"Lo kemana aja Van, jam segini baru sampe?" kata Alden.
"Pengumumannya bagaimana? Gue diterima di kampus ini enggak?" tanya Alvan.
"Belum tau, pengumumannya belum di mulai," jawab Alden. Alvan menghela nafasnya. Sedari tadi nafasnya terengah-engah, seperti habis berlari.
"Lo jadi kerumah Laura?" tanya Alden. Alvan menganggukkan kepalanya.
"Bagaimana pertemuan dengan Laura?" tanya Alden. Sejenak Alvan menghela nafanya.
"Gue belum bertemu Laura, dia enggak ada dirumah, pas gue dateng dianya pergi," jawab Alvan.
"Kemana?" tanya Alvan.
"Enggak tau, orang rumahnya juga enggak ada yang tau Laura pergi kemana," jawab Alvan.
"Pergi sama cowok lain kali," jawab Alden. Sejenak Alvan mengangkat kedua bahunya.
"Tadi gue juga sempet nunggu sebentar, takutnya dia perginya enggak lama. Mungkin karena belum takdir aja, jadi belum bisa bertemu," kata Alvan.
"Kalo dia bener pergi sama cowok lain bagaiamana?" tanya Alden.
"Gue enggak tau Al," jawab Alvan.
"Lo habis maraton dari rumah Laura kesini?" tanya Alden.
"Gue enggak nemu tukang ojek, kalaupun gue naik angkutan umum, gue pasti akan lebih terlambat, karena angkutan umum pasti akan ngetem dulu cari penumpang," jawab Alvan.
"Enggak nemu, atau enggak ada ongkosnya?" tanya Alden dengan nada yang penuh selidik.
"Gila lo Al, gue aja numpang hidup di rumah lo, mana ada ongkos untuk naik kendaraan umum," jawab Alvan.
Seketika terdengar ledakan tawa. Mereka berdua tertawa terbahak-bahak, sampai menimbulkan rasa penasaran bagi orang-orang yang ada disekitar mereka, ataupun siapa saja yang berjalan melewati mereka. Iya. Alden memang teman Alvan yang paling jujur, paling to the poin dengan apa yang ingin ia katakan. Dan Alvan pun tidak pernah merasa sakit hati dengan apa yang Alden katakan, sebab Alvan tau kalau apa yang Alden katakan hanya bercanda, meskipun yang menjadi bahan candaan adalah kejujuran.
"Harusnya lo itu bantu orang seperti gue ini Van, bukan gue yang bantu lo," kata Alden.
"Iya. Gue juga udah ada rencana untuk pindah dari rumah lo," jawab Alvan.
"Serius lo Van?" tanya Alden. Alvan hanya menganggukkan kepalanya.
"Gue cuma bercanda kali Van, kok lo serius sih," kata Alden.
"Gue enggak enak sama lo, gue juga enggak enak sama orang tua lo. Gue udah banyak merepotkan lo dan orang tua lo. Dan gue juga udah membuat lo ikut campur dengan urusan keluarga gue," kata Alvan.
"Kita ini teman Van, udah sewajarnya kalau kita saling membantu, gue juga seneng kalau gue bisa bantu lo, meskipun itu dengan segala keterbatasan gue," kata Alden.
"Jujur, saat itu gue bingung, gue enggak tau harus pergi kemana. Gue enggak ada temen yang bisa gue hubungi. Bahkan Laura yang seharusnya ada buat gue, enggak tau dimana sekarang," jawab Alvan.
"Yaudahlah, jangan terlalu dipikirkan, fokus aja sama tujuan lo. Ingat lo harus membuktikan satu hal sama bokap lo, jangan sia-siakan kesempatan yang ada," kata Alden.
"Lo tenang aja Van, gue pasti akan segera cari tempat tinggal, biar gue enggak jadi tamu permanent dirumah lo," kata Alvan.
"Lo jangan memikirkan itu dulu, yang terpenting sekarang adalah buktikan ke bokap lo, kalau lo itu bisa Van," jawab Alden. Alvan hanya menghela nafasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEDUNG BERDASI
Short StoryAlvan Gildan Devar, pemuda tampan, cerdas, dan juga anak dari seorang pengusaha kaya raya. Hidup Alvan nyaris sempurna. Apapun yang ia inginkan selalu dipenuhi oleh kedua orang tuanya. Hanya saja, kehidupannya berubah, saat ia melakukan suatu hal y...