menolak tawaran sebagus itu?" tanya Alden.
Alvan terdiam.
"Saran gue, lebih baik lo terima tawaran Pak Panji, ini kesempatan bagus Van, lo enggak boleh menyia-nyiakan kesempatan sebagus ini," kata Alden.
Alvan masih saja terdiam. Ia masih memperhatikan Dyandra yang melangkah semakin jauh darinya. Hingga akhirnya punggung Dyandra pun hilang di balik tembok.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEDUNG BERDASI
Short StoryAlvan Gildan Devar, pemuda tampan, cerdas, dan juga anak dari seorang pengusaha kaya raya. Hidup Alvan nyaris sempurna. Apapun yang ia inginkan selalu dipenuhi oleh kedua orang tuanya. Hanya saja, kehidupannya berubah, saat ia melakukan suatu hal y...