Setelah menjelaskan dan memberitahu putranya kalo ia bukan anak haram dan ia juga punya Ayah, walau harus berbohong mengatakan bahwa Ayahnya sedang berkerja di tempat yang jauh. Tian yang mendengar itu pun berhenti menangis meski masih terisak.
"Hiks~jadi Tian pu- punya a ayah hiks.. dan ayah k kerja jauh ya bun," ucap Tian menatap bundanya.
"Iya.. Tian punya Ayah, jadi Tian berhenti nangis ya? Masa! Anak laki-laki cengeng sih," goda Indah pada putranya.
"E- emang laki -laki gak boleh hiks na- nangis ya bun." Ucap Tian polos lalu cepat menhapus air matanya.
Indah tersenyum tipis lalu mencium kening Tian lembut, "sekarang Tian mandi ya? Udah sore." Kemudian membantu Tian melepas bajunya dan memandikan anak kesayangannya.Kini hari sudah malam Tian sudah tidur. Namun indah masih terjaga, tiba-tiba nafasnya terasa sesak, "Ya Allah ja-jangan seka-rang," batinnya menangis, ia masih berusaha bernafas lewat hidung dan mulutnya berharap nafasnya akan membaik. Selang berapa menit akhirnya nafasnya mulai membaik tidak sesak seperti sebelumnya" Indah merasa lega setelah itu kembali tidur.
Indah terbangun saat terdengar Adzan subuh, lalu ia segera pergi ke kamar mandi, setelan itu ia pergi ke kamar putranya.
"Tian.. bangun Nak? Udah subuh. kita sholat di Masjid yuk?"
"Hoamm, iya Bunda," Ucap Tian mendudukan tubuhnya mata masih terpejam lalu terbuka. Tian tersenyum melihat bundanya tersenyum padanya.
"Mandi dulu ya? Terus kita ke Masjid."
"iya.." Tian lalu segera pergi ke kamar mandi.
Sholat subuh sudah selesei mereka memutuskan untuk segera pulang. namun saat di perjalanan Indah sesak nafas lagi lalu jatuh pingsan. melihat bundanya pingsan membuat Tian panik. "Bun-bunda bangun...
hiks.... bangun Bun-bunda..""Tolong....to-long!! hiks.. " teriaknya berharap ada seseorang datang membantunya.
"Hiks...to--" belum selesei berucap kepalanya berdenyut terasa pusing telinganya berdengung akhirnya gegelapan mengambil kesadaranya tapi samar-samar ia mendengar suara seseorang sebelum akhirnya ia pingsan.
Di Rumah sakit.
Di ruang IGD para medis juga suster tengah berusaha menyelematkan dua orang yang saat ini sedang kritis, Dokter pun segera manangani salah satu pasein tersebut.
"Dok!! Pasien wanita kondisinya semakin memburuk." Ucap suster yang masih sibuk memasangkan infus pada pasein tersebut. Dengan cepat Dokter segera menghampiri ranjang pasien wanita tersebut.
Deg
Dokter itu terkejut saat melihat wanita tersebut, jantungnya berdetak kencang. matanya memanas. bibirnya terasa kelu ingin bicara pun rasanya sulit.
"Indah," batinnya.
"Dok,Dokter!! Ucap suster sedikit keras menyadarkan ia dari lamunanya, ia menghela napas panjangnya segera menangani paseinya hingga beberapa saat kondisi pasein kembali normal.
Perlahan indah mencoba membuka matanya, "Dokter Adam pasein sadar Dok." Ucap suster saat melihat pasien membuka mata.
Saat membuka mata ia mendapati sosok yang selama ini ia rindukan, sosok yang selama ini ia cintai.
"Mas Adam," ucapnya lirih. Adam pun mendekat. "iya? I-ini aku..." Adam sambil mengegam tangan kanan Indah.
Indah pun tersenyum di balik masker oksigen yang menutupi setengah wajahnya, "Di ma-na Bás-ti-an Mas?"
"Dia disini, di ruang sebelah. Adam menatap suster, seakan paham suster itu segera membuka tirai yang ada sana.
Setelah tirai di buka terlihat sosok tubuh kecil yang sedang terlelap di ranjang kesakitan dengan nasal canula yang bertengger di hidung mancungnya, tangan kiri di infus wajah pucat. Indah meneteskan air matanya, ia tak tega melihat anaknya terbaring lemah sakit seperti ini.
"Mas, tol-long jaga Bastian, dia putramu Mas..." Ucap Indah tiba tiba Membuat para suster yang ada di sana saling tatap.
"Haah, jadi anak itu? Anak Dokter Adam, bisik mereka.
Adam hanya diam mendengar ucapan Mantan kekasihnya itu.
Tampa mereka sadari, Tian mendengarkan semua ucapan bundanya itu, " Ayah," ucapnya lirih.
Ya, Tian sudah sadar dari beberapa menit yang lalu, perlahan ia mencoba membuka matanya dan mendengar semua perkataan bundanya . namun, karena tubuhnya masih lemas, kepalanya terasa berdenyut membuat Tian kembali memejamkan matanya tak lama ia tertidur.
Setelah mengatakan itu, indah kembali drop. nafasnya terasa sesak dadanya panas, matanya mulai buram ia kembali berucap. " To--long j--- jaga Bastian unt---tuk- ku, Mas. dia p- putramu. a-aku mohon Mas."
Adam diam tak menjawab, ia tak mampu berucap. rasa Bersalah selalu menghantuinya, dulu ia tak bermaksud menyakiti wanita yang kini ada di hadapanya sekarang. selama enam tahun ini, ia masih merasa Bersalah karena tega meninggalkan kekasihnya itu apalagi saat itu
sedang mengandung anaknya.
Ibarat nasi telah menjadi bubur, menyesal tak akan merubah apa yang sudah terjadi. Bodoh! Itu kata yang pantas untuknya."Mas..." Lirih indah, sebelum nafasnya semakin sesak, matanya mulai buram.
"Dokter!! detak jantungnya semakin lemah Dok! Adam dengan cepat melakukan CPR saat melihat monitor menunjukan garis lurus, Adam berusaha tenang dan terus mencoba hingga berkali kali berharap detak jantung indah kembali, tapi Tuhan berhendak lain. manusia boleh berusaha tapi Tuhan lah yang menentukan, indah telah menghembuskan napas terakhirnya ia telah pergi meninggalkan putranya yang masih kecil. Tapi satu keinginanya yang sudah terkabul, ia sudah bertemu dengan Ayah putranya dan berharap bisa menjaga BASTIAN.
Adam menghela napas lelah matanya merah menahan tangis, " suster catat tanggal kematian pasien ini." ucapnya lirih. di balas anggukan oleh para suster yang ada di sana.
Setelah itu ia melangkahkan kakinya menuju dimana putranya yang kini masih memejamkan matanya, Adam menatap putranya dengan tatapan sendu " Bastian,putraku," batinya tanganya mengelus surai putranya lembut, "Maafin Ayah Nak," lalu pergi untuk mengurus pemakaman Indah.
Satu hari kemudian
"Bunda hiks bu- bunda m- mau bunda ...." Tangis Tian yang selalu mencari sang Bunda, kemarin setelah pemakaman indah selesei, saat itu juga Tian bangun dari tidurnya. ia terus menangis mencari bundanya, Dokter maupun suster bingung apa yang harus mereka katakan pada anak yang masih berumur enam tahun ini, mereka tak tega harus memberitahu bahwa bundanya sudah meninggal.
"Om dok- ter hiks hiks.. Tian mau ketemu bunda, Om."
"Ya, nanti ya? Ketemu bunda, sekarang Tian makan terus minum obat, biar cepat sembuh."
"Gak mau...! mau ketemu bunda sekarang Om, hiks.. pokonya sekarang! Dokter itu pun menghela napas pelan.
Tian menatap bingung, kenapa ia di bawa kesini, ia tau tempat ini. apa bundanya ada disini pikirnya.
Dokter yang menemani Tian pun menghetikan langkahnya begitu juga Tian, " Tian," panggil dokter. Tian pun menoleh menatap Dokter itu.
"Bundanya Tian sudah meninggal," Ucap dokter menujuk gundukan tanah di hadapanya. "Bunda Tian udah pulang ke rumah Allah." lanjutnya berharap anak di hadapanya ini mengerti dengan ucapanya. Nyatanya Tian cukup paham untuk anaknya se usianya ia cukup mengerti.
"Hiks hiks hiks...Bunda .... Ke-kenapa Bunda ninggalin Tian hiks... Tian mau ikut bunda... hiks."
Next
Hay semua, akhirnya aku bisa seleseiin juga part ini, kemarin aku udah selesei nulis" ehhh malah gk sengaja kehapus jd aku nulis ulang lg 😭
Vote and komen dechh kalo suka ma ni cerita, gk maksa lo " kalo suka allhamdulillah.😊
See you ❤️❤️🙏🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Anak Haram
Teen FictionAKU BUKAN ANAK HARAM..... Teriak seorang anak kecil berusia 6 tahun sambil menangis terduduk di sebuah bangku taman sehingga semua orang orang yang ada di sekitar melihatnya dengan berbagai macam ekspresi. Mengapa dunia begitu kejam padanya, takdir...