Pagi ini mentari enggan bersinar, ia bersembunyi di balik awan. Sejak semalam hujan turun, dan masih berlanjut hingga pagi ini. Alvan masih sibuk dengan komputernya, jarinya masih menari diatas keyboard, jika tidak diingatkan oleh Dyandra, ia pasti akan lupa jika ia ada jadwal untuk bertemu dengan salah seorang direktur perusahaan. Perusahaan apa itu? Entahlah.... Alvan pun tidak tahu, ia hanya mendapat telepon dari seseorang yang mengaku jika ia berasal dari PT Jaya Maju, dan dijadwalkan hari ini untuk bertemu dengan direkturnya. Pertemuan apa itu? Entahlah... Alvan pun tidak tahu, yang ia ingat orang itu menjelaskan bahwa direkturnya ingin bertemu dengannya karena artikel-artikel yang ia tulis. Sebenarnya, Alvan pun enggan menemuinya, tapi karena Dyandra yang memintanya, ia pun mau menemuinya.
Hari ini Alvan berangkat ke PT Jaya Maju dengan ditemani oleh Dyandra. Alvan berangkat dengan motor bututnya, disepanjang perjalanan banyak hal yang Dyandra ceritakan.
"Kak?" Panggil Dyandra, setelah beberapa saat ia terdiam.
"Iya, Ra. Kenapa?" tanya Alvan.
"Kakak beneran serius sama Dyandra gak sih?" tanya Dyandra.
"Iya, Kakak serius, Apa pernah kakak bercanda dengan kamu?" kata Alvan balik bertanya.
"Bukan tentang itu kak. Maksud Dyandra tentang kedekatan kita. Kak Alvan anggap Dyandra apa sih?" tanya Dyandra lagi.
Sejenak Alvan terdiam. "Bukankan dari awal kita sudah memiliki komitmen, Ra. Apa kamu ragu dengan komitmen Kakak ke kamu?" Kata Alvan.
"Iya. Dyandra tau, sejak awal kita dekat kita emang udah ada komitmen, dan Dyandra percaya dengan komitmen Kakak. Tapi kenapa sih, Dyandra belum pernah dipertemukan dengan orang tua Kakak? Padahal kita dekat juga udah lama," jawab Dyandra.
"Beri Kakak waktu untuk itu, Ra," kata Alvan.
Dyandra terdiam, tidak ada jawaban apapun darinya. Dan ia pun terus diam hingga sampai di perusaan yang di tuju. Sejujurnya Alvan merasa tidak enak hati dengan perubahan sikap Dyandra, padahal ketika akan berangkat, Dyandra cukup aktif berbicara. Dan kini ia diam seribu bahasa. Saat ditanya ia pun menjawab seperlunya.
Alvan pun masuk ke perusahaan itu dengan diikuti oleh Dyandra di belakangnya, ia pun langsung mengatakan maksud dan tujuannya datang kesana kepada penjaga receptionist. Saat Alvan memperkenalkan diri, penjaga receptionist tersebut langsung menelepon seseorang. Setelah selesai menelepon, Alvan dipersilahkan untuk menunggu sebentar.
Tidak sampai lima menit Alvan menunggu, ia dipanggil oleh seseorang yang datang menghampirinya dan langsung menuntunnya ke ruangan direktur.
Tidak berapa lama, Alvan pun sampai diruang direktur. Orang yang tadi mengantarnya terlihat berbisik-bisik dengan seseorang yang duduk dikursi putar dengan membelakanginya. Hingga akhirnya orang yang mengantarnya tadi pun pamit untuk keluar ruangan.
"Alvan Gildan Devar, bagaimana kabarmu?" tanya orang yang duduk di kursi putar.
"Kabar saya baik," jawab Alvan.
"Syukurlah, jika begitu," jawab orang itu.
"Sebelumya maaf, ada perlu apa ya, saya dipanggil kesini?" tanya Alvan.
"Saya sengaja memanggil kamu kesini, walaupun sebenarnya tidak ada hal penting yang akan kita bahas," jawab orang itu.
"Terus untuk apa saya disini?" tanya Alvan lagi. "Jika tidak ada hal penting yang akan dibahas, lebih baik saya pulang," jawab Alvan.
"Ternyata sikap kamu tidak pernah berubah dari dulu, masih saja keras kepala," kata orang itu.
Sejujurnya Alvan ingin mengatakan kalimat tentang penyesalannya datang ke perusaan itu, tapi Dyandra menahanya untuk tidak mengatakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEDUNG BERDASI
Short StoryAlvan Gildan Devar, pemuda tampan, cerdas, dan juga anak dari seorang pengusaha kaya raya. Hidup Alvan nyaris sempurna. Apapun yang ia inginkan selalu dipenuhi oleh kedua orang tuanya. Hanya saja, kehidupannya berubah, saat ia melakukan suatu hal y...