Waktu terus berjalan, hingga tanpa terasa liburan hampir usai. Alvan masih sibuk dengan mesin foto kopinya. Sekarang Alvan tidak hanya melayani foto kopi saja. Tetapi ia juga merangkap menjadi tukang joki tugas dan juga tukang desain grafis. Akhir-akhir ini ruko yang ia tempati cukup ramai, seperti di penghujung liburan ini, banyak orang yang memfoto kopi berkas untuk masuk ke sekolah ataupun kuliah. Meskipun ia sibuk, tetapi ia tidak melupakan hobinya untuk menulis, dan beberapa tulisannya pun berhasil di terbitkan di beberapa media dan juga Koran.
Dering telepon genggamnya yang sedari tadi ia letakkan diatas nakas, membuatnya sejenak menghentikan aktivitasnya. Ia mengecek telepon genggamnya. Ada panggilan masuk dari Pak Panji, dan Alvan pun bergegas mengangkatnya. Terdengar suara di seberang sana.
"Kamu dimana, Van? Ramai sekali?" tanya Pak Panji, sesaat setelah telepon itu terangkat.
"Saya sedang di ruko,Pak. Ada beberapa pelanggan yang sedang meminta untuk difotokopikan berkas," jelas Alvan.
"Nanti kamu bisa ke kampus? Ada beberapa hal ingin saya sampainkan," kata Pak Panji.
"Baik, Pak. Nanti selesai ini saya langsung ke kampus," jawab Alvan.
"Baik, saya tunggu," jawab Pak Panji.
Sambungan telepon pun terputus. Alvan bergegas menyelesaikan pekerjaannya. Ada banyak sekali berkas yang ia fotokopi.
Setelah hampir dua jam Alvan berkutat dengan kertas dan mesin fotokopinya, akhirnya pekerjaannya pun selesai. Ia bergegas merapihkan pakaiannya lalu berangkat ke kampus.
Arang berhenti sejenak, menatap gedung yang berdiri kokoh di hadapannya. Tidak ada lagi senyum, dan raut wajah yang muram, kemanakah dia? Sejenak ia tenggelam dalam lamunannya.
"Kak Alvan," panggil seseorang dari belakang yang seketika memudarkan lamunannya.
Alvan pun membalik badannya ke arah sumber suara itu. Sejenak Alvan tersenyum. "Ada jadwal bimbingan ya hari ini?" tanya Alvan.
"Iya, Kak," jawabnya. Dia adalah Dyandra, sosok yang saat ini mampu mengembalikan senyumnya yang dulu pernah hilang. Sejak sidang skripsi waktu itu, dan sejak Alvan menerima kado darinya saat ia baru selesai sidang, Alvan menjadi lebih dekat dengan Dyandra. Meskipun belum ada hubungan yang pasti, namun Alvan tidak bisa membohongi perasaannya, kalau di menyayangi Dyandra.
Dia menyukai Dyandra sejak pertama kali bertemu di perpustakaan kota. Gadis cantik, dengan rambut sebahu, mata bulat dan bulu matanya yang lentik, bibir tipis, kulit putih, dan perawakan kecil. Dirinya terlihat semakin cantik saat memakai baju putih berbahan katun, dengan celana kullot berwarna coklat susu yang dipadukan dengan sepatu sneakers berwarna putih. Rambutnya di biarkan tergerai dengan make up yang di poles tipis di wajahnya.
"Gimana? Bimbingannya lancar?" tanya Alvan.
"Lancar, Kak. Kan berkat bantuan Kak Alvan juga," jawab Dyandra.
Alvan tersenyum. "Kak, makan bareng, yuk," ajak Dyandra.
Sejenak Alvan menampilkan muka berpikirnya. "Dyandra yang traktir deh," kata Dyandra seraya sedikit memohon.
"Dalam rangka apa kamu mau mentraktir kakak?" tanya Alvan.
"Dalam rangka mengucapkan terimakasih, karena selama ini kan Kak Alvan bantuin Dyandra dulu untuk buat skripsi," jelas Dyandra.
"Hari ini kakak ke kampus, karena ada janji dengan Pak Panji. Kalau besok bagaimana?" tanya Alvan.
"Dyandra tunggu sampai urusan Kakak selesai dengan Pak Panji ya, Kak," jawab Dyandra.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEDUNG BERDASI
Short StoryAlvan Gildan Devar, pemuda tampan, cerdas, dan juga anak dari seorang pengusaha kaya raya. Hidup Alvan nyaris sempurna. Apapun yang ia inginkan selalu dipenuhi oleh kedua orang tuanya. Hanya saja, kehidupannya berubah, saat ia melakukan suatu hal y...